Lagi, bencana tsunami melanda negeri. Kali ini menerjang sekitar pesisir Selat Sunda, Lampung dan Banten. Menelan puluhan korban meninggal dunia dan ratusan luka-luka.
2018)
Dari balik layar kaca, terdengar seorang saksi mata menceritakan kronologi kejadian, detik-detik gelombang tinggi menerjang dan menenggelamkannya untuk beberapa menit. Suaranya bergetar. Terlebih saat menuturkan, bahwa anak pertama dan sang istri terbawa gelombang, terjepit diantara puing-puing bangunan yang ikut terbawa arus. Hilang beberapa waktu. Sang anak selamat. Sedangkan istri terkasihnya kemudian ditemukan sudah dalam keadaan tidak bernyawa.
Beberapa waktu lalu, gempa dan likuifaksi juga menimpa Palu dan Donggala. Meratakan tanah, rumah, bangunan dan seisinya. Merobohkan segala yang kokoh. Menelan dan melumat yang ada.
Seorang bapak kehilangan seluruh anggota keluarga. Mencarinya kesana kemari, yakin mereka masih ‘ada’. Dan mungkin masih bisa dia selamatkan. Alhamdulillah kemudian beliau menemukan suara sang anak. Iya. Hanya suara. Yang terdengar dari balik reruntuhan beton-baja bangunan. “Pak, tolong adek!”
Berjam-jam dia berusaha. Tapi akhirnya sadar tidak ada yang bisa diperbuat.
Ah, ada. Dia kemudian menuntun anak tercintanya... melantunkan lafaz La ilaha illallah (dalam tangis terisak). Perlahan, sang bapak menuntunnya, terus... hingga tidak ada lagi suara yang terdengar. (Saya tidak sanggup menahan air mata saat menulis ini. Saya hanya sanggup menonton sekali saja video ketika sang bapak menceritakan kisahnya itu pada wartawan).
Innalillahi wa innailaihi roji’un.
Sejatinya Allah sedang ‘mengambil’ yang sudah Dia pinjamkan. Kita, sebagai ‘si peminjam’, sudahkah mempersiapkan diri untuk saat-saat seperti ini? Duka pengingat diri, begitu saya menyimpulkan.
Karena kemarin seorang bapak kehilangan anak tercintanya, hari ini seorang suami yang kehilangan istri terkasihnya, bisa jadi kemudian hari kita yang akan kehilangan seseorang atau sesuatu yang sangat berharga bagi kita. Karena sejatinya segala yang kita punya adalah pinjaman dari Allah subhanahu wata’ala.
(Silabuhan Aceh Singkil,23 Desember