In addition to Serune Kalee, a flute instrument of Seruling, Aceh also has an ethnic musical instrument in Sebut Rapai.
The shape resembles a large Rebana beaten by hand, a traditional ethnic musical instrument focused on spiritual skills in using sharp weapons with various dexterity and testing the guts of the audience.
Players filled with at least 20 men, players compete to demand a circle and be filled with the Caliph (Game Leader). Khalifah or Khali, in defeating the players, the players are waiting for instructions from their leaders by raising high arms while shouting loudly and followed by the sound of Rapai singing followed by Likee (welcome greeting).
When the beating of the grasp starts quickly, the debus begins to show a game with enough ability and courage to use a sharp weapon or burn yourself with a fire that makes every spectator catch his breath. If there is an injury or injury in interest due to an error in hitting Rapai, the Caliph will help by simply wiping the wounded with his hand. In an instant the blood will stop flowing and explode immediately. The show usually lasts until dawn or before dawn.
IND
Selain Serune Kalee alat musik tiup jenis Seruling, Aceh juga memiliki alat musik etnik di Sebut Rapai.
Bentuknya menyerupai Rebana besar yang dipukuli dengan tangan, alat musik etnik tradisional yang difokuskan pada keterampilan spiritual dalam menggunakan senjata tajam dengan berbagai ketangkasan dan menguji nyali penonton. Pemain yang diisi setidaknya 20 pria, para pemain bersaing untuk menuntut sebuah lingkaran dan dipenuhi dengan Khalifah (Game Leader).
Khalifah atau yang juga disebut Khali, dalam mengalahkan rapainya para pemain menuggu instruksi dari pemiminnya yaitu dengan mengangkat lengan tinggi sambil berteriak dengan nyaring dan diikuti oleh suara nyanyian Rapai sekaligus disusul oleh Likee (salam selamat datang).
Ketika pemukulan pegang dimulai dengan cepat, debus mulai menunjukkan permainan dengan kemampuan dan keberanian yang cukup tinggi dalam menggunakan senjata tajam atau membakar diri dengan api yang membuat setiap penonton menahan napas. Jika terjadi cedera atau cedera dalam ketertarikan karena kesalahan dalam memukul Rapai, Khalifah akan membantu dengan hanya menyapu yang terluka dengan tangannya. Dalam sekejap darah akan berhenti mengalir dan langsung meledak. Pertunjukan biasanya berlangsung sampai fajar atau menjelang fajar.
Keren tulisannya.
thank @bismayaput, peuhaba di Los My we