Bandar Udara (Bandara) Patiambang di Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh sepi dari penerbangan. Penerbangan ke sana dihentikan akibat wabah coronavirus disease 2019 (Covid-19).
Dulu Bandar udara ini dikenal dengan nama “Senubung” nama gunung tempat lokais bandara itu dibangun, tapi belakangan diganti menjadi Bandara Patiambang, diambil dari sejarah daerah Kejuruan Patiamang, yang dalam literatur Gayo modern disebut sebagai Patiambang.
Ketika masih disebut Bandara Senubung, saya sempat ke sana. Saat itu landasan pacunya masih baru dibangun, diperpanjang agar memudahkan pesawat landing, tapi fasilitas sebagai sebuah bandara saat itu masih sangat minim. Senubung tetap sepi dari penerbangan, bahkan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues harus melakukan subsidi harga tiket.
Bandara Patiambang yang terletak di celah bukit antara desa Pengalangan dan desa Palok, Kecamatan Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues. Tak ada yang mencolok dari bandara itu, sekelilingnya hanya ada jejeren pohon pinus, perkebunan jagung dan serai wangi.
Bebas berekpresi di landasan pacu Bandara Patiambang yang sepi penerbangan foto
Hanya pesawat jenis Cassa 212 dan Cessna Grand Caravan yang bisa mendarat di bandara perintis ini. Itu pun hanya ada dua rute saja, yakni ke Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) di Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, dan ke Bandara Internasional Kualanamu, Sumatera Utara. Dan itu tidak setiap hari, penerbanga dari dan ke Bandara Patiambang hanya ada dua minggu sekali, yakni setiap hari Selasa dan Jumat.
Para penumpang pesawat di Bandara Patiambang rata-rata, malah sebagian besar hanyalah pejabat daerah Kabupaten Gayo Lues, karena mereka harus memenuhi target penumpang agar penerbangan ke bandara perintis itu tetap bisa berlangsung. Pasalnya, jika target penumpang tidak terpenuhi, maka subsidi dan rute penerbangan ke Bandara Patiambang bisa dihentukan oleh pemerintah pusat.
Dalam perjalanannya memang penerbangan pesawat perintis ke Bandara Patiambang pernah beberapa kali dihentikan. Dan baru-baru ini kembali dihentikan karena wabah virus corona. Pemerintah Kabupaten Gayo Lues menutup operasional Bandara Patiambang untuk mencegah penyebaran virus corona dari luar daerah ke negeri seribu bukit tersebut. Maka sahihlah Bandara Patiambang kembali sunyi di tengah belantara dataran tinggi Gayo tersebut.
Padahal sebelumnya, Bandara Patiambang rencanakan akan dibuka kembali untuk penerbangan pada Januari 2020. Tapi urung dilakukan setelah virus corona menjadi pandemic global dan Bandara Patiambang tetap dalam kesunyiannya.
Sebenarnya, keberadaan Bandara Patiambang ini sangat penting untuk membuka isolasi daerah Kabupaten Gayo Lues yang berada di tengah hutan. Malah sebagian besar wilayah Gayo Lues masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Sebuah daya tarik yang membuat turis manca negara rela bersusah-susah untuk menuju ke sana sekedar untuk menikmati pemandangan alam dengan sejuta flaura dan faunanya.
Praktis, setelah Bandara Patiambang ditutup karena wabah corona, kini hanya jalan darat satu-satunya jalur transportasi ke Gayo Lues. Dan perjalanan darat ke negeri seribu bukit itu pun tidak lah mudah, apa lagi di musim hujan, longsoran dan banjir bandang sering terjadi.
Karena alasan itu pula dulu Bandara Patiambang dibangun di kawasan pegunungan Senubung pada tahun 2005 silam. Pembangunan awalnya dilakukan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh – Nisa, lembaga yang dientuk pemerintah Indonesia untuk menangani korban gempa dan tsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004 silam.
Pembangunan Bandara Patiambang ini kemudian dilajutkan oleh Pemerintah Provinsi Aceh hingga kemudian bisa dioperasikan pada tahun 2014, sembilan tahun setelah perintisan pembangunannya dilakukan, meski demikian tetap saja Bandara Patiambang sunyi dari penerbangan, karena gedung terminal dan apron badara baru selesai dibangun dan bisa dioperasikan pada 31 Desember 2018.
Kini Bandara Patiambang masih saja sunyi di tengah rimba Senubung. Semoga pandemic virus corona cepat berakhir, sehingga bandara perintis ini bisa beroperasi kembali. Dan turis manca negara bisa kembali ke sana untuk menikmati indahnya panorama gunung Leuser.[**]