Tulisan ini, saya tulis berdasarkan kasus yang terjadi pada saat DOM Aceh. Dan saya mengambilnya dari buku bacaan yang saya temukan..!!
Tahun 2012 di jakarta, berkeliaran tanpa KTP dapat berujung pada ancaman kurungan 2 bulan atau denda 2 juta rupiah. Tetapi pada awal masa Darurat Militer di Aceh, tidak mengantongi KTP dapat berarti kehilangan nyawa.
19 agustus 1999, sampoiniet, Aceh Jaya. Mustajab M. Yunus, 32 tahun, pulang ke Woyla dengan menumpang Mitsubishi L 300. Ia bertanam cabe merah di lampoh (kebun) dan hari itu menengok keponakannya di Lamno. Rute seperti itu sudah biasa ditempuhnya. Pergi pagi, sorenya sudah kembali. Sebab itu, Wardiati, istrinya, tenang-tenang saja ketika sang suami pamitan.
Namun hari itu L 300 yang ditumpangi mustajab dihentikan tentara di lhok kruet. Jalur jalan disitu menembus padang pohon nipah dan menyusuri pantai yang sepi. Para penumpang diminta turun, kemudian aparat memeriksa identitas mereka. Sial bagi mustajab, ia tidak memiliki KTP. Ia digelandang ke koramil di teunom, sekitar 82 km dari lhok kruet.
Hari itu, pukul tiga siang tiba-tiba saya merasa gelisah, tidak enak hati. Pikiran tidak tenang. Ternyata benar, tahu-tahu ada yang datang memberitahu bahwa suami saya ditangkap. "cerita Wardiati, istri Mustajab." Esoknya saya dan pak cik langsung berangkat ke teunom. Tapi di Koramil saya tidak diberi kesempatan untuk bertemu dengan suami saya. Kata mereka disana, suami saya tidak ada disitu. Sudah dibawa ke Kodim di Meulaboh. Kemudian wardiati mendapat informasi dari salah seorang warga kampungnya, bahwa sebenarnya mustajab ada di Koramil Teunom.
Namanya Iwan. Dia juga sempat ditahan di Koramil. Di sana dia ketemu dan bercakap-cakap dengan suami saya."Sambung wardiati." kata Iwan dia di tahan karena memberi tumpangan pada seorang tentara. Setelah turun dari mobil PLN yang dikemudikan iwan tentara itu hilang, tidak kembali ke Markas.
Berdasarkan informasi iwan, wardiati yakin suaminya ditahan di teunom. Karena itu seminggu sekali ia berkeras mengirimkan kebutuhan hidup, berupa makanan, pakaian, juga rokok. Ini dilakukannya hingga tiga bulan lamanya. Sampai kemudian dilarang oleh petugas yang biasa menerima kiriman tersebut.
Saya tak boleh mengirim baju dan makanan lagi untuk suami saya. Alasannya, nanti tentara lain marah.
Selain itu, ada seorang tentara mengatakan bahwa Mustajab di Meulaboh dan menyarankan agar wardiati menjenguk ke sana saja. Nama tentara itu Tarigan, ujar wardiati. Ia mengikuti saran itu, pergi ke kodim Meulaboh. Disana dia menanyakan Mustajab.
tidak ada. kalau mustakir, ada. Itu kata petugas jaga di kodim, menyahuti tanya wardiati.
Kala itu masa Referendum II. Para petugas di kodim mengatakan bahwa Mustajab dibawa arus massa yang menuntut Referendum. Menurut cerita jailani, seorang kenalan wardiati yang menjadi tahanan di Meulaboh, sebelum kedatangan massa penuntut Referendum, tangan para tahanan di ikat, dan mata ditutup dengan kain hitam. Lalu mereka dibawa entah kemana. Jailani sendiri dipulangkan ke kampung.
Waktu itu ada sweeping dimana-mana. Saya tidak berani mencari suami saya. Tutur wardiati. Dia masih menyimpan keyakinan, bahwa suaminya ada di Meulaboh.
Selewat masa genting Referendum II, tersebar kabar tentang penemuan empat buah drum berisi mayat.
Mayat-mayat itu dicor dengan semen di dalam drum. Saya diberitahu orang bahwa jenazah suami saya konon berada di dalam salah satu drum itu. "kenang wardiati getir." tapi saya dan keluarga tidak bisa memastikan. Lalu ada berita tentang penemuan mayat lain, yang disimpan di rumah sakit. Ciri fisiknya mirip suami saya. Saya berangkat kerumah sakit untuk melihat. Ketika saya melewati lokasi penemuan drum, saya mendapat "getaran" aneh. Semacam kontak batin. Mungkin memang benar dulu itu ayah anak-anak saya ada di cor di dalam drum.
Tapi tak ada yang tahu pasti, wardiati membuat warung kecil-kecilan untuk menyambut hidup.
Kalau saja anak-anak tahu dimana kubur ayahnya, rasanya penderitaan kami akan agak berkurang. Tapi itupun tak kami miliki. "kata wardiati, menutup cerita. []
kasus mustajab m.Yunus
Sebagaimana yang dituturkan wardiati kepada kontras aceh.
The Tree of Life, or Etz haChayim (עץ החיים) has upvoted you with divine emanations of G-ds creation itself ex nihilo. We reveal Light by transforming our Desire to Receive for Ourselves to a Desire to Receive for Others. I am part of the Curators Guild (Sephiroth), through which Ein Sof (The Infinite) reveals Itself!
The Tree of Life, or Etz haChayim (עץ החיים) has upvoted you with divine emanations of G-ds creation itself ex nihilo. We reveal Light by transforming our Desire to Receive for Ourselves to a Desire to Receive for Others. I am part of the Curators Guild (Sephiroth), through which Ein Sof (The Infinite) reveals Itself!
This post has received a 45.87 % upvote from @steemdiffuser thanks to: @steemram.
Bids above 0.1 SBD may get additional upvotes from our trail members.