Kuliner-Kuliner Akulturasi di Semarang yang Wajib Dicoba

in #semarang8 years ago (edited)

Semarang sebagai kota pelabuhan berbasis perdagangan dan jasa, menjadikannya semacam titik pertemuan berbagai ras dan suku bangsa. Interaksi-interaksi yang terjadi antar mereka menghasilkan beberapa produk-produk budaya, salah satunya adalah produk kekayaan boga atau kuliner. Berikut adalah beberapa dari kuliner-kuliner akulturasi yang wajib dicoba kala singgah di Kota Semarang.

DSC_0139.JPG

SOTO BOKORAN

Siapa yang tak kenal kuliner satu ini? Urusan menu andalan sarapan ini Semarang memiliki ciri khas tersendiri. Kuah bening tanpa santan, kaya rempah dan aroma bawang goreng yang kuat. Hal ini merupakan bukti dari bentuk adaptasi dari kuliner dari Tiongkok, Caudo yang disebutkan dalam buku Nusa Jawa Silang Budaya sebagai asal muasal soto dan pertama kali populer di Semarang!

Soto Bokoran sendiri merupakan usaha turun temurun yang dimulai oleh Bpk. Wahono pada Tahun 1945. Nama Bokoran sendiri diambil dari nama Jalan tempat letaknya sendiri yaitu dijalan Bokoran No. 55 Semarang. Soto Bokoran hanya buka dari jam 06.00 pagi, hingga paling lama jam 2 siang. Dikarenakan banyaknya penggemar soto ini, terutama untuk sarapan di pagi hari bersama keluarga.

DSC_0018.JPG

LOENPIA GANG LOMBOK

Makanan yang satu ini bisa dibilang "Semarang banget", karenanya banyak yang sebut Semarang sebagai Kota Loenpia. Loenpia sendiri berasal dari bahasa Hokkian, Loen yang berarti lembut dan Pia yang berarti kue. Pada awalnya memang Loenpia tidak digoreng, dan sebetulnya banyak juga penggemar Loenpia basah, Loenpia yang belum digoreng. Tidak masalah sebetulnya karena sebenarnya bahan-bahan yang ada sudah dimasak sebelumnya. Isi Loenpia yakni batang bambu muda, biasa disebut sebagai rebung. Nah ini lah tantangannya, bau rebung yang kuat sehingga keberhasilan pembuat Loenpia adalah kemampuannya membuat baunya tidak menyengat namun rasanya tetap gurih.

Loenpia Gang Lombok bisa dibilang pengusaha Loenpia generasi pertama di Kota Semarang. Usaha yang dirintis pada masa kolonial oleh Swie Swie Kiem ini letaknya di Gang Lombok di Kawasan Pecinan Semarang, tepatnya di dekat Klenteng Tay Kak Sie. Loenpia Gang Lombok buka dari jam delapan pagi hingga jam lima sore sebenarnya, tapi seringkali tutup sebelum jam lima karena kehabisan stok.

IMG_2280.JPG

GULE BUSTAMAN PAK SLAMET

Gule Kambing Bustaman merupakan kuliner khas kawasan Pekojan dimana asal nama Bustaman di ambil dari kampung Bustaman. Salah satu pembuat resep asli dari kampung Bustaman bernama mas Iqbal dan merupakan generasi ke 5 penerus pembuatan resep Gule Bustaman. Sampai saat ini ada 5 orang yang masih meneruskan resep asli dari Gule Bustaman tersebut. Hal yang membedakan Gule Bustaman dengan Gule yang lain adalah terletak di cara pemasakan dan resepnya. Gulai Bustaman dalam pengolahan daging kambing di bakar terlebih dahulu baru di masak ke dalam tungku besar dan bagian jeroan beserta kepala di masak tersendiri di campur dengan kunyit demi menghilangkan bau anyir kambing.

Gule Bustaman tidak menggunakan santan, dan untuk membuatnya bahkan membutuhkan campuran 27 macam rempah. Konon, resep 27 macam rempah ini berasal dari perpaduan resep kaum Jawa dan kaum Koja (warga keturunan India dari Gujarat) sehingga tercipta akulturasi dalam resep Gule Bustaman. Gule ini lalu didistribusikan ke beberapa penjaja Gule Bustaman di beberapa lokasi di Semarang. Salah satunya adalah milik Pak Slamet ini yang berada di ujung utara Jalan Pekojan. Gule Kambing Bustaman Pak Slamet buka dari jam delapan pagi hingga jam empat sore.

Nah itu tadi beberapa kuliner akulturasi dari Kota Semarang, yang merupakan bukti bahwa Semarang sebagai kota yang multikultur. Ada beragam jenis lagi kuliner-kuliner khas Semarang seperti Bandeng Presto, Wingko Babat, Roti Gandjel Rel, Tahu Gimbal, Mangut Manyung dan lain sebagainya yang pastinya sangat wajib untuk dicoba kala berkunjung ke Semarang.

Ayo ke Semarang!