Hanya ada kopi pahit sisa sesaji tadi malam yang telah basi
Pekat hitam selaksa rambutmu yang bergerai basah seusai mandi suci
Disisirnya helai demi helai dalam helaan napas penuh kecamuk
Sedang tulang rusuk patah dua tertindih malam yang begitu remuk
Kau telah berkelahi antara kewajiban dengan keterpaksaan menempuh perjalanan yang paling hantu
Namun belum sampai pada pucuk rindu
Kecuali keluh dan peluh bersekutu menggerogoti kulit wajah hingga garis kerutan renta
Sedang ciuman di atas sajadah belum sampai pada jawaban cinta
Aku hanya menatap bola matamu yang kian ciut disapa matahari pagi
Tak mampu memberikan jawaban pada pertanyaan yang kau gantung di ketinggian awan
Kecuali aku membaca lekuk pantatmu dalam komik misteri
Tertulis di kertas kusam bahwa sekalipun kau mangsa peradaban hitam namun tetap sebagai kekasih Tuhan
Karena hanya tubuhmu yang habis disesapi syahwat pergulatan
Dan itu bukan tanda sempurna kemelaratan
Ada timbunan kekayaan yang paling berharga
Mesti kau singkap dengan doa dan pertaubatan hingga bahagia terbuka dalam keabadian surga
Kopi basi itu tak mesti kau tunggui lagi
Sebelum hitamnya kian melumut di kesadaran diri
Dan kau, tetap wanitaku yang terseksi, yang paling dicari-cari