Gayo Press Coffee dan Giok Nephrite

in #realityhubs5 years ago

Menikmati french press coffee Gayo dan cerita bongkah batu mulia giok nephrite di Negeri Malem Diwa, ada saja kesan yang membuncah setelahnya.

Setiap saya akan ke suatu daerah, sebelum berangkat saya akan menghubungi rekan-rekan di daerah itu, sekedar menjumpainya, bertegur sapa dan minum kopi bersama, terus bercengkrama, sebelum melanjutkan perjalanan. Silaturrahmi tanpa batas waktu.

Begitu juga ketika saya akan berangkat ke Gayo Lues, mendampingin tim Humas Pemerintah Aceh meliput kunjungan Gubernur Zaini Abdullah ke lokasi bencana alam, tanah longsor di Tangsaran, Kabupaten Gayo Lues. Sebelum ke negeri Seribu Bukit tersebut kami terlebih dahulu melewati Takengon, Aceh Tengah, dan berencana singgah di sana.

Coffe Times.jpg
Gayo press coffee foto

Segera saya menghubungi Idrus Saputra, kawan jurnalis yang saat itu sudah beralih menjadi aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jangko, sebuah lembaga yang bergerak pada isu-isu pencegahan dan pemberantasa korupsi. Saat itu lagi heboh-hebohnya batu giok di Aceh, dan Idrus Saputra sedang menggandungri hal tersebut. Pria yang sering kami sapa dengan panggilan Ados ini berbisnis giok.

“Dos, nanti sore saya tiba di Takengon, kita ngopi, jangan lupa bawa giok,” pesan saya padanya ketika baru berangkat dari Banda Aceh. “Siap, kalau sudah sampai Paya Tumpi nanti kabari lagi ya,” ujarnya. Paya Tumpi adalah sebuah desa di pinggiran kota Takengon, kini Idrus Saputra menjadi kepala desa alis reje kampung tersebut.

Sore hari kami tiba di Takengon, sesuai pesan Ados, saya mengabarinya. Ia masih di rumah dan memintaku untuk memilih warung kopi mana saya yang kusuka di Takengon, ia akan menyusul. Soal pilihan saya serahkan pada kawan-kawan dari Humas Pemerintah Aceh, yang akhirnya memilih sebuah warung kopi pinggir jalan, meski kecil untuk ukuran warung kopi, tapi dekorasinya minimalis dan modern.

Kawan saya memilih minum espresso, kopi yang diekstrak dengan menggunakan mesin penyeduh bertekanan tinggi. Saya memilih press coffee, kopi yang disajikan dalam teko bening yang dikenal sebagai french press. Aroma kopi menyeruak di warung itu, kopi yang digunakan benar-benar segar dan baru.

Pelayan membawa teko french press berisi kopi dan seteko kecil air panas ke meja saya. Saya menikmati aromanya. Kopi dalam French press masih sangat kental, pelayan memberitahu saya untuk menuang air panas dari teko satu lagi sesuai selera. Jadi selera dan kekentalan kopi bisa kita atur sendiri. Jika kita ingin rasa kopi yang kuat dan kental, bisa tambah bubuk dan kurangi airnya. Untuk menjaga kualitas dan aroma suhu air juga harus pada takaran yang tepat.

Ados_nephrite jade 75 kg.jpg
Idus Saputra alias Ados dengan batu giok nephrite seberat 7,5 kilogram foto

Pelayan memberitahu saya untuk mendiamkan dulu kopi dalam teko french press itu beberapa saat, agar bubuk kopi masak dengan sempurna, lalu aduk perlahan dan nikmati selagi masih panas. Jangan biarkan lama-lama, karena akan membuat rasa kopi jadi asam dan pahit. Saya benar-benar menikmatinya.

Ketika lagi asyik menyerumput nikmatnya press coffee Gayo itu, Idrus Saputra datang. Tapi aku tak melihat ia membawa giok. “Mana?” tanyaku penasaran. “Ngopi nomor satu, giok nomor dua,” katanya. Ados memesan kopi yang sama denganku. Lalu kami pun larut dalam canda, mengulang kisah-kisah lama, mulai kisah ketika kami sama-sama mengikuti pendidikan jurnalistik di Lembaga Pers Doktor Soetomo, Jakarta, hingga kisah sebuah puisi dan cintanya yang kandas dengan seorang gadis bermata biru.

Senja mulai turun di negeri di atas awan itu, kami masih saja larut dalam canda dan tawa, hingga kemudian disadarkan oleh suara azan dari menara masjid di tengah kota. Kami meninggalkan warung kopi itu, sangking larutnya dalam obrolan, baik saya dan Ados sama-sama lupa tentang janji giok si batu mulia.

Ketika mobil akan melaju ke jalan, seseorang kemudian mengetuk pintu. “Tunggu dulu,” katanya tergesa-gesa, dia ternyata Ados. Ia juga baru sadar tentang janji giok tersebut. Aku membuka pintu mobil, dan sebongkah batu giok berpindah tangan, dari Ados kepadaku.

Tak sabar aku untuk melihatnya, begitu juga dengan rekan-rekanku dalam mobil itu. Ketika kubuka, sebongkah batu berwarna hijau menyedot perhatian kami. Zulkarnaini fotografer Humas Pemerintah Aceh menyinarinya dengan senter dari punggung korek api, “Waw, kualitas nomor satu, ini harus dibelah dan dibagi,” katanya takjub. Lengkap sudah kebahagiaan malam itu, menikmati kopi Gayo kualitas premium di negeri Gayo sendiri, dan mendapat sebongkah batu giok nephrite bermutu manikam.


Posted on RealityHubs - Rewarding Reviewers
Sort:  

Hello @isnorman!

Thanks for contributing to the reality hubs community. I understand that this is a review of Gayo press coffee. However, I think your review isn't focused. If you're reviewing Gayo press coffee, then you should focus more on it. Thanks for understanding.

Please read our posting guidelines.

Please ask us questions on Discord

[RealityHubs Moderator]


Posted on RealityHubs - Rewarding Reviewers