Perintah dan keinginan rakyat adalah kehormatan dan kemuliaan bagi yang mampu memenuhi dan memberikannya. Mereka yang merasa paling menguasai rakyat tidak akan bisa memiliki lebih dari yang rakyat miliki, sebab yang mereka ambil dan nikmati sesungguhnya adalah milik rakyat. Meski hidup yang mereka ambil, tetap rakyatlah yang tidak akan pernah mati hingga hari kiamat tiba. Sementara mereka yang mengambilnya dari rakyat, hanya hidup sementara dan tidak akan bisa selamanya hidup, apalagi di hati rakyat.
*Bersama Oom Why dan Perempuan-perempuan Pejuang Padi 08-02
Ketika Pak Prabowo meminta pendukungnya tidak hadir dalam sidang pertama Mahkamah Konstitusi, hati saya berkata, "Bapak boleh meminta, namun rakyat jangan pernah diperintah. Rakyat berdaulat, rakyat berkuasa. Siapapun yang memimpin dan mengurus negeri ini, tidak bisa menghentikan rakyat berjuang mendapatkan haknya".
Banyak yang memang mengurungkan niat datang dengan segala alasannya, apalagi yang takut karena tidak ingin menjadi "korban" dari keributan soal demokrasi di lapangan. Bagi saya ini adalah hal yang menyedihkan, sebab rakyat sudah menunaikan kewajibannya, dan selalu dituntut menunaikan kewajiban. Bahkan menjadi salah besar dan bisa berakibat buruk bila tidak ditunaikan. Coba saja bila tidak membayar pajak, apa akibatnya? Namun, ketika rakyat menuntut hak-haknya untuk diberikan, yang seharusnya diberikan tanpa harus dituntut bila ada kesadaran penuh dari jiwa yang mulia dan terhormat, lantas apa yang diterima rakyat? Sama juga ternyata, ya, akibatnya, yaitu buruk bagi rakyat.
Mau tersenyum pun rasanya enggan sekali bila sudah begini. Apa yang salah dengan menjadi rakyat? Bagaimana ada mereka yang digaji oleh rakyat itu bisa hidup bila tidak ada rakyat? Bagaimana sebuah negara bisa ada bila tak ada rakyat? Bahkan untuk bisa menjadi seorang Presiden pun butuh rakyat. Siapa yang memberikan dukungan dan membayar semua biaya proses dari pemilihan umum itu? Apakah para calon presiden, partai, dan para cukong itu? Rakyat, kok!!!
Jadi, bagi saya, dalam hal keinginan rakyat untuk mengawal dan mengawasi setiap proses pemilihan umum hingga selesai, termasuk sidang gugatan dan lain sebagainya, tidak ada sangkut pautnya dengan dukungan terhadap siapapun calon yang ada. Ini semestinya bisa dicermati dengan bijaksana dan kebesaran jiwa, bahwa rakyat memang pantas menggunakan dan diberikan haknya untuk mengawal dan mengawasi, karena rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi. Tidak ada yang pantas melarang atau menghentikan rakyat melakukannya, biarlah rakyat mendapatkan haknya. Rakyat tidak membenani siapapun, semua memakai biaya sendiri, rakyat memang selalu tulus dan ikhlas dalam berkorban bagi semua. Rakyat tidak butuh jabatan dan kekuasaan, rakyat hanya ingin mendapatkan hak-haknya atas semua kewajiban yang sudah ditunaikan.
Dunia ini sudah sepakat bahwa penjajahan di atas bumi harus dihapuskan dan demokrasi adalah sistem yang hendaknya diterapkan dan diberikan dengan sebaik-baiknya. Siapapun berhak untuk menerimanya, apalagi bila kewajiban tidak menjajah dan merusak demokrasi sudah ditunaikan. Jika memang tidak diterapkan dan diberikan, maka menjadi kewajiban kembali bagi semua untuk berjuang mendapatkannya. Hal ini bukanlah sesuatu yang kemudian dianggap sebagai sebuah pemikiran radikal yang provokatif, sebab ini adalah hukum alam yang hendaknya dihormati dan dihargai sepenuhnya.
Tidak perlu juga harus sedemikian ketakutan dan berlebihan di dalam menghadapi rakyat yang menginginkan haknya. Biaya yang dikeluarkan rakyat untuk membayar semua ketakutan ini terlalu besar dan berat. Bagi yang menggunakan dan mendapatkannya mungkin mudah dan enak, bagi rakyat tidak, terutama dalam situasi keadaan ekonomi yang serba sulit dan mahal saat ini. Tidak perlu ada sosial media yang diblok , diblokir, dan dibatasi, bukan mereka yang berkuasa dan cukong-cukong yang membayar pulsa dan kuota untuk rakyat menggunakan sosial media.
Rakyatlah yang sudah membayar semua kebutuhan untuk terbangunnya fasilitas komunikasi dan telekomunikasi, termasuk mereka yang bekerja dan keluarga mereka yang dihidupi selama ini.
Kita pun bisa marah bila karyawan atau bahkan anak kita sendiri lalai melaksanakan kewajibannya, dan terus mengawasi serta mendidik agar kelalaian tidak terulang kembali, mengapa rakyat dilarang mengawasi mereka yang bekerja untuk rakyat bila rakyat merasa bahwa ada yang kelalaian?! Ini adalah bentuk dari rasa sayang yang dimiliki rakyat kepada negara, bangsa, dan seluruh rakyat Indonesia. Apakah memang rasa cinta dan sayang itu harus dihilangkan dan dihapuskan agar kemudian semua hancur saja sekalian?! Itukah yang diinginkan?!
Bila Allah pun memberikan kebebasan dan kemerdekaan kepada umatNya untuk memilih jalan, diberikan panduan dan tuntunan lewat berbagai caraNya, mengapa manusia tidak sanggup mencontoh kebenaranNya?! Sedemikian kerdilnyakah manusia sehingga harus melawan kebenaran agar merasa dan dianggap lebih hebat dari Allah?! Ah! Semoga Allah mengampuni kita semua, kita manusia yang penuh dengan salah dan dosa ini. Maafkan kami, ya Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kami hanya takut padaMu.
Rakyat berdaulat, rakyat berkuasa, hanya mereka yang mulia dan terhormat yang mengerti dan mampu menerimanya.
Jakarta 15 Juni 2019
Salam hangat selalu,
Mariska Lubis
Semoga Allah memberikan yg terbaik utk kita semua. Aamiin..
Semoga hasil sidang MK menghasilkan yang terbaik bagi seluruh rakyat Indonesia.