Dua Aktivis Misterius dan Perempuan yang Dipotong Payudaranya

in #story7 years ago (edited)

Dua aktivis IAIN Ar Raniry berusia 20-an menunggu mobil labi-labi jurusan Montasik, Aceh Besar, di ujung jalan Diponegoro, Banda Aceh. Mereka berpakaian sebagaimana layaknya mahasiswa: memakai tas ransel. Ketika itu, labi-labi adalah satu-satunya alat transportasi untuk bepergian di dalam kota dan kota kecil di Aceh Besar. Mobil yang dikenal juga dengan sudako ini baru akan berangkat ketika penumpangnya penuh.

19264384_303.jpg
Image source

Di sepanjang perjalanan tidak ada kejadian yang berarti dan mulus-mulus saja. Pemeriksaan atau sweeping sudah jarang dilakukan aparat. Hanya saja, setiap melewati pos aparat, mobil harus memperlambat laju dan melewati barikade jalan yang dipasang zig-zag. Hal ini membuat perjalanan sedikit lebih lama dari yang seharusnya. Namun, dalam situasi penuh gejolak dan konflik, tiba lebih lama dengan selamat tidak menjadi sebuah masalah besar. Tiba dengan selamat di tempat tujuan jauh lebih baik daripada tidak tiba sama sekali dan tidak selamat.

Kedua mahasiswa itu tiba di gampong Bak Dilib, Montasik selepas ashar. Mereka turun di dekat pintu masuk masjid Nurul Iman, dan menunaikan salat ashar. Saat itu belum ada sarana komunikasi seperti handphone. Untuk bikin janji bertemu, mereka menghubungi kontak di Bak Dilib sesaat sebelum pergi melalui telepon umum. Ketika kondisi dipastikan aman, maka meluncurlah mereka ke sana.

Keluar dari halaman masjid, keduanya menuju rumah seorang tokoh GAM di sana. Lalu, mereka langsung ke belakang rumah, ke sebuah balai yang berada di dekat rawa-rawa yang ditumbuhi pohon rumbia. Kontak mereka biasanya beristirahat di balai tersebut. Kedua aktivis sudah beberapa kali ke sana, dan sudah hafal lokasinya. Di sana sudah ada Tgk Drom dan dua orang anggota GAM lainnya. Setelah poh cakra sebentar, mereka kemudian bergegas ke warung kopi yang tak jauh dari masjid.

Di warung kopi itu sudah ada Suryadi atau sering memperkenalkan diri dengan nama Tgk Syarkawi muda. Meski sering berada di kawasan Montasik, Suryadi ini sebenarnya orang Jurong Bale, Kembang Tanjong. Dia kerap memberikan ceramah GAM dari meunasah ke meunasah di sekitar Montasik. Begitu melihat kedua aktivis itu, Suryadi nampak senang. Sebelumnya, mereka sudah beberapa kali memberi ceramah tentang Cessations of Hostilities Agreement (CoHA) secara bersama-sama.

"Tadi pagi kawasan ini sudah disisir Brimob," katanya. "Untung kalian tiba sore hari," lanjutnya. Suasana sedikit tegang ketika itu. Apalagi, masa depan CoHA sudah di ujung tanduk setelah pihak RI dan GAM kerap berselisih paham soal kondisi keamanan di Aceh.

DQmTi7aC4WPTfFbqpynhQktLs153kWaJcHNfozK6rjiXWbt_1680x8400.jpeg
Image source

"Jadi, malam ini kita tidak akan berceramah?" tanya salah satu dari kedua aktivis itu. Kali ini, Tgk Drom yang menjawab.

"Malam ini tidak ada ceramah," kata Tgk Drom. "Kita sudah sebarkan informasi bahwa ceramah di kampung sebelah tidak jadi digelar," katanya kemudian. Kedua aktivis itu berniat kembali ke kota. Tapi, menjelang magrib tak ada lagi mobil labi-labi yang akan berangkat ke kota. Aktivis itu tidak sadar bahwa labi-labi yang ditumpanginya itu adalah mobil terakhir yang berangkat pulang ke Montasik.

"Kalian tidur di sini saja malam ini," timpal Suryadi. "Besok pagi-pagi sekali kalian naik labi-labi ke kota."

Di dekat balai yang tadi mereka singgahi, terdapat sebuah rumah kosong. Rumah itu kerap menjadi tempat tidur para anggota GAM dan anak buah Tgk A, panglima sagoe daerah Montasik. Rumah panggung itu tidak memiliki jaringan listrik. Saat itu, memang tidak semua rumah di Aceh Besar sudah dialiri arus listrik.

Lagi pula, sebelum adzan magrib, listrik mendadak padam. Masyarakat terpaksa menunaikan ibadah salat magrib dalam suasana gelap-gelapan. Jamaah magrib di masjid itu hanya satu saf saja. Seusai salat Magrib, mereka kembali ke rumah Tgk A untuk makan malam. Istri Tgk A, Dek Ni, sejak sore sudah meminta mereka untuk makan malam di rumahnya. Meski hanya diterangi lampu teplok dan menu seadanya, mereka makan dengan lahapnya.

Dek Ni masih muda. Dia berkulit hitam manis dan postur tubuhnya ideal. Dia sering ikut dalam demo yang digelar oleh Putroe Aceh, organisasi sayap dari SIRA. Dekni kenal dekat dengan salah satu aktivis yang malam itu datang ke Montasik, karena mereka kerap bertemu di kantor SIRA di bilangan Simpang Lima saat rapat aksi.

