Demokrasi ala gule pliek

in #politik7 years ago

DEMOKRASI ALA GULEE PLIEK

Gulee pliek tak hanya diminati di dalam negeri, tapi di negara jiran, makanan khas tradisi indetu itu juga tersedia. Mengenal Aceh juga mengenal gulee pliek, masakan yang diracik dari komposisi sangat lengkap. Campuran rempah dan sayuran itu di antaranya oen muling, boh cawing, rebong kala, kuet-kuet, camplie putiek, boh mulieng serta beberapa campuran lainnya.
Gulee pliek menjadi makin lezat jika dicampur ikan asin. Inilah yang mengingatkan setiap orang ketika mendengar Aceh pasti terkenang gulee pliek.
gulee pliek yang dulunya hanya makanan saji di kampung-kampung, saat ini telah merambah ke kota-kota besar. Dengan keanekaragaman sayur-sayuran siap untuk dihidangkan bagi pecinta masakan gulee pliek.
Isitilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Demokrasi dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi juga sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan hukum. Dari sini kemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti egalite (persamaan), equality (keadilan), liberty (kebebasan), human right (hak asasi manusia). Secara normatif, Islam menekankan pentingnya ditegakkan amar ma’ruf nahi munkar bagi semua orang, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun sebagai pemimpin negara. supaya terwujud masyarakat yang aman dan sejahtera. Dalam realitas sejarah Islam memang ada pemerintahan otoriter yang dibungkus dengan baju Islam seperti pada praktek-praktek yang dilakukan oleh sebagian penguasa Bani ‘Abbasiyyah dan Umayyah. Tetapi itu bukan alasan untuk melegitimasi bahwa Islam agama yang tidak demokratis. Karena sebelum itu juga ada eksperimen demokratisasi dalam sejarah Islam, yaitu pada masa Nabi dan khulafaurrasyidin (lihat Mahasin, 1999:31). Sumber: Drs. M. Zainuddin, MA.
Namun yang menarik jika kita anologikan antara gulee pliek dengan pesta demokrasi ditahun 2009, khususnya di Nanggroe Aceh darussalam ditandai dengan bermunculnya partai nasional bak jamur setelah hujan. Begitu juga partai lokal yang mulai subur bak lumut yang berkembang di tempat-tempat lembab. Sejenak anda menerawang sembilan bulan yang akan datang, ketika partai nasional dan partai lokal bertarung di pesta demokrasi Aceh ditahun 2009, akan seperti apa wajah demokrasi di Aceh? Tentunya akan meriah sebagaimana semaraknya gulee pliek dengan selusin partai lokal dan Partai Nasional di dalamnya.
Mencoba menelaah Demokrasi Aceh dimana menjadi buah bibir pembicaraan komponen masyarakat, bahkan menjadi sarapan para aktifis, birokrat, budayawan, seniman, politisi bahkan masyarakat biasa tidak ketinggalan, uniknya lagi masyarakat awam sekalipun menjadi ahli dalam menganalis dan memprediksi apa yang bakal terjadi di demokrasi Aceh, sama halnya berada ditengah orang menyantap gulee pliek tidaklah enak tanpa mencoba dan menikmati kelezatanya. Partai lokal yang notabene mengusung visi dan misi memajukan daerah Aceh? Agak sulit memprediksikan karena demokrasi di Aceh serupa meramal kapan terjadinya gempa bumi. Akan tetapi ada satu hal yang dapat diambil pelajaran pada demokrasi 2006 lalu, yaitu berlangsungnya proses demokrasi dengan damai.
Dalam pandangan politisi dan pengamat ini adalah awal kebangkitan dari sebuah perwujudan demokrasi yang lebih baik di tambah lagi dengan keinginan dari masyarakat yang ingin membangun Aceh dengan memilih jalur politik sebagai kendaraan, sebagai masyarakat yang mencintai damai dan demokrasi kita harus memberi apresiasi yang setingi-tinginya dengan harapan tidak di salah gunakan dalam membangun aceh yang bermartabat.
Beberapa partai lokalpun sudah siap meramaikan pesta demokrasi tersebut, iya hanya menunggu verifikasi. Ibarat memasak gulee pliek bumbunya sudah tersedia, tinggal bagaimana mencampurkannya supaya enak di lidah penikmat gulee pliek. Tentunya dikiaskan untuk merebut hati rakyat, serta membawa aspirasi rakyat ke parlement(legislatif).
Ibarat gulee pliek, ini baru di campur oen mulieng dan oen cawieng rasanya belum terasa nikmat kalau belum di campur dengan reuboeng kala, kuet-kuet dan beberapa sayur-sayuran lainya. Artinya tanpa partai nasional demokrasi Aceh kurang meriah sebagaimana meriah dan lezatnya gulee pliek.
Beberapa Partai politik nasional pun sudah siap meracik menu sehingga diminati oleh penikmatnya, Maka wajah demokrasi Aceh akan sangat meriah, yang pasti sangat istimewa di banding daerah manapun di seluruh Indonesia.

Semua visi dan misi partai politik itu baik, Partai nasional dan lokal yang akan bertarung dalam politik praktis nantinya, harus mampu memberikan politik rakyat yang sehat dan beretika sehingga politik Aceh menjadi model bagi daerah lain.(sumber serambi 17-11-2007). Dengan harapan kita tidak hanya mengisi ruang politik, akan tetapi dapat di jadikan sebagai salah satu bagian penyelesaian konflik yang komprehensi di bumi serambi mekkah.
Coba anda cermati dan rincikan apa persamaanya gulee pliek yang terdiri dari berbagai campuran sayur-sayuran dikaitkan dengan demokrasi Aceh.sekilas pasti beda yang satu masakan khas Aceh dan dapat membuat kenyang, dan yang satu adalah alat untuk menuju perwujudan masyarakat ke arah yang baik.

Namun jika kita menalaah lebih dalam ada persamaan keduanya campuran oen muling, boh cawing, rebong kala, kuet-kuet, camplie putiek, boh mulieng dan beberapa campuran lainya di ibaratkan beragam parlok dan parnas yang bersatu dalam satu wadah bernama demokrasi.
Pasti terasa enak, sehingga yang mencicipinya pasti akan terkenang kelezatanya. Harapanya Jika politik praktis yang dapat memberikan politik rakyat yang sehat dan beretika maka apa yang menjadi keresahan selama ini akan di tapik oleh keragu-raguan terhadap demokrasi yang akan berjalan di Naggroe Aceh darussalam sehingga perdamaian yang abadi akan tercipta di bumi serambi mekkah, pilihan boleh beda ada yang suka boeh mulieng tapi juga ada yang suka boeh cawieng.Semoga demokrasi ala gulee pliek Aceh menjadi contoh bagi daerah lain

Salam steemit
Semoga tulisan ini bisa dinikmati

Sort:  

Great post, nice work done !! followed and upvoted you. if you like inspirational stories, please follow me!!

oke thank you

Congratulations @birbales! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :

Award for the number of upvotes received

Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here

If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

By upvoting this notification, you can help all Steemit users. Learn how here!

upvote. end thanks for you attention