Ketua Umum PKA VII, Ir. Nova Iriansyah, MT:
Kita Hargai Orang Tanpa Merendahkan Diri Sendiri
berbincang dengan wagub didi burtelege takengon, aceh tengah.---
Di sela-sela tontonan piala dunia di televisi, Ketua Umum Pekan Kebudayaan Aceh VII (PKA VII), yang juga Wakil Gubernur (Wagub) Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT menerima wartawan Fikar W.Eda dari Serambi Indonesia di rumah dinas Blang Padang. Penggemar olah raga bola kaki dan balap motor ini, berbicara banyak hal, termasuk keikutsertaan dirinya dalam PKA VII 1972. Ia juga menggas “touring pra PKA” dengan menyertakan Ikatan Motor Besar Indonesia (IMBI) Aceh. Nova penggemar motor besar dan pembina di IMBI, melakukan cara di luar kebiasaan dalam melakukan sesuatu. “Touring Budaya Pra PKA” yang berlangsung 30 Juni sampai 1 Juki 2018 itu dimaksudkan menggugah dan mendorong kreativitas dan kampanye menuju PKA VII. “PKA itu, peristiwa besar, harus kita maknai dengan baik,” katanya. Sesekali, suami dari Dr.Ir. Dyah Erti Idawati, MT ini mengarahkan pandangan ke layar monitor lebar menyaksikan “drama sepak bola Piala Dunia” yang sedang dipanggungkan di lapangan hijau Rusia. Layar lebar itu sengaja dipasang di ruang pertemuan rumah dinas Wagub, dan mengundang beberapa koleganya menonton bersama.
Berikut petikan percakapan yang berlangsung sampai tengah malam itu.
Pekan Kebudayaan Aceh VII (PKA VII) ini, kira-kira apa spesifikasi yang membuatnya istimewa sebagai event kebudayaan?
Kita mau menghadirkan inovasi, inovasi yang tentunya berkaitan dengan kebudayaan. Karena budaya sekarang adalah budaya enterpreneurship makan akan ada expo di PKA VII. Expo itu kita anggap suatu perbedaan dengan PKA sebelumnya.
Bukankah dalam PKA-PKA sebelumnya juga ada expo?
Mungkin dulu ada stan orang berdagang. Tapi expo kali ini budaya enterpreneurship kita angkat. Kita mau ada UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah) yang menampilkan produk, sehingga usaha mikro menengah mempunyai motivasi untuk bergerak. Kemudian di expo itu bisnis dari rakyat mungkin expo itu diiringi dengan semiloka-semiloka atau seminar loka karya, yang membahas tentang bisnis masyarakat. Ini beda dengan PKA sebelumnya. Dulu ada yang berjualan tapi tidak berkaitan dengan kebudayaan entrepreneur, itu yang pertama.
wagub disambut secara adat gayo di aceh tengah
Pembeda lainnya?
Yang lain, tentang anugrah budaya. Memang anugrah budaya juga sdah ada, tapi kita ingin memperbaharui penghargaan- penghargaan lainnya, mudah-mudahan bisa sesuai. Kemudian beda kali ini, kita mengundang negara lain, artinya akan ada warga mancanegara yang hadir, dan yang hadir bukan hanya ASEAN tapi untuk semua yang mau ikut bisa bergabung. Sejauh ini sudah ada dari Timur Tengah yang mendaftar, begitu pula dengan ASEAN dan delegasi kebudayaan Jepang. Delegasi-delegasi asing itu kita siapkan panggung pertunjukannya. Mereka akan mementaskan seni dari negaranya masing-masing.
Apakah PKA kali ini juga mengadopsi teknologi, mengingat perkembangan teknologi dunia demikian pesat di segala bidang?
Kita sadari hal itu. Kebudayaan itu kan bukan sesuatu yang tua, kemajuan teknologi juga kebudayaan bukan? Kita buat berbeda , event pembukaannya dengan sentuhan teknologi ‘new culture,' seperti ‘video mapping’. Intinya memperlihatkan full digital, dan itu semua dilakukan bukan semata-mata untuk seremonial saja, namun untuk menunjukkan bahwa kebudayaan itu ‘from the past until the future' yang nantinya ‘tari guel’ akan dikolaborasikan dengan sentuhan teknologi.
Wah, menarik. Apa lagi yang membedakannya?
Perbedaan yang terakhir adalah, kita mau PKA VII ini punya ‘multiplier effeck’ di ekonomi kerakyatan. Akan kita hitung ‘business plannya’, seperti menggunakan homestay, selain hotel itu yang akan kita ekpose, dan saya juga minta ke kepala dinas untuk memberikan pengarahan untuk calon-calon pemilik homestay.
Maksudnya, homstay seperti yang juga dilakukan dalam event Penas dan Sail Sabang dulu?
