Apa kabar bang Usman?
Bagaiman kabar anak kita, Aiman dan Halida? Semoga kalian baik-baik saja disana.

Setiap sore aku selalu sempatkan ke pantai ini menjenguk kalian, pantai tempat terakhir kita bersama. Kubawakan selalu pisang goreng hangat kesukaan abang dan anak-anak. Betapa aku selalu tertawa jika kalian berebut pisang goreng yang aku buat.

Masih sangat jelas kala itu betapa engkau bersemangat mengajak aku dan kedua anak kita ke pantai. Bahkan saat itu kita harus membangunkan kedua anak kita dari tidur siangnya. Kau bilang kita piknik ke pantai, mandi bermain dengan ombak. Bahkan engkau melarangku menghoreng pisang terlebih dahulu. Nanti kelamaan dan kita terlambat, begitu ujarmu.

Meski engkau membonceng kami sambil besenandung riang, sungguh hatiku gusar saat itu. Bahkan aku menolak ikut mandi di pantai ketika kau ajak. Kubiarkan engkau dan kedua anak kita yang mandi. Aku hanya menatap kalian dari sini, di tempat ini.

Sesekali aku berteriak agar kalian tak terlalu ke tengah. Tapi suaraku kalah oleh suara kegembiraan kalian dan deru ombak. Hingga kejadian naas itu menjawab kegusaranku. Tiba-tiba ombak besar datang dan menghantam kalian. Tampak jelas dimataku ombak menggulung tubuh kalian. Ya, di depan mataku kalian lenyap dari pandangan ku. Ombak telah menelan tubuh kalian dan hingga kini belum kembali. Hatiku luluh lantak. Air mata bahkan tak bisa merderai lagi.

Aku hanya bisa berandai-andai. Andai saja kala itu tak kuturuti keinginan mu, tentu tak begini jadinya. Andai saat itu aku ikut mandi, tentu aku bersama kalian saat ini.

Hari demi hari, minggu berganti bulan, kuhabiskan waktu hanya untuk menjenguk kalian. Saat senja menjelang, aku begitu bersemangat menuju pantai, tak lupa kubuatkan pisang goreng kesukaan kalian terlebih dahulu. Meski akhirnya aku harus pulang tak bersama kalian, kembali ke rumah untuk senja esok hari.

Apa kabar bang Usman?
Bagaiman kabar anak kita, Aiman dan Halida? Semoga kalian baik-baik saja disana.