MASJID JAMIK Al-KAUTSAR
Masjid al-Kautsar yang didirikan tahun 1913 ini berada di Desa (Gampong) Pungkie Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat, sekitar 20 Km dari Kota Meulaboh. Lokasi masjid sangat strategis karena berada ditengah-tengah pemukiman/perumahan penduduk sehingga sangat efektif untuk menyelenggarakan segala kegiatan keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Pendiri masjid ini Teungku (Tgk) Abdurraman berasal Pidie, yang lebih dikenal dengan Tgk Chiek Kuala Manyeu. Sebelum hijrah ke Gampong Pungkie, beliau sempat berdomisili di Gampong Kuala Manyeu, dan nama gampong tersebut diberi "gelar" pada Tgk Abdurrahman.
Masjid semi permanen dengan luasnya 10 x 14 meter, pondasi terbuat dari semen dan dinding dari papan kayu. Dinding bagian bawah terbuat dari batu hancuran yang ditempelkan dengan semen, demikian juga lantai dibuat dari semen.
Pada awal pembangunan, masjid ini tidak memiliki kubah, baru tahun 1957 masjid ini dibuat kubah oleh Pemangku Bupati Aceh Barat (Wedana), Abdul Karim Abdullah. Masjid Al-Kautsar didirikan di atas tanah bekas aliran sungai "Krueng Meureubo". Sampai sekarang masih terlihat tanda-tanda bekas aliran sungai yang berpindah sejauh ± 100 meter dari lokasi masjid. Menurut masyarakat setempat, perpindahan aliran sungai itu terjadi karena terkabulnya doa Teungku Chiek Kuala Manyeu.
Alkisah, pada waktu hendak mendirikan masjid, terkendala kesulitan lokasi untuk pertapakan masjid. Lalu, Tgk Chiek Kuala Manyeu menggelar doa bersama. Beberapa lama kemudian aliran sungai pun bergeser sehingga lokasi yang tersedia mencukupi untuk pertapakan masjid.
Sejak Pendiriannya, masjid ini menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial kemasyarakat serta sarana ibadah bagi masyarakat yang berdomisili di 14 (empat belas) gampong sekitar masjid. Gampong-gampong sekitar masjid masuk dalam kemukiman Tanjong Meulaboh. Hal ini berlangsung dari tahun 1913 sampai tahun 1951, terutama dalam kegiatan Shalat berjamaah dan peringatan hari besar agama Islam seperti Maulid dan Isra Mikraj. Setelah Teungku Chiek Kuala Manyeu meninggal, masyarakat juga menggelar kegiatan tambahan di masjid untuk mengenang jasa Teungku Chiek Kuala Manyeu. Bagi Masyarakat, beliau adalah sosok guru dan pembimbing umat menuju masyarakat agamais. Setelah tahun 1951, perkembangan penduduk di kemukian Tanjong makin padat dan masjid-masjid lain pun dibangun untuk memudahkan masyarakat dalam beribadah khususnya masyarakat yang jauh dari Masjid al-Kautsar.
Masyarakat sekitar masjid umumnya petani yang taat beragama dan kuat mempertahankan kehidupan adat istiadat Aceh. Masjid al-Kautsar dulunya pusat pendidikan yang disebut dayah (pesantren) yaitu Dayah Babul Huda. Pendidikan yang diselenggarakan adalah setingkat Ibtidaiyah dan pendidikan untuk anak-anak yang belajar Alquran dan kitab-kitab jawi bertulis Arab-Melayu.
beautiful picture
mantap
Tempat ibadah penuh sejarah