Kita Hujan dan Kita
Di payung hujan sore hari
Boleh aku terlelap mimpikanmu?
Tidak perlu kata
Biar deras rintik gantikan suara semua rayuan
Kita hanya perlu berpagut bibir lepas gejolak di dada
Biarkan badan basah oleh tetesan tangis mega
Asal tersapu semua kerak di pelupuk yang lama menggenang
Berpelukan hingga malam dingin datang
Biarkan saja
Toh hanya kita berdua yang tahu rasakan
Biarkan gemuruh sekeliling bergemericik
Kita tenang dalam dunia kita
Masih Menanti Esok Lagi
Ternyata ada sedikit getar yang tidak seperti biasanya
Alunan berirama kadang menusuk yang pelik ditelisik
Sebentar lambat
Sering mendayu begitu cepat
Bersenandung tertata dalam kekacauan
Lalu menjelang pagi di fajar temaram
Denting itu jatuh bersama embun di daun keladi
Menggumpal dari tetesan rintik terserap tanah
Suapi kecambah yang mendekam nyenyak dalam buaian
Masih berlanjut di sisa hari
Siang di bawah terik kadang tersaput awan
Sore dibisikan desau risau angin dari segaris cakrawala
Sampai malam datang membawa orkestra bintang yang berbisik
Lama ternyata
Mungkin masih sampai esok lagi
Sampai aku temukan maksud dari nada yang menyapa
Dinyanyikan olehnya yang entah siapa dan mengapa
Wanita Penggulung Rindu
Malam menjadi gulita saat penari merah telah padam
Hanya tinggal netra bersamaku yang belum hendak terlelap
Lalu aliran waktu bagai berbalik melawan arus
Mainkan lagi memori masa itu
Ada sejumput kata masih tertahan
Terbendung gamang tentukan langkah
Sampai tautan jemari mengisi sela yang terbuka
Paksa jangkar hati menghujam palung sanubari
Tidak perlu menyelam di dinginnya teluk tidak berdasar
Karena kau telah berpangku karang dimandikan gemerecik ombak
Menatap teduh di bawah arakan mega hitam
Ulurkan tangan dengan segurat senyuman
Undangku turun untuk masuk dalam pelukan
Nikmati bersama gulungan samudera yang terkadang tenang
Berselimut buih yang meletup dijerang terik mentari
Bersenandung kecil diiringi kicau unggas laut
Sampai waktunya pasang berganti surut
Aku pejamkan mata agar tersapu habis sampai di situ
Cukupi sudah biar yang manis saja terkecap dalam bayang
Kubur getir yang pernah jadikan puing lewat sapuannya
Karena kutahu kau juga tak akan pernah lupakan
Walau kini sudah bersemayam tenang di balik awan
Kamu Tanyaku
Selenting yang sudah berlalu
Setumpuk residu mesti terbawa lama
Sejenak tautkan tangan
Sewindu kurasa berusaha menjangkau
Apa kabar hati yang kau bawa berlalu?
Masikah terikat melengkapi satu sisimu yang kutawan?
Apa resonasi lembut itu tetap mengalun?
Masikah kau mainkan dikala sendu menanti dalam sunyi?
Katarsis Kita
Dan aku terbaring
Di bawah redupnya langit tak lagi terik
Diguyur rinai mendungnya mega
Tersapu aliran gelombang katarsis
Sampai bermuara di tengah riak
Terapung tergantung
Mengambang di kelamnya lautan keheningan
Nantikan seberkas membias gelap
Hadirkan sepasang dara membawakan nada-nada
Sepetik keniscayaan yang indah
Untuk sejenak serukan kepada dinda
Tentang bait-bait yang sedang kurenda
Menggapai sebuah semesta rencana
Kita
Re-Kun
Indonesia, 09-12-2016
Sajak ini pernah diposting sebelumnya di sini
Sajakmu membuat hati kaum hawa meleleh @re-kun...
Masa sih... Buktinya sampai sekarang aku belum bisa melelehkan hatimu...
Puisi nya keren
Makasih, @gethachan... 😊
Masama