Pernikahan adalah sesuatu yang luar biasa. Dengan sebuah kalimat yang disebut ijab kabul, banyak hukum berubah antara dua belah pihak. Hal ini pun bukan sekadar legalitas hukum, tapi lebih dari itu. Begitu pernikahan dinyatakan sah, petualangan baru kehidupan pun dimulai. Maka, nggak salah kalau pernikahan disebut sesuatu yang sakral.
Tentu saja, pernikahan adalah salah satu momen paling membahagiakan dalam kehidupan seseorang. Plus, momen penting dalam kehidupan banyak orang. Maksudku, kayak pernikahan orang tuaku. Jelas aku nggak menghadiri pernikahan mereka. Tapi, pernikahan mereka termasuk momen penting dalam kehidupanku, 'kan?
Begitulah saking mewahnya pernikahan.
Bukan mewah dari segi harta, melainkan dari makna.
Memaknai momen indah, banyak orang ingin merayakannya dengan konsep tertentu. Aku pribadi, kalau bertemu jodoh di dunia ini, berharap bisa merayakan dengan cara sederhana saja. Tagline blog ini saja "Stories from simple life". Hehe.
Zero Waste Wedding
Aku pun banyak mengamati acara resepsi teman-temanku, baik yang mewah maupun yang cukup-cukup saja. Dari sana, banyak hal bisa ditemukan.
Salah satu yang sering menarik perhatianku adalah soal sampah. No offense untuk teman-teman yang sudah menikah, tapi sering kali acara resepsi dihinggapi banyak sampah. Piring dan gelas disposable, tisu yang berceceran, dan yang paling membuatku sedih adalah makanan-makanan yang diambil tapi nggak dihabiskan.
Resepsi pernikahan seharusnya menjadi hari bahagia. Lalu, kenapa harus dihiasi sampah? Hari bahagia kita seharusnya bisa dilakukan tanpa merusak bumi.
Just to remember, pembuatan piring dan gelas sekali pakai perlu banyak energi fosil. Belum lagi, penanganan pasca penggunaan yang juga perlu banyak energi dan berpotensi mencemari lingkungan.
Isu lingkungan memang kompleks. Membayangkan berapa energi fosil yang dibutuhkan untuk piring dan gelas disposable saja sudah ngeri. Belum lagi, ketika mengetahui kenyataan sampah yang menggunung setelah acara. Merinding.
Aku, sih, mau hari bahagia nggak pakai bumbu merinding negatif, nggak pakai rasa bersalah terhadap bumi. Bahagia, ya, bahagia.Makanya, konsep resepsi pernikahan minim sampah sangat diperlukan.
Berdasarkan pengamatanku, untuk membuat konsep ide resepsi pernikahan zero waste nggak begitu sulit. Tinggal mengganti beberapa hal dari konsep. Mungkin butuh personel lebih banyak untuk beberapa hal, tapi anggap saja berbagai rejeki. Yang pasti, sebisa mungkin keberadaan konsep zero waste nggak bikin ribet tamu atau keluarga.
Untuk betul-betul nol sampah mungkin agak mustahil. Siapa, sih, yang bisa memaksa tamu menghabiskan makanan kalau tamu itu memang sudah nggak ingin? Lagian, bisa saja tamu tanpa sengaja menemukan sesuatu yang membuat alergi dan baru sadar ketika sudah di piringnya. Masih banyak juga kemungkinan lain yang bisa terjadi.
Walau nol sampah banget mungkin impossible, minim sampah alias mengurangi potensi sampah masih mungkin.
Aku, sih, kebayang hal-hal berikut. Nah, ini ide resepsi pernikahan zero waste versiku.
Tempat Acara
Baik tempat indoor maupun outdoor, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Indoor:
- Bebas hujan (+)
- Lokasi banyak pilihan (+)
Misalnya, Grand Galaxy Convention Hall (GGHC), gedung pernikahan terbesar di Bekasi. Jaraknya nggak begitu jauh dari Jakarta. Lokasinya pun nggak sampai 30 menit dari Stasiun Kranji dan Stasiun Bekasi. Cocok kalau menikah dengan orang Jakarta/Bekasi atau tamu yang diundang kebanyakan dari Jakarta/Bekasi. Gedung yang besar juga biasanya terkenal, jadi driver online lebih mudah menemukan.
Grand Galaxy Convention Hall
- Perlu AC (-)
- Perlu lampu (-)
Outdoor:
- Khawatir hujan (-)
- Biasanya lokasi sulit dijangkau (-)
- Nggak perlu AC (+)
- Nggak perlu lampu (+)
Kalau aku, kalau disuruh milih, aku mau indoor, sih. Alasanku:
Pertama, soal hujan. Aku nggak mau mengharapkan nggak hujan. Hujan adalah hal baik. Nggak boleh sampai terbersit, "Yah, sayang banget hujan." Naudzubillah juga pakai pawang hujan. Di agamaku itu, sih, nggak boleh. Masa sesuatu yang baik seperti pernikahan dibalut sesuatu yang tidak disukai Tuhan?