Oo tidak. Tidak. Konsepnya berbeda. Kali ini tamu-tamu benar-benar tinggal di rumah sebuah keluarga. Konsep ini berbeda dengan konsep homestay di Sabang yang merupakan akomodasi. Tapi kita tidak, konsep kita seperti ada tamu yang tinggal dikeluarga itu dan saya mau yang seperti ini yang di ekpose pra PKA maupun pasca PKA.
Kira kira apa yang ingin dicapai dari konsep homestay seperti ini?
Untuk memahami Aceh maupun kultur Aceh secara komprehensif. Misalnya tamu yang tinggal bisa ikut memasak dan memakan makanan khas Aceh dari pada membeli di luar rumah, termasuk hotel-hotel yang melayani para tamu juga akan melaksanakan hal yang sama, dan mungkin itu yang ingin dicapai untuk menjadi beda di PKA VII ini. Dan kita mau menunjukkan ke masyarakat bahwa uang 16 miliar yang habis untuk membuat acara PKA VII bisa kembali dengan adanya para tamu yang datang, juga untuk menunjukkan ke masyarakat bahwa kebudayaan bukan hal yang kekunoan tapi juga kekinian. Ini juga untuk menunjukkan bahwa program pemerintah bisa mengembalikan uang yang diapakai untuk acara atau program-program pemerintah dan sebagai bentuk transparansi pemerintahan terhadap keuangan.
Apakah masyaakat kita sudah siap dengan konsep homestay seperti ini?
Masyarakat Aceh itu ramah. Homstay itu budaya Aceh juga. Dulu orang tidak di hotel. Tapi di rumah saudara-saudaranya. Di rumah tinggal itu tunjukkan keramah tamahannya. Shalat berjamaah dan sebagainya. Sehingga tetamu merasa mendapat kehangantan sebuah saudara, sebuah keluarga. Jadi bukan hanya soal hitungan biaya tinggalnya, melainkan juga ada semangat kebersamaan, kekeluargaan, egaliter. Itulah budaya kita oramg Aceh. Homstay yang kita maksudkan di sini, bukan konsep akomodasi daerah wisata. Kita ingin lebih dari itu, adanya kehangatan sebuah keluarga
Dengan sendirinya, setiap event akan menghadirkan orang, dan mendorong aktivitas ekonomi daerah setempat. Apakah ada yang lebih spesifik?
Saya minta Dinas Pariwisata menrincikan angka-angka itu dan publikasikan. Umpama ada peredaran uang 30 miliar selama PKA, coba dilihat, itu diserap oleh siapa saja, penarik becak, rental mobil, warung kopi dan sebagainya. Jadi bukan hanya lips service saja. Selain tujuan kita ini transparan dan akuntabel. Uang itu untuk apa dan belanja apa saja dan mendapatkan apa. Budaya-budaya akuntabelitas ini juga cabang-cabang budaya yang ujungnya membentuk etos ini. Terus terang yang harus kita benahi etos ini.
Apa contoh sederhana soal etos ini?
Umpamanya, kalau diundang rapat pukul 10.00 jangan datang pukul 11.00 Itu tak benar. Kalau mau datangnya pukul 11.00 , ya diundang pukul 11.00. Tak masalah, rapatnya terlambat, asal datang sesuai dengan undangan. Masalah lain kita, ini semacam preseden. Kalau di kantor gubernur urusan surat bisa selesai dua jam, harusnya bisa dilakukan dua jam atau lebih cepat lagi. Jangan ditunggu selesai empat hari. Nah budaya-budaya seperti ini yang ingin kita hidupkan terus dalam masyarakat. Ini saya kira salah satu misi PKA kali ini.
Lantas apa korelasi antara jargon "Aceh Hebat" dengan tema PKA kali ini?
Aceh hebat itu bukan kualitatif. Ini ingin memperbaiki rapor. Pemerintah Aceh itu rapornya adala angka kemiskinan. Nasional 10 persen, Aceh 16 persen. Pertumbuhan ekonomi nasional 5,0, Aceh 4,2. Pengangguran dan lain-lain. Kita ingin tidak ada angka merah dalam rapornya. Acuannya rata-rata nasional. Kita ingin di atas angka rata-rata nasional. Dalam konteks PKA dalam setiap variabel terkait event, seperti expo, ritual budaya, etos, menghargai etika dan lain-lain. Dan event-event PKA ini kita harapkan semua itu bisa dikembalikan lagi.
Megembalikan Aceh seperti apa yang dimaksudkan melalui PKA VII ini?
