"Adil sedari pemikiran," begitu kalimat sakti yang menjadi panutan dari sang maestro Pramoedya Ananta Toer.
Dalam kesempatan ini, aku ingin menuliskan surat kepadamu wahai yang ku cintai. Meskipun suratku tak seindah tautan kata cinta dari maestro #steeminlove nya bang @bahagia-arbi.
Tapi percayalah, ini ku tulis dengan segenap perasaan yang tulus kepadamu. Wahai kasih yang aku tidak tahu apakah pintumu telah terbuka. Aku ingin mengatakan padamu.
Jempol
Dua jempolku menari-nari
Menekan setiap tombol
Yang terhampar di layar handphone
Mencoba menyusun kata
Wahai jempol
Kanan dan kiri
yang bergantian menari
Menyusun kata tanpa arti
Kenapa kamu, sang pujaan hati, tidak percaya akan cintaku? Tahukah kamu, meskipun aku membagi perhatian dengan orang lain. Meskipun semua ku datangi dalam hasil tarian jempol. Tapi, tetap saja, cintaku padamu tidak akan pernah terbagi.
"Kenapa tidak untukku saja?"
Kamu bertanya padaku dengan kalimat yang sama. Pertanyaanmu selalu sama. Padahal, cintaku tidak beralih. Tapi perhatianku harus terbagi. Percayalah, aku mencintai dengan kata cinta itu sendiri.
Dari setiap perhatian yang kuberikan. Itu semua adalah bentuk kasih sayang sesama manusia. Perhatian itu begitu berat. Karena setiap hari, mereka yang membutuhkan perhatianku semakin bertambah.
Tapi cinta kita tidak akan berpisah kan?
Aku tidak sanggup melihat keluh kesahmu. Tetapi, aku juga bukan milikmu seorang. Wahai kasihku, mengertilah. Bahwa perhatianku untuk mereka adalah pengabdian.
Pahami Aku
Kamu tahu bukan?
Aku juga manusia
Tubuh yang bernyawa
Tetapi tidak kuasa
Kamu tahu bukan?
Aku bukan mesin
Yang bisa memuaskan
Juga memberi jaminan
Cintaku. Setiap kata yang ku tulis. Semua adalah bentuk perhatianku. Sesekali aku mengunjungimu. Bukan berarti tidak mau setiap detik dalam sepanjang waktu kehidupan kita. Ini karena aku harus mejalankan semua pengabdian kasih sayang dan perhatian kepada sesama manusia.
Kasihku.
Tiada sanggup 24 jam waktuku untuk memberimu perhatian penuh. Begitu juga, 24 jam waktuku tidak akan memuaskan ribuan orang yang butuh pengertian dan perhatian.
Kadang-kadang, aku hanya memberi mereka satu kalimat yang terdiri dari tiga sampai lima kata. Ku coba berusaha untuk membagi kata adil. Tetapi, aku juga tidak bisa adil.
Kasihku
Kasihku.
Bantulah diriku.
Yang masih berjuang.
Agar semua sama denganku.
Kasihku.
Semangatilah aku.
Jalanlah bersamaku.
Menjadi pengabdi yang menyatu.
Kasihku.
Buatlah jarimu menari.
Begitu indah di atas cahaya diri.
Membagi perhatian layaknya perhatianku.
Sejenak aku menghentukan dua jempol tangan. Mengambil nafas yang dalam. Ku tahu, apa yang ku tulis belum cukup untuk membuatmu memaafkanku. Aku sadar itu kesalahanku.
Tapi kasihku.
Aku yakin akan takdir. Jika kamu jodohku. Kita akan tetap menyatu. Meskipun sekarang kita tidak bersama. Tapi, suatu saat. Kamu akan berada di posisiku. Menerima setiap perhatian dan membaginya lagi.
Ketika itu. Wahai kasihku. Kamu akan membaca suratku. Yang masih bisa kamu lihat di catatan digital. Dan mungkin, kamu akan sadar betapa usahaku membagi perhatian tetapi tidak dengan cinta.
Saat itu, kamu tidak perlu meminta maaf. Karena bagiku, kamu tidak pernah salah. Hanya saja, kamu ingin aku selalu bersamamu.
Saat itu, kita akan kembali bersatu. Membagi waktu. Memberikan perhatian kepada yang lain secara bersamaan. Mencoba memuaskan setiap yang membutuhkan kasih sayang dalam sajak perhatian.
Selamat menjalani kehidupanmu wahai kasih. Apapun langkahmu. Aku akan tetap menyediakan waktu melihatmu. Mencoba memberikan tanda suka kepadamu. Atau memberimu kata selamat dan semangat.
Nanti, jika kamu sudah mengerti. Percayalah. Aku masih disini menantimu. Kita bisa terdiam untuk berbicara. Kalau tidak bisa. Biarlah tanda cinta yang membantu. Aku menulismu dan kamu menulisku.
Steemian Bersatu Dalam Cinta yang Saling Mengerti dan memahami
Andrian Habibi
The author is a graduate student of Law Faculty of Jayabaya University, Paralegal Association of Legal Aid and Human Rights Indonesia (PBHI), Executive Board of Islamic Students Association (PB HMI) and Indonesian Independent Election Observation Committee (KIPP).
Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Jayabaya, Paralegal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) dan Divisi Kajian & Pendidikan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia.
Cikini, Menteng, Jakarta Pusat
March 30, 2018
Member of KSI Chapter Jakarta
@andrianhabibi
Terus berkreasi saya akan mengamati... saya pantau sepenuh hati, mulai ada kemajuan dari penyajian materi @andrianhabibi
Yaaaaa karena perhatian harus dibagi kepada steemian yang terus bertambah
Ciiiieeeee sudah mulai berpuisi ya sekaraaaang. Mantap. Lanjutkan!
Bener-bener masih belajar. Mau ikutan yang 100 hari. Biar dapat mamfaat lebih banyak. Hahahaha
Banyak kok kontes, Bang. Coba cari pake tag contest or langsung ke topicnya misalnya poetry, fiction. Tapi ya gitu, harus rela luangkan waktu translate.
Iyaaa ribet... maunya ikutan langsung aja... hahahaha
Keren puisinya 👍
Terima kasih. Itu bagian dari nada-nada keresahan yang dibuat dalam kisah sore
Keren @andrianhabibi, santai mengalir tulisannya. Salam
Semoga gaya jni bisa dipertahankan bang
Hahahaaha bisa aja si @andrianhabibi. Kocok terus bro. Puisi menjadi ladang inspirasi ya? Ikut kontes kayak @anggreklestari.
Hahahhahaha semoga dia dan mereka bisa membaca postingan ini