Sedikit lega bagi bangsa lebah melihat titik-titik cahaya. Titik-titik cahaya itu adalah kawanan bangsa kungan-kunang. Hadir dengan sendirinya dihadapat bangsa lebah. Mereka menyambutnya dengan sambutan hangat kepada bangsa kungan-kunang. Kedua jenis bangsa ini tidak saling mempermasalahkan perbedaan bentuk tubuh dan kebudayaan masing-masing. Kawanan bangsa kunang-kunang sangat menghormati tuan rumahnya. Begitu pula bangsa lebah juga memperlakukan tamunya dengan baik. Kawanan kunang-kungan diperkenankan menempati sarang bangsa lebah. Harmonis dua jenis serangga dalam satu sarang dan keduanya saling melengkapi. Di kegelapan malam, sarang lebah tampak terlihat bercahaya dari kejauhan.
Tumbu ketemu tutup. Filosofi yang kerap digunakan oleh masyarakat jawa. Filosofi ini tanmpaknya relevan untuk cerita ini. Ibarat tumbuh (jenis wadah) yang bertemu dengan penutupnya, semakin fungsional. Tumbuh yang memakai tutup diibaratkan bangsa lebah banyak mengadopsi tradisi-tradisi dan nilai-nilai bangsa kunang-kunang. Penutup yang sesuai untuk menutupi tumbuh, terdapat kesamaan pola budaya dan nilai-nilai yang hampir mirip diantara kedua bangsa serangga ini. Kesamaan-kesamaan itulah yang membuat cepat terjadinya akulturasi berbagai muatan nilai ekosistem antara kedua bangsa serangga itu. Hadirnya bangsa kunang-kunang banyak menciptakan mutasi-mutasi kebiasaan yang ada di bangsa lebah. Bangsa lebah mengadopsi banyak hal milik bangsa kungan-kunang. Beberapa hal dari bangsa kunang-kunang ada yang telah dipakai secara umum dalam mengatur masyarakat lebah. Bangsa kunang-kunang yang tinggal di sarang lebah mampu beradaptasi dengan baik dengan tradisi-tradisi yang berlaku di bangsa lebah.
Reaksi vusi nilai antara kedua bangsa serangga ini tidak menimbulkan permasalahan di kehidupan mereka. Terdapat dua jenis reaksi vusi nilai yang terjadi di kedua bangsa serangga ini. Pertama, reaksi vusi yang dipicu oleh interaksi saling membutuhkan dalam hal bertahan hidup. Bangsa kunang-kunang ketika berkelana sangat membutuhkan tempat aman untuk bermukim dan kebutuhan cadangan makanan milik lebah. Bangsa lebah yang membutuhkan alat penerang sebagai penunjang proses operasional pengelolaan sumber daya pangan lebah. Secara sukarela bangsa lebah menyambut budaya milik kunang-kunang. Begitu pula kunang-kunang yang secara tulus mengajarkan budayanya ke lebah yang ingin belajar budaya kunang-kunang. Kedua, reaksi vusi nilai yang terjadi karena harapan sebagai serangga yang ingin sama-sama selamat dalam kegelapan alam. Pada vase kedua ini, kedua bangsa serangga ini semakin tinggi intensitas interaksinya disegala aspek kehidupan mereka. Dalam waktu yang singkat, reaksi vusi nilai fase kedua berhasil menciptakan gambaran baru dalam dunia lebah. Sarang yang bercahaya dalam kegelapan alam merupakan satu hal yang telah dihasilkan dari reaksi vusi nilai kedua bangsa ini. Dahulu keberadaan sarang lebah ditandai dengan suara dengungannya, sekarang bertambah lagi dengan ciri pancaran cahayanya yang khas. Namun reaksi vusi ini tidak mengubah ciri-ciri primer yang melekat di kedua bangsa serangga ini, yang lebah tetap sebagai lebah dan yang kungan-kungan tetap sebagai kunang-kunang.
Kedua bangsa serangga ini saling berinteraksi tanpa memperdulikan perbedaan yang ada. Mereka berbaur dalam kebersamaan. Di antara kuduanya tidak ada kencenderungan mengesklusifkan diri, semuanya sama sebagai satu kesatuan masyarakat. Keduanya saling bekerja sama dalam membangun dan menjaga keberlangsungan hidup mereka. Hampir semua divisi atau kelompok dalam satu sarang saling berkaitan, saling menopang, saling melengkapi, dan saling melindungi satu sama lain. Sehingga sarang lebah tampak dari jauh seolah-olah dihuni oleh kawanan hibrida serangga baru.
Sort: Trending