Bahwa orang Aceh itu memiliki etos kerja yang tinggi, memiliki sopan santun, ramah kepada tamu, menghargai pendapat orang lain, menghargai keunggulan orang lain tanpa harus merendahkan diri sendiri, religius dan sebagainya. Event-event seperti PKA inilah momentum untuk mengembalikan semua itu. Nilai-nilai ini bagi kita di Aceh melekat dengan Islam sebagai agama yang kita anut.
Tema awal PKA VII adalah “Revitalisasi Budaya Aceh yang Islami.” Tapi kemudian jadi “Aceh Hebat dengan Adat Budaya Bersyariah” apa alasan perubahan?
Di pembahasan awal, tema PKA VII untuk revitalisasi. Tapi banyak yang tidak setuju dengan tema itu. Revitalisasi adalah mengembalikan vitalitas. Nah, seolah-olah kita tidak bergairah dalam budaya, sehingga perlu dikembalikan gairah budayanya. Saya terkesan tema Hari Pers Nasional di Padang, "Meminang Keindahan di Padang Kesejahteraan." Bagus kan. Kita mau kreatif termasuk soal bahasa tema ini. Kalau nanti kita bikin terjemahan ke bahasa Inggris. Nah kalau revitalisasi bagimana menterjemahkannya dalam bahasa Inggris, karena sudah bahasa Inggris. Maka kita pilih kemudian temanya berkorelasi dengan "Aceh Hebat," kita tidak ingin semangat "Aceh Hebat" sebagai penghias bibir saja. Kalau berhasil saja kita mengembalikan sebahagian ke ukuran-ukuran kejayaan Aceh ini seperti masa lalu, itu sudah "Aceh Hebat" kita.
Dalam berbagai kesempatan, Anda berbicara tetang bahasa seni yang mendamaikan. Apa maksudnya?
Begini, seni itu mengantarkan keindahan, kedamaian. Dengan bahasa seni kitabterhibdar dari bahasa kemarahan, bahasa konflik. Contoh kenapa nama Kabupaten Aceh Singkil, Aceh Tamiang, ada Aceh-nya. Tapi di sisi lain, seperti Gayo Lues, Bener Meriah, Bireuen, Pidie Jaya, Pidie, dan lain-lain tak pakai Aceh. Kalau konsisten, berarti harus disematkakan kata Aceh semua. Tapi kan tidak. Nah kita disusikan. Diskusi budaya, diskusi bahasa. Tapi bukan diskusi dengan ngotot-ngototan dan marah-marah. Ini diskusi budaya. Bicara dengan bahasa budaya dan seni itu menentramkan. Mendamaikan. Maka kita pilih bahasa kesenian, termasuk dalam melakukan pendekatan pembangunan Aceh ini. Saya pernah menyakdikan ceh didong Gumara di Gayo, menyentil soal dana desa dalam jangin didongnya. Kita tidak marah. Kita bahkan tertawa dan senyum mendengarkan. Karena apa, karena ceh Gumara menggunakan bahasa seni. Ini contoh.
Kepada peserta PKA di seluruh Aceh, Apa yang Anda harapkan dari keikutsertaan mereka?
Daerah peserta PKA kita minta lebih kreatif menggali dan menyuguhkan materi budaya dalam PKA ini. Jangan copy paste atau menciplak mentah-mentah materi PKA sebelumnya. Kita dorong PKA ini betul-betul memberi warna baru, termasuk cara meyajikannya. Saya berharap ini. Kabupaten dan kota bikin katalog, baik kebendaan maupun non benda, serta panduan profil kabupaten kota dalam PKA. Ayo bergerak.
wagub baca puisi di tugu rimba raya bener merah
Anda menjadi salah seorang peserta PKA II 1972, bersama kontingen Aceh Tengah? Apa bisa dibandingkan dengan PKA VII ini nanti?
Kalau dibandingkan dengan PKA II yang saya ikuti pada masa kecil, rasanya lebih hebat dulu.
Aceh Tengah waktu itu menampilkan sesuatu yang yang di luar pikiran peserta umumnya, yaitu merekonstruksi penyatuan kerajaan Linge dengan Kerajaan Aceh, ditandai penyerahan Gajah Putih kepada Sultan Aceh. Gajah putih dalam legendanya jelmaan dari Bener Meriah. Itu direka ulang. Linge tak mau menyerah kepada Aceh tapi melawa juga tak mampu karena kecil. Orang Gayo pinter lalu memilih jalan tengah, yakni bergabung, ditandai dengan penyerahan gajah putih. Bupati Aceh Tengah waktu itu menyerahkan gajah putih kepada Menteri Penerangan Budiardjo dan Gubernur Aceh representasi dari sultan Aceh. Ini saya kira bentuk sangat kreatif. Kita harus terus kreatif.(*)
Ini baru berita bagus
Congratulations @fikarweda! You received a personal award!
Click here to view your Board
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness and get one more award and increased upvotes!
Congratulations @fikarweda! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!