Belakangan ini kaum ini perempuan di daerah pinggiran atau pedalaman sering terabaikan, atau semakin termarjinalkan. terbatasnya ruang gerak mareka bila di bandingkan dengan mareka yang diperkotaan memuncullkan anggapan bahwa mareka tidak berdaya dan mandiri. spekulasi ini dimunculkan cuma semata dilatar belakangi dari mana mareka berasal. kecenderungan menilai lebih maju, lebih pintar, trendi dan lebih gaya maka lahirlah asumsi kebanyakan orang bahwa perempuan didesa tak berkualitas dan berdaya.
perspektif tersebut penilaiannya hanya dari segi pergaulan saja, sama sekali tak berujung kepada bagaimana kualitas kehidupan yang lebih sopan, primitif, dan bersahaja. tidak seperti yang berdomisili di perotaan atau daerah maju yang ebih kepada kehidupan yang glamour atau hura-hura.
Asumsi di atas hanya perbandingan semata tentang pola hidup dua wanita berbeda lokasi walaupun pada dasarnya tetap memiliki pangkat dan derajat yang sama dalam semua sisi. diskriminasi terhdap perempuan terus berlanjut sampai saat ini meski tuntutan persamaan hak dan kewajiban terus disuarakan dimana-mana. hal tersebut mengacu masih tingginya angka diskriminasi terhadap kaum perempuan dalam berbagai hal. seperti pada kasus kasus yang menimpa perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga baik dalam negeri maupun yang mejadi Tenaga kerja Indonesia diluar negeri. yang kerap menjadi korban keberingasan para majikan terutama kaum lelaki.
postingan ini hanyalah secuil kisah perempuan yang terus terpinggirkan hak-haknya berkaitan dengan mementum hari perempuan internasional yang jatuh tanggal 8 maret.
foto dokumentasi/ilustrasi, media online.