Di netraku, kuamati reruntuhan kota dan surau..
Naungan yatim dan janda bersuara parau..
Sedang sanitarium tua dan kandang, kumuh berkarat..
Lapak yang sekarat menanti maut sang Malaikat
Di netraku, kutilik bumi mengawini alufiru..
Darah dan ranah, serupa dua sejoli sedang bercumbu
Terungku dibuka lebar dan berakhir di tungku
Di mana yang tak bersalah, akan terbujur kaku di perapian..
Di netraku, kutengok iblis bernyanyi lantang dengan harpa..
Sedang maut, meraup lugas laksana kilat dipagi hari..
Nisan dan mayat, tergeletak rapi usai yuda berkepanjangan..
Dan nusia? Ia hanya mengkremasinya demi sumber tenaga..
Kusadari independensi tereliminasi oleh dekadensi
Selesa dan edukasi, hanya milik para bakir dan penguasa..
Para budak masih saja menjadi budak di kampung halamannya
Lantas ditinggal menderita di musim dingin penuh haru biru..
Dalam mimpimu, kautilik bentala terkristalisasi oleh abhati..
Di mana tiap swastamita bercak-bercak zulmat yang terpungkasi
Pintaku hanya satu. Jika nanti mimpimu menjadi hal hakiki,
Berlarilah padaku dan wartakan perihal sadiknya sanubari..
Dalam fantasimu, kauintip embusan bayu di metropolitan
Bertiup suam dari distrik ke distrik, mengendapi kemanusiaan yang dimanipulasi..
Pintaku esa jua. Jika nanti fantasimu menjadi nyata, kawan.
Maka kejutkanlah aku sebelum Mair lebih dulu mengejutkanku~
Bireuen, 11 Juni 2018
kata-kata yang sangat bagus dan sangat mendalam sekali
Terimakasih kanda🙏
sama-sama bang
Cap jempol dun.. 😊
Terimong geunaseh kanda🙏
Hahhaa.
Lancar that sang euh. 😁