Masjid Beuracan yang berada tepat pada jalan lintas negara Medan-B.Aceh (kanan) ini berada di Gampong Beuracan, Kec. Meureudu, Kab. Pidie Jaya. Masjid ini disebut juga masjid Teuku Di Pucok Krueng Beuracan. Berdasarkan monumen yang terdapat di halaman masjid, dijelaskan bahwa masjid ini dibangun oleh Teuku Muhammad Salim, yang merupakan seorang ulama dari Madinah. Beliau ke Aceh demi mengembangkan syariat islam pada saat itu bersama dengan 2 ulama lainnya. Beliau menetap di hulu sungai Pucok Krueng, sehingga diberikan gelar sebagai Teuku di Pucok Krueng. Untuk mengenang jasa ulama, masyarakat menamai masjid ini sebagai masjid Teuku di Pucok Krueng Beuracan.
Masjid ini sudah berdiri sejak zaman Iskandar Muda. Untuk mempertahankan kekokohan masjid sebagai tempat ibadah, maka mesjid ini selalu direnovasi, sehingga masjid ini masih bisa kita temukan di Gampong Beuracan. Masjid ini juga sudah dimasukkan ke dalam Situs Cagar Budaya oleh pemerintah setempat. Sehingga siapa saja yang datang berkunjung diharapkan dapat melindungi dan menjaga masjid tersebut agar tetap asri dan terlindungi.
Masjid ini masih mempertahankan kekhasan zaman dulu. Dengan dinding yang bercorak dinding Aceh, dan memiliki satu kubah kecil di atasnya. Pada kompleks/halaman yang sama, disampingnya berdiri masjid dengan dengan arsitek modern. Masjid baru ini didirikan tepat bersebelahan dengan masjid antik ini. Kedua masjid ini mengalami kerusakan ringan, akibat gempa Pidie Jaya pada tahun lalu. Di beberapa tempat terdapat dinding dan lantai yang retak. Walau begitu, masjid ini masih juga digunakan oleh masyarakat sebagai tempat beribadat. Baik dari masyarakat sekitar, maupun masyarakat yang sekedar mampir untuk melepas lelah setelah seharian berkendaraan dan menunaikan shalat.
Tepat pada pintu masjid ini, terdapat sebuah guci besar yang sudah di beri pembatas tripleks. Guci ini disebut guci keramat, mengeluarkan air yang bisa menyembuhkan penyakit. Sehingga banyak juga warga yang datang berbondong-bondong mengantri untuk mengambil air. Bernazar agar disebuhkan dari penyakitnya. Banyak juga warga yang hanya sekadar istirahat dan beribadah, ikut minum air tersebut di tempat. Karena tepat di sampingnya juga disediakan gelas-gelas plastik.
Pada dinding guji ini ditempeli sebuah larangan, yaitu larangan bagi wanita untuk mendekati guci tersebut. Karena bagi wanita yang sedang berhaid, maka ketika malam harinya, bagkai tikus mengapung di dalam guci. Bilal masjid mengaku tidak tahu menahu bagaimana bangkai tikus tersebut bisa jatuh ke dalam guci. Yang pasti, bibir guci tersebut di tutup rapat dan hanya sumber air yang mengalir ke dalam untuk memenuhi guci. Sehingga larangan tersebut di tujukan untuk semua wanita, baik yang berhaid atau tidak, demi keberlangsungan dan kelestarian tempat tersebut. Apabila memang mau mencicipi air tersebut, maka hendaklah kaum laki-laki yang mengambil dan mendekati guci tersebut.
Sekian…