Kau bilang,
kau yang paling paham tentang hukum di negeri ini.
Bagi kami,
kalian tidak lebih dari setumpuk daging yang memakai dasi,
lalu, menari di atas kursi.
Apa kau lihat,
Tanah kelahiran kita yang semakin magrib?
Semakin menzalim?
Kami rasa tidak,
karena kalian memakai lensa yang salah,
untuk mata yang tiada rabun.
Apa kalian dengar,
teriakan si malang teman kami,
diujung petang hanya mengikat perut agar laparnya tertunda?
Kurasa tidak,
karena klian memakai headset
dan memutar suara kenikmatan.
Apa kau menjawab,
tanya mereka yang lantang
menentang kemunafikan?
Itupun, tiada.
Kalian asik bersiul
sembari memainkan burung sumatra
di medan sana
Apa kau berpikir,
tentang anak si petani, penyandang sarjana
lalu menetekan air mata karena hampir gila.
Itu pun tak sanggup kau pikir,
Karena kepalamu telah penuh dengan micin.
Wahai perampas...
Tanah kelahiran kami,
telah penuh dengan penjilat penggila dan pemegang warna.
Kami yang terzalimi,
hanya menunggu punahnya kalian dan sistem yang terbangun.
Penulis: @jubagarang (dengan nama email juna_mh)
Karya ini pernah di muat dalam koran harian / media cetak : Prohaba
Posted from my blog with SteemPress : http://jubagarang.epizy.com/wp/2018/08/10/hanya-daging-berdasi/
nice, upvoted
Thank you very much brother
Puisi yg luar biasa kawan,...itu ada adalah sebuah realitas kehidupan manusia sekarang ini..@jubagarang.., kami tunggu karya selanjutnya..
Itu karya lama, yang telah lama sekali tak terasah.
Puisi yang begitu menusuk hati bang @jubagarang
Terima kasih sudah menyempatkan membacanya.
Sama-sama bangda Juna (@jubagarang) :)
Keren puisinya, walaupun sudah lama terbit kisahnya masih berantai sampai sekarang. Ayo sering posting puisi Bang @jubagarang karena Abang punya bakat sastra yang keren.
Ah, bisa aja Bang Pupu.
Itu hanya kata yang tidak terarah saja. Biarkan begitu.
Luar biasa sang penikmat aksara, tak dipungkiri my brother is good job
Ya. Ini kata yang tepat. Hanya penikmat aksara.
Thanks brother.
:)