O, sayang, jangan menatap curiga!
hanya karena sepetak kebun kata-kata
saat kuterhuyung pada malam yang alpa—
yang telah menyatukan kita sekarang,
tidakkah kau ingat kisah terkarang—
bahwa cintaku hanya untukmu seorang?
kini, kau dan aku bersendiri—hilang jarak
waktu, berjeda —sidik jarimu mengacak
diam-diam rasa ingin tahu membengkak
selagi merenung kalimat-kalimat bersayap,
rasa penasaran meski jauh, tiada akhir merayap
berjalan menghembuskan nafas di bumi sunyi senyap
kita bisa melakukan, jikalah kau mendekatkan sukma
jauh di lubuk jiwa, di luar rengkuh logika
bunyi bergema, menjadi kata-kata dewa
O, sayang! karena lidah mempermainkan frasa
menggali kuburan massal untuk kata benda genosida
suara erangan di antara belahan bukit dada
monolog liat penggerak mesin revolusi
pada mulanya adalah kata; dan kata itu kita atau kami
tanpa jarak tempuh menghambat laju endemi
katakan sesuatu padaku dengan sederhana
dengan lembut bersahaja, tiada ada curiga
di antara koma ini, dan senyum rahasia.
Bandung, 21 Juli 2018
Image source
Udah lama tidak baca puisi-puisinya Kang @ayahkasih. Mari kita bagikan puisi-puisi lagi...hehehe
Terima kasih, bang @tusroni, kemarin-kemarin lagi jenuh...hahahaha
Puisi ini terasa "maknyus...... "
Terima kasih, kak @imamsembada
puisi yang apik nih
curiga boleh yaaa @ayahkasih nuduh jangan gitu kan?
Aku mau bikin puisi yg kayak gini juga ayah