Kedua, soal akses. Akses yang mudah termasuk bentuk penghargaan terhadap tamu. Apa lagi, kalau ada tamu dari luar kota. Sudah minta datang, sebaiknya memberi kemudahan. Dan, kalau bisa, mudah dijangkau kendaraan umum juga. Climate change akibat polusi kendaraan itu real banget.
Kalau soal AC dan lampu, kalau acara masih siang masih bisa, deh, disiasati walaupun indoor.
Dekorasi
Paling enak memang kalau venue memang sudah cantik dari sananya. Tapi, sering kali butuh juga tambahan dekorasi tertentu. Dekorasi paling umum dan mudah adalah bunga.
Supaya minim sampah, bisa pilih bunga artifisial saja kalau tim dekorasi mempunyai stok bunga tersebut. Bunga artifisial bisa dipakai berulang. Tapi, kalau tim dekorasi nggak punya stok bunga artifisial, bunga asli pun nggak apa-apa. Mau sok-sokan membeli bunga artifisial lalu dihibahkan ke tim dekor pun belum tentu terpakai lagi. Belum tentu calon mempelai lain mau memakai bunga artifisial.
Jadi, kalau memang akhirnya memakai bunga sungguhan, setelah acara, langsung kumpulkan semua. Bunga-bunga tersebut bisa dijadikan kompos. Kalau nggak muat di wadah kompos sekaligus, bisa dibuat beberapa batch. Toh, bunga nggak akan bikin bau walau ditaruh di luar.
Dekorasi lain selain bunga, sudah pinjam tim dekorasi saja.
Sudah zamannya pernikahan impian bukan sekadar seperti negeri dongeng, tapi pernikahan yang melindungi bumi.
Bunga di resepsi pernikahan teman
Makanan
Kumpulkan sisa diambil tapi tapi tidak termakan. Jadikan kompos. Titik.Makanan lain yang masih belum tersentuh, bisa disumbangkan.
Selain itu, aku juga punya pikiran ekstrim, sih: nggak menyediakan makanan prasmanan. Cukup gubuk-gubukan saja dan porsinya kecil.
Soalnyaaaa, makanan prasmanan adalah biang mubadzir. Sering kali ada yang mengambil sepiring, yang dimakan hanya beberapa sendok.
Makanannya nggak mesti makanan ala gubuk-gubukan, bisa juga sekadar capcai yang sudah dibagi menjadi porsi kecil. Mirip salad, 'kan?
Kalau venue besar seperti Grand Galaxy Convention Hall, tinggal taruh gubuk-gubukan sesuka hati.
Grand Galaxy Convention Hall
Kalau venue terbatas pun bisa diakali. Nggak perlu terlalu banyak juga makanan, deh. Untuk membuat lebih berkesan, bisa dibuat tematik, misal hanya menyediakan makanan ala healthy lifestyle. Ingat gula darah. Hehe.
Oh, ya, tentu saja semua piring, sendok, garpu, dan gelas bukan yang sekali pakai. Pokoknya, alat makan sungguhan yang bisa dicuci, dikeringkan, disimpan bertahun-tahun. Kalau pihak katering nggak punya, kayaknya ada tempat menyewa alat makan, deh.
Nah, perkara alat makan ini yang butuh personel lebih. Untuk cuci-cuci dengan cepat. Artinya, menambah orang yang harus dibayar. Makanya, aku bilang:
Hitung-hitung berbagi rejeki.
Souvenir
Sedotan stainless steel atau bambu, alat makan kayu, atau tote bag sekilas seperti souvenir yang cocok untuk resepsi pernikahan zero waste. Tapi, menurutku, nggak demikian.Tamu mungkin sudah mempunyai benda-benda itu. Kalau sudah punya, mungkin akhirnya hanya tergeletak di rumah mereka. Mungkin nggak terpikir untuk memberikan ke orang lain. Mungkin sungkan untuk memberikan ke orang lain karena itu hasil pemberian. Mungkin memang terlupakan.
Aku pribadi justru kepikiran sesuatu yang mempunyai masa pakai tertentu. Contohnya, spons dari goni. Spons kan sesuatu yang suatu saat harus diganti. Jadi, kalau spons tamu sudah saatnya diganti, bisa pakai spons goni itu. Dan, spons goni lebih baik daripada spons plastik.
Selain itu, souvenir yang menurutku menarik juga adalah sesuatu yang bisa dimakan/diminum. Misal: teh, kopi, cookies, dsb. Nggak akan tergeletak begitu saja. Untuk bungkusnya, mungkin bisa dengan plastik singkong. Plastik singkong mungkin menjadi sampah, sih, tapi better daripada both bungkus dan isi sama-sama terbuang tak terurai hingga ratusan tahun. Pun, plastik singkong bisa terurai kurang dari setahun.
Mungkin makanan kurang berfungsi sebagai pengingat di tahun-tahun mendatang. Tapi, makanan akan menghasilkan energi bagi yang memakannya.
