Menjadi pendengar yang baik atau pembicara yang bijak

Musbir- Saya ingin memulai tulisan ini dengan mungutip apa yang pernah disampaikan oleh Bernard M Baruch, yang bunyinya begini, "Orang-orang sukses yang saya kenal adalah mereka yang lebih banyak mendengarkan daripada berbicara."

Mendengar dan berbicara merupakan dua hal yang melekat dalam interaksi manusia. Hanya saja, ada banyak sekali dari kita yang cenderung lebih sering berbicara daripada mendengarkan.

Seorang teman saya pernah berujar, bahwa berbicara hanyalah menyampaikan apa yang kita pikirkan ataupun mengulangi apa yang sudah diketahui. Sedangkan mendengarkan, seseorang lebih sering mendapatkan sesuatu hal yang baru.

Dalam kehidupan sehari-hari, rasa-rasanya kita lebih mudah menemukan pembicara yang lihai daripada pendengaran yang baik. Keduanya memang memiliki kelebihan masing-masing. Tetapi, menjadi pendengar yang butuh perjuangan yang ekstra.

Saat mendengarkan, jiwa kita dituntu(n)t untuk dewasa, menekan ego sendiri, dalam artian kita diharapkan sabar dan tenang saat mendengarkam orang lain. Nah, proses itulah yang paling mahal selain harapan lawan bicara untuk mendapatkan solusi dari kita.

Sering kali, saat mendengarkan, ada sesuatu hal yang bahkan kita semua sendiri sudah lebih dulu mengetahui. Titik itulah yang akan menguji kebesaran hati seseorang, untuk tidak memotong pembicaraan apalagi mengaku "ah itu udah duluan aku tahu". Jika seseorang bisa melewati fase itu, sungguh ia sudah mendapatkan laba dari pada menjinakkan rasa takabur yang kerap mengrogoti hati maupun pikiran.

Apapun itu, yang terbaik ialah yang bisa menguasai dua hal, baik berbicara ataupun mendengar. Hanya saja, seperti, akhir-akhir ini kita kekurangan pendengar yang baik lagi arif. Maka, jika boleh berharap, perbanyaklah mendengar. Dengan begitu, kejiwaan dan nalar kita akan jauh lebih meningkat kadarnya. Semoga!