Berbanggalah bagi Anda yang Jarang Mandi
Banyak orang yang berpikiran bahwa kebiasaan seseorang untuk tidak mengikuti aturan mandi yang dua kali sehari adalah hal yang salah.
Ya, memang benar. Pastilah semua orang setuju dengan pendapat itu. Bahwa kebiasaan mandi yang kurang dari dua kali sehari atau bahkan sama sekali tidak mandi adalah sesuatu yang buruk. Tubuh yang secara berkesinambungan butuh dibersihkan untuk menghindari penyakit dan kotoran-kotoran, malah tidak dbersihkan untuk kesehatannya. Selain itu, banyak sekali manfaat yang kita dapatkan dari mandi. Salah satunya adalah dengan mandi, kita bisa menetralkan suhu tubuh yang telah menjalani aktifitas seharian.
Bukan rahasia lagi, kalau kegiatan mandi sendiri memang menjadi kebiasaan positif dan baik yang menyehatkan. Sehingga tidak jarang, orang yang tidak mengikuti kebiasaan mandi yang wajar, akan lebih sering dicap sebagai orang yang jorok, bau, dan bahkan berperangai buruk. Memang benar, secara harafiah kebiasaan tidak atau jarang mandi adalah hal yang tidak baik. Tapi apakah dewasa ini, kebiasaan jarang mandi masih menjadi hal yang buruk? Saya rasa tidak sepenuhnya bisa dikatakan begitu.
Jika Anda bingung dengan pernyataan diatas, maka saya akan jelaskan. Bahwa dewasa ini, kebiasaan mandi memang dibutuhkan untuk menangkal penyakit dan menjaga kesehatan. Tetapi, di sisi lain, saat kita akan membersihkan tubuh, kita juga harus menghabiskan elemen terpenting dalam hidup ini yang sampai sekarang masih sulit untuk diperbaharui. Elemen yang saya maksud adalah air. Seperti yang kita tahu, kebiasaan menjaga kesehatan yang kita bina secara turun temurun sudah sejak lama, telah menghabiskan air dalam jumlah yang banyak.
Mungkin jika dibilang tidak bisa diperbaharui, tidak sepenuhnya juga benar. Karena ada banyak air melimpah di Bumi ini, memenuhi hingga duapertiganya. Yang saya maksud memperbaharui adalah membersihkan air kotor yang telah terpakai. Karena seiring perkembangan zaman ke arah yang lebih baik, kita semua sudah mafhum betul. Bahwa penggunaan air dalam kegiatan membersihkan tubuh atau apapun yang perlu dibersihkan seperti piring, baju, celana, dan sebagainya, akan menyebabkan bercampurnya air yang kita gunakan dengan sabun atau detergen. Dengan sifat air yang selalu mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah semua air itu mengalir hingga bermuara ke lautan. Dan tahukah bahwa, air yang kita gunakan itu bisa dikatakan sebagai limbah? Lalu, mereka mengikuti sifat alamiahnya, mengalir dengan air yang mencemari?
Memang, sudah banyak detergen dan sabun yang mengusung unsur ramah lingkungan. Namun, yang harus kita tahu sendiri adalah ukuran ‘ramah lingkungan’ yang digunakan sendiri untuk apa. Apakah ramah lingkungan karena takarannya yang diperkecil? Atau ramah lingkungan berdasarkan standarisasi limbah pabrik? Semuanya harus benar-benar kita ketahui secara jelas.
Dan lagi, yang harus kita ketahui benar adalah zat-zat kimia yang terkandung dalam sabun atau detergen. Contohnya adalah Sodium Klorida. Zat kimia yang bisa menyebabkan panas pada kulit jika bercampur dengan air, tidaklah pernah benar-benar hilang dari detergen ataupun sabun. Bukan hanya itu saja. Masih banyak lagi berbagai macam zat sabun yang bisa mencemari hewan-hewan perairan. Takarannya memanglah diperkecil. Namun apakah pelajaran sewaktu Sekolah Dasar masih kurang untuk mengajari kita? “Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit.”
Lalu jika kita melihat terhadap persaingan bisnis yang semakin ketat, apakah mungkin perusahaan-perusahaan oportunis yang tidak peduli dengan alam ini sebegitu bodohnya untuk membuat detergen atau sabun yang benar-benar ramah lingkungan? Apalah arti alam ini bagi mereka yang memiliki orientasi usaha yang hanya merujuk pada titik keuntungan terbesar semata? Yang ada di kepala mereka adalah, “Mendapatkan laba sebesar-besarnya, dengan pengeluaran sekecil-kecilnya.”, yang ujung-ujungnya, pasti alam ini juga yang kena getahnya.