Lalu, Hukum Kekekalan Energi pun terjadi.Kemudian, energi dari makanan berubah menjadi energi-energi lain di dunia, begitu seterusnya sampai hari terakhir dunia. Jauh lebih baik daripada energi yang terpendam dalam benda mati, 'kan?
Homemade cookies pun bisa berkesan
Pakaian
Selama masih ada pakaian yang bisa disewa atau dipinjam, kenapa tidak?Kalau memang harus membuat khusus, mungkin setelahnya bisa diturunkan kepada saudara atau anak. Bisa juga diberikan kepada salon penyewaan kostum.
Btw, menurunkan pakaian pengantin kepada saudara atau anak sepertinya romantis. Tampak indah kalau kakak dan adik menggunakan pakaian yang sama. Bahkan, kalau adik beda gender, bisa untuk (calon) adik ipar. Dan, tentunya kalau bisa menurunkan ke anak, indaaaah banget.
Tapi, nggak maksa anak juga nantinya, sih. Masih ada opsi salon penyewaan.
Kado dan Amplop
Aku, sih, kalau bisa mau bilang nggak usah bawa kado dan amplop. Nggak usah memberikan yang seperti itu kok.
Kado biasanya dibungkus sesuatu yang berpotensi sampah. Jujur saja, isinya pun belum tentu sesuai. (Nggak maksud menyinggung, ya. Cuma berusaha realistis).
Aku pribadi sudah berhenti memberi kado ke pernikahan teman-teman. Bagaimanapun, hal yang menurutku berguna, belum tentu memang berguna bagi teman-temanku. Masih mending ngamplop karena penggunaannya bisa disesuaikan kebutuhan mereka masing-masing.
Amplop juga berpotensi sampah, sih. Apa lagi, amplop yang disegel. Hampir tidak bisa digunakan lagi. Jadi, yaaa, nggak usah ngasih begituan nggak apa-apa kok.
Pun, aku nggak mau memberatkan tamu, sampai mereka harus berpikir mau memberi apa atau berapa. Soalnya, aku pernah dengar orang-orang yang harus mengirit demi memberikan sesuatu kepada kerabat yang menikah.
Hari bahagia harus meminimalisasi kepusingan orang lain. Hehe.
Undangan
Hampir lupa! Undangan juga nggak jarang menjadi sampah. Kalau bisa, nggak perlu cetak-cetak undangan, deh. Cukup undangan digital. Kalau memang harus, mungkin cuma bagi orang-orang tertentu saja, seperti nenek jauh.Buku Tamu
Aku nggak tahu fungsinya buku tamu. Hehe. Tapi, setelah acara, mungkin hanya tergeletak juga, 'kan? Jadi, buku tamu konvensional bisa diganti dengan buku tamu digital. Dibuat dari aplikasi sejenis Spreadsheet di Smartphone.Hmmmmm. Apa lagi, ya? Segitu dulu, deh.
Kok panjang, ya?
Yaaaa, namanya mempersiapkan pernikahan memang nggak sederhana, sih, sepertinya. Bahkan kalau konsep yang diinginkan adalah konsep sederhana. Lagian, visi yang ingin dicapai dalam marriage memang bukan hal sederhana, 'kan? Visi tentu hal besar.
Jadi, sekadar menyiapkan resepsi pernikahan mungkin masih terbilang hal sederhana dibandingkan hal-hal yang akan dihadapi dalam kehidupan pernikahan.Well, enaknya, kalau ada paket all in one untuk wedding. Tinggal minta sesuatu yang berkaitan dengan minim sampah saja. Jadi, nggak perlu mencari satu-satu vendor.
Salah satu penyedia paket all in one adalah Grand Galaxy Convention Hall. Tinggal coba tanya-tanya, deh, mungkin atau nggak untuk menyediakan detail minim sampah.
Adanya wedding organizer juga sangat membantu calon mempelai untuk lebih tenang. Mencari WO pun mungkin nggak bisa hanya dengan hanya kedipan mata. Tapi, untuk mudahnya, mendatangi pameran wedding bisa membantu.
Salah satu pameran yang ada dalam waktu dekat adalah Bekasi Wedding Exhibition. Diadakan di Gedung Pernikahan di Bekasi yang terbesar, yaitu GGHC. Pameran ini rutin diselanggarakan di Grand Galaxy Convention Hall. Tahun ini, Bekasi Wedding Exhibition akan dilangsungkan pada 13-15 September.
Kesempatan banget untuk mencari info-info supaya acara pernikahan sesuai keinginan. Nggak ribet juga walau keinginan dengan konsep berbeda seperti konsep ramah lingkungan.
Pernikahan adalah sesuatu yang seharusnya membahagiakan. Sebelum mulai, jangan sampai stress. Dan, tentunya, kebahagian pernikahan pun perlu sebanding dengan kebahagiaan bumi karena ada resepsi pernikahan yang minim sampah.
Posted from my blog with SteemPress : https://afifahmazaya.com/ide-resepsi-pernikahan-zero-waste/