Mataku berkeliling mencari bangku kosong, dari pojokan kau melambaikan tangan ke arahku, ku terka itu tanda kau setuju aku duduk semeja denganmu.
"Bagaimana kabarmu dik?" Kau cari bola mataku.
"Masih sama seperti lebaran tahun lalu dan lebaran tahun lalunya lagi" ku sisipkan nada sinis dalam jawabanku.
"Masihkah terasa sakit dik?", Tuhan,, aku tercekik dengan nafasku..
"Bukankah kau pun merasakan sakit seperti aku? Aku menangis kehilanganmu,, ku dengar kau meraung kehilangannya, kurasa tak beda sakit yg kita rasakan" kutangkap mimik kecewa diwajahmu..
"Dik, tak sama sakit yang kita rasakan, kau masih bisa melihatku tersenyum dari kejauhan,, sedangkan aku?? Batu nisan menjelaskan bahwa bahagiaku benar- benar telah sirna". Picik,, bisik hatiku..
Di garis mana engkau letakkan ukuran bahagiaku??,, Bahagiakah namanya ketika senyummu itu untuk orang lain??,, Bahagiakah aku ketika tangan itu tak meraihku?? Di titik mana kau letakkan nilai bahagiaku??".. Kali ini aku benar-benar tercekik..
"Dik,, aku masih bisa tersenyum padamu,,, masih bisa menggenggam tanganmu"
Aku benar-benar tak bisa bernafas,, kutinggalkan kopiku yang belum habis.. kuturuti saja langkah kakiku..