Dari situ pula, seharusnya timbul kesadaran dari masing-masing pihak akan kerusakan ini sebelum semuanya terlambat. Saya juga tidak bisa menyalahkan siapapun, sebab semua aktifitas sehari-hari ini memang sudah jadi kebutuhan, agar roda kehidupan bisa tetap berjalan. Karena jelas, hidup ini jelas akan berhenti jika semua piring yang kotor tidak dicuci. Begitupula jika pakaian kotor tidak dibersihkan. Semuanya sudah menjadi suatu siklus hidup yang terlalu mengakar dan tak terhindarkan lagi. Lalu apakah dengan tidak mandinya seseorang akan menghentikan kehidupan ini? Saya rasa tidak! Semua tetap berputar seperti sedia kala.
Di sini, saya hanya ingin memperjelas dan bukan ingin membenarkan. Bahwa ada kurang lebih 250 juta jiwa hidup di Indonesia dan selalu menghabiskan air setiap harinya. Bayangkan. Jika saja satu orang menghabiskan satu ember besar air berisi sepuluh liter dalam satu kali mandi, maka air yang dihabiskan dalam sehari oleh masyarakat Indonesia adalah 5 milyar liter per-hari—hasil dari dua kali mandi sehari.
Air sebanyak itu per-harinya tercampur dengan air sabun, lalu mengalir melalui sungai dan lautan sambil mencemarinya. Kalau seperti ini terus menerus, bukan saja tubuh kita yang bersih. Tetapi, lautan dan perairan kitapun akan ikut-ikutan menjadi bersih, bersama transitnya para penghuni laut secara besar-besaran menuju surga.
Benar sekali! Angka-angka yang saya jabarkan memang tidak sesignifikan itu. Ada kemungkinan bisa lebih banyak.
Tetapi, adakah kemungkinan lebih sedikit? Saya rasa tidak!
Jika normalnya ada satu ember air berisi sepuluh liter yang dihabiskan setiap harinya, maka dengan gaya hidup anak muda, yang terbiasa dengan galau, jumlah itu bisa lebih banyak lagi. Mungkin akan menghabiskan sampai tiga ember atau lebih. Lebih-lebih lagi kalau yang ada di kamar mandi adalah seorang bathroom singer—biduan gagal audisi. Lagu galau dinyanyikan terus menerus, dan yang tidak pernah absen dari playlistuntuk dinyanyikan adalah lagu dari Adele(Penyanyi asal Inggris) seperti, Someone Like You. Lagu itu pasti dinyanyikan berkali-kali sampai hati terasa puas. Entah berapa kali dinyanyikan sambil tidak menyadari kalau krannya tetap menyalakan air. Yang ini saya kurang pasti. Tapi bisa jadi, habis tujuh ember berisikan sepuluh liter.
Untuk dari shower sendiri, kasusnya juga sama. Air dibiarkan menyala terus menerus, sambil membasahi ubun-ubun kepala. Saya memang tidak pernah melakukan ini, karena rumah saya bukanlah hotel berbintang. Tetapi, saya tahu persis kejadian ini. Ketika seseorang sedang dibasahi oleh shower hingga seluruh tubuhnya dibasahi oleh kucuran air. Dengan pekikan penuh penyesalan orang itu berkata, “AKU TELAH TERNODA…! AKU DIPERKOSA!”.
Dulu galau semacam ini juga pernah dipopulerkan oleh seseorang setan dengan hastagnya #bershowerlah. Dengan nge-trennya galau gaya bershower ini, air yang dihabiskan juga tidak main-main. Dalam 10 detik, shower akan mengucur dan memenuhi satu gayung. Lalu bagaimana jika itu berlangsung setengah jam? Dalam 1 menit akan terpenuhi 6 gayung air, dan dengan 30 menit, akan membuat 180 gayung air terbuang sia-sia. Bukan main banyaknya air yang dihabiskan. Sungguh pemborosan yang mengecewakan! Bisa-bisa Anak-Cucu kita bermandikan pasir di masa depan.
