Yang Pantas Diteladani (Sebuah Kontemplasi)

in #steempress5 years ago

Ketika sampai di kisah saat Nabi Ibrahim meninggalkan Siti Hajar di gurun pasir yang gersang, walau berapa kali pun diulang, perasaan bergolak, haru menyeruak. Sebagai perempuan dan sebagai hamba Allah, benar-benar kisah tersebut menitikberatkan nilai-nilai profetik dan membuatku secara pribadi menangkup hati dalam kehambaan.

"Apakah ini perintah Allah?" Berapa kali pertanyaan yang sama terlontar dan ketika Nabi Ibrahim menjawab "ya", Siti Hajar berujar, "Pergilah, tinggalkan kami di sini, jika ini perintah Allah, aku yakin Dia tak akan membiarkan aku sendiri menderita di sini."

Ujian nabi tak sama dengan ujian manusia lainnya. Ia memang teramat istimewa. Ibrahim, Abul Anbiya yang ujian untuknya luar biasa. Jika sudah dekat Iduladha, kisah ini akan diulang, saat itu pula aku terbayang bagaimana Siti Hajar yang awalnya merupakan sahaya hadiah dari Fir'aun kepada Ibrahim, ditinggalkan suaminya di gurun pasir yang gersang. Saat itu kali yang paling sunyi dibandingkan momen lainnya. Saat musim para kafilah jarang lalu di kawasan tersebut. Saat-saat paling sepi sepanjang tahun.

Bermula dikisahkan pada saat Fir'aun yang zalim akan memilih wanita mana pun yang dia inginkan. Saat itu ia mendatangi Siti Sarah, istri Nabi Ibrahim, untuk dibawa. Biasanya suami para perempuan yang dibawa oleh Fir'aun akan dibunuh tanpa ba-bi-bu. Demi keselamatan dirinya, Ibrahim berpura-pura mengakui bahwa Siti Sarah adalah adiknya. Siti Sarah dibawa ke kediaman Fir'aun, tapi saat akan mendekati Sarah, kaki raja zalim itu seperti tertancap dalam tanah dan akhirnya ia menyadari bahwa perempuan itu dilindungi oleh tuhannya. Sarah pun dikembalikan pada Nabi Ibrahim beserta seorang sahaya perempuan bernama Hajar sebagai hadiah.

Siti Sarah memang tak bisa mengandung saat itu, lalu ia sarankan agar Ibrahim yang usianya semakin bertambah agar menikahi Siti Hajar. Siti Hajar mengandung dan melahirkan bayi lelaki sehat yang mirip ayahnya, Ibrahim. Semakin hari rasa bungah di hati Ibrahim yang lembut pun mereda menjadi iba. Ia tahu Siti Sarah sedih tiada terkira. Sebagai hamba terpilih, Nabi Ibrahim meminta pada Rabbnya agar diberikan keturunan pula melalui Siti Sarah.

Pucuk dicinta yang lain pula tiba. Bukannya dikarunia keturunan melalui Siti Sarah saat itu juga, Allah justru tahu yang lebih baik. Nabi Ibrahim kembali diuji dengan titah Allah agar mengasingkan Siti Hajar ke gurun pasir yang saat ini bernama Mekah. Siti Hajar ditinggalkan suami yang disayanginya di gurun pasir berdua dengan bayinya. Tentu ujian ini bukan untuk wanita biasa, benar-benar hamba terpilih. Allah Mahatahu kesanggupan hamba-Nya.

Merenungkan bagian ini, begitu banyak kecamuk rasa. Mulai dari mematut diri sebagai perempuan yang baru saja bertaruh nyawa, kecemasan-kecemasan manusiawi tentang bagaimana esok dengan kondisi bekal yang tak cukup banyak.

Namun tentu saja setelah ujian-ujian tersebut, Allah berikan imbalan kemuliaan. Beberapa momen diabadikan dan diulang saat kita berhaji ke Tanah Suci.

Kisah-kisah teladan yang terus abadi mengalir di tiap-tiap dimensi. Tak ada sekat ruang dan waktu, Allah limpahkan keberkahan pada para teladan.

Betapa Nabi Ibrahim as telaten mendidik istrinya, Bunda Hajar, hingga kokoh akidahnya, tak goyah pendiriannya. Kesabaran Bunda Sarah pun diganjari Allah dengan cara memuliakannya melahirkan Nabi Ishaq as, hingga garis keturunan sampai ke Nabi Isa as.

Dari Bunda Hajar pun lahir Nabi Ismail as yang menjadi buyut nabi terakhir, Muhammad saw. Kesabaran, keteguhan hati, kepasrahan merupakan nilai-nilai profetik yang tak lelah diingatkan agar mampu kita teladani. Iduladha akan tiba lagi, aku kembali meraba hati, seberapa usahaku untuk memperbaiki diri.



Posted from my blog with SteemPress : https://stanzafilantropi.com/yang-pantas-diteladani-sebuah-kontemplasi/