Setelah menikmati makan malam, mereka pamit untuk kembali ke balai di tepi rawa. Tak lupa mereka meminta satu lampu teplok untuk dibawa ke balai. Di balai itu, mereka bersantai sambil menghisap rokok dan menyeruput kopi. Saat itu mereka sudah mengatur rencana kalau tiba-tiba Brimob masuk lagi ke sana, yaitu dengan melarikan diri melalui rawa-rawa yang banyak ditumbuhi pohon rumbia.

Saat kantuk melanda, mereka naik ke atas rumah panggung dan posisi yang nyaman untuk merebahkan badan. Suasana mencekam menjelang bubarnya CoHA, sudah pasti membuat tidur di mana pun tidak akan nyenyak. Sewaktu-waktu aparat bisa saja masuk kampung dan menyisir dari rumah ke rumah. Mereka sudah memperhitungkan kondisi itu. Bersama mereka hanya ada satu AK-47, satu pucuk M-16 dan dua unit pistol. Sementara di rumah itu mereka berenam. Jumlah senjata tersebut jelas tidak cukup.

Akhirnya tak ada yang bisa tidur malam itu. Dengan diterangi lampu teplok, mereka memilih membaca Yaasin. Semua membaca Yaasin. Tidak ada yang ingat kapan lampu teplok itu dimatikan dan pukul berapa mereka mulai tertidur. Tak ada kejadian apa-apa malam itu. Aparat tidak kembali lagi ke desa itu.

Besoknya, pagi-pagi sekali, kedua aktivis itu kembali ke kota dengan mobil labi-labi. Penumpangnya rata-rata nyak-nyak yang membawa hasil kebun untuk dijual di badan jalan sepanjang Jalan Diponegoro. Mereka tidak di kota dengan selamat.

Screen Shot 2018-05-12 at 10.15.01 PM.png
Image source

Ketika Aceh berstatus Darurat Militer, kawasan Montasik saban hari disatroni aparat. Dekni, termasuk salah seorang yang ditangkap aparat. Alasannya karena Dekni tidak mau memberitahukan keberadaan suaminya yang seorang panglima sagoe itu. Sebuah kabar menyebutkan, aparat mengambil sesuatu yang berharga dari tubuh perempuan manis baik hati itu. Kedua payudaranya dipotong hingga putus. Itulah risiko yang ditanggungnya karena membela keyakinan dan marwahnya sebagai perempuan Aceh.

Kedua aktivis yang datang ke Montasik itu berinisial: TAM dan MI

Sort:  

Cerita yang sadis dan mengharukan

Iya, banyak cerita yang lebih sadis kalau kita mau menulisnya...tapi kadang kita tak sanggup

Mantap hai bang cerita
, tapi nu tulong siat,nan bak akun dronueh bengot lah, bek boh nan acehpungo hana mangat ku dungo tanyo kan sama,sama aceh, lom pih syedara.

Bek dungo mantong...

Mantap hai bang cerita
, tapi nu tulong siat,nan bak akun dronueh bengot lah, bek boh nan acehpungo hana mangat ku dungo tanyo kan sama,sama aceh, lom pih syedara.

Terima kasih

Wajib di dokumentasikan lebih cermat, ini akan jadi warisan anda ke generasi depan

Bacut2 pak kadeh. Dua uroe teuk ka tamulai tuleh ttg puasa pak kadeh. Pue ka mendarat di Yogyakarta?

Mantap hai bang cerita
, tapi nu tulong siat,nan bak akun dronueh bengot lah, bek boh nan acehpungo hana mangat ku dungo tanyo kan sama,sama aceh, lom pih syedara.

TAM memang pelaku sejarah, ingatannya harus terus dirawat melalui tulisan, setelah Aceh Pungo kita berharap lahirnya buku yang lebih "Pungo"

Nyoe untuk selingan mantong...munyoe hana ide tulisan, ta tuleh le cerita bacut2

lon baca judul karap han jadeh lon baca. tapi lon paksa chit baca sampo an lheuh bang

putroe aceh sayap gerakan sira awai kiban nyan cerita jih dan struktural nya bang. tingat lon jinoe na chit organisasi yang bernama sama

Bak hi sang saban dengan lembaga Putroe Aceh yang na jinoe. Cuma status inoe hana tatuoh le. Awai mandum aktivitas PA nyan di kanto SIRA Sp5

Kisah ini perlu terus diangkat, walau pun saya sendiri berat membacanya😥

Nyoe utk intermezo sagai hai tuanku nan kacau

Congratulations You Got Upvote
& Your Content Also Will Got Curation From

  • Community Coalition

@sevenfingers @steemph.antipolo @arabsteem

Cerita nyata ini, sejarah yang tidak bisa dibelokkan.
RIP Dekni.

Salam santun @acehpungo.

Terima kasih sudah mampir..

You received an upvote as your post was selected by the Community Support Coalition, courtesy of @sevenfingers

@arabsteem @sevenfingers @steemph.antipolo

Bukalah sejarah semuanya. Walaupun orang menganggap org aceh gila, tapi gilanya semua berdasar dari kekecewaan yg mendalam.... Semoga kegilaan ini menjadi catatan sejarah agar kita tidak mengulangi cara yg sama yang membuat masyarakat Aceh harus tidur selepas magrib setiap malamnya......

Kita hanya mencoba merekam secuil kisah, dan biarlah masing-masing orang Aceh merekam kisahnya sendiri. Ada sedih, ada senang, dan lebih banyak duka.