Bayangkan. Betapa banyaknya air yang telah kita habiskan, telah kita gunakan, dan yang kita buang sia-sia. Kalau kita ambil rata-ratanya jumlah usia produktif, ada sekitar 30%(Usia produktif di Indonesia angkanya lebih daripada ini.) remaja di negeri ini. Dengan hitungan pengurangan 30% dari angka 5 milyar liter menjadi 4,25 milyar liter. Lalu dihitung kembali, 30% penduduk Indonesia yang jumlahnya hingga 75 juta jiwa yang sering menggalaukan diri di kamar mandi. Saya mencoba mengambil nilai rata-rata 4 ember per orang saja—tak sanggup bila mana menaruh angka 10 ember dan tidak mungkin juga dari keseluruhan anak muda kita terserang galau. Lalu dikalikan 2 kali mandi dan 10 liter(satu ember besar). Maka hasilnya adalah 80 liter air perharinya dari anak muda yang galau.
Dengan angka yang sampai 80 liter dan dikalikan jumlah pemuda yang saya ambil sebanyak 30% tadi, kurang lebih 75 juta jiwa, maka akan tercipta angka 6 milyar liter per-harinya! Jumlah yang fantastis bukan? Bahkan cukup fantastis untuk melewati penggunaan air yang dilakukan diluar usia produktif.
Oleh karena itu, perlu kita sadari. Bahwa dalam kegiatan mandi saja, kita sering menghabiskan air sebanyak itu. Lalu, apabila sudah terlanjur begini, siapa yang mau disalahkan? Jelas tidak ada yang bisa kita salahkan. Lagipula, mencari siapa yang salah dan siapa yang benar dengan berniat mencari suatu pembenaran adalah sikap yang kekanak-kanakan. Sudah saatnya kita mencari suatu kebenaran, agar kita bisa terus menjadi lebih baik.
Sesungguhnya, tidak pernah ada kebenaran yang sesungguhnya benar-benar terkandung kebenaran yang hakiki. Tidak juga pula, ada kesalahan di dunia ini yang benar-benar salah dan sepenuhnya menjadi suatu kesalahan. Kesempurnaan sendiri hanya milikNya semata. Disini yang harus dipahami adalah bagaimana kita harus memandang lebih menyeluruh. Melihat dari berbagai sudut pandang. Dan tidak selalu membuat suatu pembenaran semata hanya dari satu sudut pandang yang kita anggap benar.
Kita buat suat kasus yang simpel. Dimisalkan saya adalah manusia yang selalu galau karena cintanya terhadap seseorang selama empat tahun tidak kunjung juga bertepi. Sudah pasti saya punya tingkat galau yang sudah stad. akhir, semacam Kanker Galau. Dengan masuknya saya ke kamar mandi, maka saya akan menghabiskan 160 liter air perharinya. Itu dari 2 kali mandi ang sekali mandinya menghabiskan 8 ember sebesar 10 liter. Sungguh suatu angka personal yang jumlahnya sangat besar!
Lalu bagaimana kalau dimisalkan saya hanya mandi pagi ini? Saya turut ikut serta menghemat 80 liter air hari ini. Seharian tidak mandi akan mendapatkan 160 liter air. Setidaknya disini, disaat orang-orang atau lembaga sosial berkoar-koar untuk melakukan penghematan air atau menggunakan slogan “Gunakan Air Secukupnya.”. Orang yang tidak mandi telah melakukan aksi nyatanya dengan suatu gerakan sosial yang entah kenapa sampai saat ini selalu dinilai jelek dan buruk. Orang yang tidak mandi itu menghemat air!
Q: Lalu apa yang harus kita lakukan? Kita harus tidak mandi untuk menyelamatkan bumi ini?
Tindakan itu jelas salah. Seperti yang saya jelaskan di atas, bahwa mandi atau membersihkan diri sendiri membawa manfaat yang besar bagi tubuh kita. Yang saya ingin tekankan disini adalah untuk berhenti memukul rata kalau tidak mandi adalah tindakan yang buruk. Orang yang tidak mandi juga sebenarnya tidak terlalu buruk, bahkan mereka berhemat air. Mungkin saja mereka punya pilihan lain dalam hidup mereka. Toh, dengan tidak mandinya sekali atau seharian, tidak akan membawa bencana dahsyat atau memupuk bencana dan merusak alam. Kalau masalah badan mereka yang lebih bau, setidaknya mereka belum bau tempat penampungan sampah. Orang yang tidak mandipun mempunyai hidung. Mereka tahu jelas, bisa menghirup rasa yang sama juga. Kecuali, kalau hidung mereka tersumbat biji salak.
Everything happens with a reason.
Artikel sepanjang ini dibuat karena sang penulis yang selalu bingung mau mandi pakai.