Langitku mendung.
Tak ada sedikitpun semburat sinar.
Ketika gumintang berpamit untuk sesaat jingganya meredup.
Seolah kulihat purnamaku lemah terbaring di peraduan malam.
Sepi. Aku kehilangan hangat cahaya. Kemudian kudengar lirih napas dari embusan di antara selimut awan.
Bukan. Ia bukan merintih sakit. Meski lemah suara, tak hilang kemerduan sebuah kesan bahwa ia akan tetap berjuang. Ya. Berjuang demi terang yang lama ia inginkan. Ada isak di sela sunyi. Senada tiap jengkal doa pernah ia pahat di relung matahari. Kisi-kisi mimpi yang lama membayangi.
Masih saja diam-diam tersimpan dalam brankas angan.
Purnamaku tak akan biarkan gerhana, menghalang bak tirai hitam.
Misteri alam biarlah berlalu lalang.
Esok purnamaku janjikan kembali bersinar ....