Esai @yogifebriadi, yang menyanggah tulisan saya mengenai L-300, memberikan beberapa penjelasan lain tentang armada rakyat ini. Bahwa perlu kiranya hak-hak penumpang diperhatikan secara lebih mendalam.
Misalnya pada bagian oper penumpang. Bagi penganut L-300-an, hal ini menyakitkan. Lagi enak-enaknya duduk. Tiba-tiba L-300 berhenti, dan kernet atau supirnya bilang, “bang, kami tidak sampai ke Banda Aceh. Turun di sini ya. Ganti mobil.”
Penumpang hanya bisa tercengang. Kehilangan kata-kata. Kehilangan gagasan. Hal yang sebenarnya Anies gak suka. Tapi tentu ini hubungannya dengan hak penumpang. Namun tidak pernah dibicarakan, apakah penumpang akan mendapatkan kompensasi dari aksi oper itu.
Kompensasi seperti delaynya pesawat. Jadi kalau tujuan ke Banda Aceh dari Langsa. Kalau dioper di Idi, maka penumpang berhak mendapatkan 50% dari uang tiket yang dibayarkan. Ditambah nasi kotak komplit. Lalu kompensasi itu semakin sedikit, kalau diopernya di Ulee Gle. Tidak ada nasi kotak, cuma ada air gelas mineral.
Harusnya lembaga konsumen mendorong hal itu. Duduk dengan pihak organda. Bicarakan hal itu. Namun pengalaman saya, sejak menggunakan L-300 ber-AC, apapun merknya. Tidak pernah melihat oper meng-oper itu. Mungkin, kalau nanti L-300 yang beraliran AC alami itu berganti semua menjadi L-300 ber-AC asli, tidak ada lagi hal demikian. Cuma tidak tahu kapan. Tahun jiem mungkin.
Lalu, @yogifebriandi menyinggung music yang diputar oleh para supir L-300. Padahal melihat pilihan aliran musik, maka bukan pada pilihan teknis.Saya kira, di sini sodara Yogi belum memahami dengan baik tentang budaya politik, struktur sosial, relasi ekonomi dan dunia simbolik yang tumbuh di terminal.
Bila kita hadir ke terminal, terutama pada jam-jam sibuk, yanga ada adalah kehebohan. Baik dari loket bus maupun L-300. Semua berlomba mencari penumpang. Kalau kita datang ke terminal, langsung di sambut dengan manis. Bahkan mulai dari pintu terminal. Kondisi ini saya kira cocok untuk para jomblo, atau para fakir asmara, yang tidak pernah mendapat perhatian. Saran saya, datanglah ke terminal, maka niscaya anda akan disambut laksana pangeran yang telah dinanti. Pangeran kodok.
Akibat dari itu, keriuhan di terminal, yang tentu saja akan menyita banyak energy. Mulai dari agen, penjaga loket, koordinator loket, kernet bahkan sampai dengan supir. Ada ketegangan yang kita lihat, kalau kursi belum terisi penuh.
Oleh karenanya, ketika mobil mulai melaju, hal yang pertama kali dilakukan adalah menurunkan tensi. Maka solusinya pastilah musik ala Pance dan kawan-kawannya itu. Karena musik Pance dkk adalah identitas. Warna dan wajah. Aliran musik adalah tatanan kosmologi L-300 yang sudah berlangsung lebih dari seperempat abad itu.
Kita tidak dapat membayangkan, seperti yang @yogifebriandi katakan, memutar lagu Young Lex. What!!? Young Lex. bisa-bisa tatanan kosmologi itu runtuh.
Jadi, saya berkesimpulan, sampai kapanpun aliran musik L-300 akan tetap demikian.
Kedepan, saya kira L-300 akan jadi area studi yang menarik. Pendekatan interdisipliner dirasa tepat untuk memahami fenonema sosial L-300 ini. Maka, saya menunggu para peneliti, baik asing maupun gak asing, penulis scopus maupun esais yang mulia, untuk mulai melihat L-300 sebagai unsur penting dalam memahami setiap perubahan sosial di Aceh.
Selamat mencoba L-300.
Makin mantap ulasan tentang L-300 ini, namun yang, L-300 tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bertransportasi masyarakat aceh.
Salam.
L-300 adalah aset bangsa.
Setuju @bungalkaf
Semoga tulisan ttg L300 bisa seheboh agen memcari penumpang di terminal itu hahaha, mantap bung alkaf
@bungalkaf haha, gak ada cara kalau Young Lex. Kurasa, jangankan orang, rokok Dji Sam Soe supir nakal aja, bisa gak idop dibakar kalau kenak itu barang! 😂
Bung Alkaf telah hadir di Steemit dgn menu jukkan kemampuannya memainkan kata yg hebat. Bila saya telusuri lbh jauh lg, kekurangan dasar Bumf Alkaf di Steemit ada pd foto profil yg masih kosong. Ini berpengaruh pd nilai vote postingan, karena foto profil memberikan sebuah identitas. Hahaha...takat aju..sabaa beh
Saya sudah kasih tanda mata berupa vote.