Ramadhan hanya menunggu detik pulang, Syawal dimulai. Sebulan penuh berkesempatan membersihkan diri dan hati, adakah kita berhasil di sini? Melepas Ramadhan sebagai seorang yang semakin baik, semakin tenang dan semakin disenangi. Atau justru sebaliknya, maksudnya, kita hanya baik di Ramadhan belaka, setelah itu kembali seperti sediakala.
Sementara Idul Fitri membenih, kita rajin berkirim pesan permohonan maaf lahir batin pada banyak orang. Dalam masa sekarang, betapa mudah, kita tinggal menulis di media sosial, mengirimkan di grup-grup pesan pertemanan. Dijamak, sekalian, hanya akan khusus bila ada yang membalas khusus pada pesan kiriman. Merasa tidak terlalu perlu bertatap rupa, langsung ucap-dengar kata, tidak merasa perlu lagi berjabat dan berpelukan sebagai tanda tulus maaf dipinta. Kita semakin merasa, mengirimkan pesan itu saja sudah cukup. Perkara dimaafkan atau tidak, biarlah urusan yang membaca pesan itu. Tugas kita meminta maaf sudah selesai. Tunai.
Bagaimana jika ada yang menyimpan dendam? Kesumat panjang yang sulit tersembuhkan. Kita tidak peduli. Lagipula, barangkali kita pun punya amarah yang tak berpenawar di hati. Apakah Ramadhan dan segala ibadah serta kebaikan di dalamnya tidak bisa mengobati? Saya merasa bisa. Tapi tidak semua. Ada dendam-dendam khusus yang saya jaga, pelihara. Saya tidak akan pernah mematikannya. Lalu saya bertanya kepada diri saya sendiri, bukankah mestinya saya harus kembali kepada keadaan yang fitri? Saya bertanya kepada beberapa teman lain perkara dendam dan keinginan memaafkan atau meminta maaf. Teman-teman saya berkata, itu tidak akan terjadi. Mereka, tentu juga saya, ternyata tidak total kembali fitrah. Masih ada titik hitam di hati yang mestinya segera berbenah.
Sepanjang Ramadhan, ini hari khatam, apakah semata kita gunakan untuk ibadah? Agaknya tidak juga. Kita sempat melakukan berbagai kesalahan, menuruti hasrat, berkeluh kesah, ghibah, melestarikan amarah, menebar kebencian, mungkin ada yang iftar siang hari, telat shalat, tidak shalat sama sekali, jarang tarawih, atau siang-siang tergoda pada postingan dedek-dedek gemes di media sosial, ada chatting mesra, membully teman hingga sakit hati, lebih memilih main PES dibandingkan bershalawat, buka puasa dengan tamak, dan mengerjakan hal sia-sia, banyak.
Apakah kita benar-benar fitrah di hari fitri. Semoga saja. Tapi ketika kembali pada kesunyian diri, merenung hingga sadar dari lubuk hati, saya yakin kita akan mengambil keputusan betapa kita telah menyia-nyiakan kesempatan baik selama sebulan terakhir ini. Itulah, kawan, itulah mengapa hari ini kita merasa kesedihan menatap kembalinya kapal Ramadhan lebih besar dibandingkan riuh bahagia menanti muncul benih bulan tanda masuk satu syawal.
Posted from my blog with SteemPress : https://pengkoisme.com/2018/06/14/tak-benar-benar-fitrah-di-idul-fitri/
Tag panyang that lago😁😁😁. Di blog tag pakai koma, bek spasi, hahaha
Ahahhahahahhaa
Hana cara ubah le ino. Ka dua go meuramah bak tag nyan. Tapi minimal kana pelajaran baro.
Tag pertama memang kramat hanjeut ubah. Tag pertama Stel di blog manteng bek meuramah le😂
Nyangkeuh, bang. Untong cit na bangai-bangai sigo-go, deuh salah, bagah tameuruno. Nyoe insyaallah kali selanjutnya hana salah le. Khususan bak tag. Ahahhaha
Maaf kan segala dausa apabila selama bercengkrama ada yang tidak berkenan di hati adinda😀
Ka lon tuan peumeu'ah. Meunan cit ulon tuan, teunte na salah. Lon lake meu'ah ngon hate lapanh. Nyoe meuseubab tanyoe hana to tinggai, meudeh jeut tajabat tangan.
taqabbalallahu minna wa minkum mohon maaf lahir dan batin
Yuhuuu, maafkan juga semua kemungkinan salah kata. ehehe
Selamat uroe raya idul fitri bang, semoga kita semua kembali kepada fitrah.amin
Lon hana mutlak kembali. Tapi selamat juga ya. Ehehe
Pengko!
Long bajei uroe raya golom na.
Senang lon kalon pak presiden mantong sehat
Beutoi, seuladom merasa ka meumada lewat pesan siar