Doa Teungku Lah dan Pesannya untuk Aceh "Jika pada suatu hari nanti Anda mendengar berita bahwa saya telah syahid, janganlah saudara merasa sedih dan patah semangat. Sebab saya selalu bermunajat kepada Allah SWT agar mensyahidkan saya apabila kemerdekaan Aceh telah sangat dekat. Saya tak ingin memperoleh kedudukan apapun apabila negeri ini (Aceh) merdeka." Kalimat ini merupakan pesan terakhir dari Teungku Abdullah Syafii, panglima GAM yang kharismatik serta dekat dengan rakyat Aceh.
Bagi generasi yang lahir tahun 1980-an ke bawah, sosok Teungku Lah merupakan idola kala itu. Ia saban hari menjadi sumber pemberitaan media massa. Ini karena sosok itu memang dikenal dekat dengan para kuli tinta.
Setiap statemennya menjadi bacaan menarik bagi masyarakat Aceh dan selalu dinanti. Cerita tentang Teungku Lah juga menghiasi obrolan warung kopi di desa-desa.
Mulai dari cerita pribadi Teungku Lah yang bersahaja hingga taktik gerilya yang cukup merepotkan TNI. Ya, Teungku Abdullah Syafi’i, lebih dikenal dengan nama Teungku Lah, lahir di Bireuen, Aceh, 12 Oktober 1947. Sosok ini dikagumi prajurit GAM serta disegani oleh TNI.
Teungku Lah menjabat sebagai Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) saat gugur di medan tempur. Ia syahid pada umur 54 tahun dalam sebuah pertempuran dengan TNI, dan merupakan tokoh pejuang GAM yang kharismatik dan disegani.
Ia gugur bersama istrinya Cut Fatimah dan dua pengawal setianya dalam pertempuran dengan pasukan TNI di hutan Jim-jim, Pidie Jaya, 22 Januari 2002.
Kepergiannya ditangisi rakyat dan GAM menyatakan berkabung selama 44 hari kala itu. "Nyoe ka troh nyang lon lakee, ka troh watee nyang lon preh-preh (kini sudah tiba waktunya yang saya tunggu-tunggu),” kata Teungku Lah kepada Jala, salah seorang pengawalnya yang lolos dalam sergapan di hutan Jim-jim.
Banyak petuah-petuah Teungku Lah yang hingga kini masih meresap dalam ingatan masyarakat. “Masa telah berubah. Strategi perang secara militer sudah ketinggalan zaman. Sekarang, bangsa Aceh harus pintar mengurus masalah-masalah diplomasi di dunia internasional. Sekarang, perang yang paling berat adalah perang politik dan diplomasi.” Kalimat ini disampaikan Teungku Lah saat meninjau salah satu Markas Komando GAM di pedalaman Pidie, 6 Agustus 2000. "Sesama bangsa Aceh, kita harus benar-benar saling setia. Tentara Aceh Merdeka harus bersikap seperti tentara Islam. Jangan meniru sifat kaum penjajah. Jangan ambil contoh pada kaum imperialis dan kolonialis. Jangan sampai loen deunge ada tentara Aceh Merdeka yang lebih kejam daripada tentara penjajah itu,” ujarnya mewanti-wanti kala itu, sebagaimana dikutip mediaaceh.co dari berbagai sumber.
Saya sudah vote ya .
saya tunggu postingan postingan selanjutnya di @arief2207