Nah, selanjutnya saya akan menulis tentang 13 konsep kepemimpinan yang disampaikan Moeljono. Menurut saya, ini adalah inti yang ingin disampaikan sang penulis bagi para pembacanya.
Konsep Pertama; Kepemimpinan Nabi
Dalam kesempatan ini, Moeljono menjelaskan konsep kepemimpinan yang dipraktekkan oleh dua tokoh besar sejarah ummat manusia; Nabi Muhammad saw dan Nabi Isa as. Sebagai pemimpin pilihan Tuhan, tentu saja konsep yang mereka bawa tidak diragukan lagi. Karena itu, sudah semestinya kita mengikuti apa yang diajarkan dan dipraktekkan oleh para nabi, yang kepemimpinannya sudah teruji dan terbukti.
Banyak pemikir dan teoritis Islam sudah menjelaskan bagaimana kepemimpinan ala Rasulullah Muhammas saw, namun Moeljono merangkumnya dalam lima konsep inti utama, yaitu: a) Nabi Muhammad saw adalah pemimpin yang benevolent, artinya, ia adalah pemimpin yang murah hati, penyabar, penuh kasih sayang, pemaaf, mengedepankan nilai kemanusiaan, dan setia dengan tulus terhadap Allah swt. Sifat kepemimpinan seperti ini lebih menempatkan sifat humanity sebagai fitrah manusia; b) Nabi Muhammad saw adalah pemimpin yang membawa perubahan. Muhammad saw selalu menjadi contoh teladan sebagai leading change. Menurut Moeljono, ada tiga karya besar Muhammad saw yang luar biasa; berhasil membawa bangsa Arab untuk mengesakan Tuhan; membawa pada kesatuan ummat; dan kesatuan pemerintahan.
Selanjutnya, ciri kepemimpinan Nabi Muhammad saw adalah; c) pemimpin yang bisa memberikan keteladanan yang baik bagi ummatnya. Muhammad memberi keteladanan baik dalam aspek personal, maupun aspek sosial. Ia adalah sosok yang berintegritas, jujur, adil, serta peduli terhadap makhluk Tuhan lainnya, dalam hal ini tidak hanya kepada sesama manusia, namun juga bagi sekalian alam (hewan dan lingkungan); d) durability; artinya beliau memiliki daya tahan yang tangguh dalam segala permasalahan. Dan ciri kepemimpinan yang terakhir adalah: e) Nabi Muhammad bukan hanya seorang leader, tetapi ia seorang manager-leader. Dengan demikian, ia tidak hanya mampu menjadi pemimpin, namun juga berhasil melahirkan pemimpin-pemimpin baru yang kemudian menjadi penerus perjuangannya.
Dari hasil bacaan dan penelitiannya, Moeljono berkesimpulan bahwa ada lima cirri utama kepemimpinan Yesus, yaitu: a) servant leadership, Yesus hadir sebagai pemimpin yang melayani; b) membawa perubahan yang mendasar; c) keteladanan; d) integritas; dan e) value creation; yaitu kepemimpinan yang mengkreasikan nilai pada setiap momentum. Demikianlah konsep kepemimpinan ala dua nabi besar yang telah dirangkum oleh Molejono dari berbagai sumber dan bacaan.
Konsep Kedua; Ajaran Kepemimpinan dari Jawa
Pada konsep ini, Moeljono menjelaskan beberapa ajaran kepemimpinan dalam tradisi kebudayaan Jawa, semisal ajaran Hasto Broto, kepemimpinan Mahapatih Gadjah Mada, filosofi kepemimpinan KGPAA Mangkunegara I, ajaran Ki Hajar Dewantara, dan lain-lain.
Ajaran Hasto Broto bersumber dari delapan wejangan Prabu Ramawijaya dari Ayodya kepada Raden Wibisana yaitu: 1) tanah, dengan filosofi memiliki sifat murah dan kasih sayang); 2) Api, dengan filosofi memiliki sifat panas, tetapi suci; 3) Angin, dengan filosofi ia selalu berada di segala tempat; 4) Air, dengan arti air dapat mengalir dan bersimbah kemana tempat dengan siembang; 5) Angkasa, dengan filosofi memiliki kekuasaan yang luas sehingga mampu menampung apa saja yang datang padanya; 6) Bulan, dengan arti dapat memberikan sinar; 7) Matahari, dengan filosofi sebagai sumber energy; dan 8) Bintang, dengan makna ia memiliki tempat di langit dan selalu menjadi pedoman bagi siapa saja yang butuh penunjuk arah.
Selanjutnya, dalam konsep kepemimpinan Jawa yang masih sangat relevan hingga saat ini adalah apa yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu konsep ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. inti ungkapan tersebut adalah siapa pun yang berdiri di depan harus mampu menjadi contoh teladan, yang di tengah harus memberi semangat, sementara yang dibelakang harus memberi peluang untuk berkarya. Sebenarnya, masih banyak lagi konsep kepemimpinan Jawa yang diuraikan oleh Moeljono, namun jika ditarik hingga ke akar, ia memiliki rumpun konsep yang sama, namun yang pasti keberadaannya itu semua saling melengkapi.
Konsep Ketiga; Menghindari Kesempitan Wawasan
Sejatinya perjalanan manusia adalah sebuah proses pembelajaran, baik bagi si manusia itu sendiri, maupun bagi manusia yang lain. Karena itu, bagi siapa pun –apalagi seorang pemimpin- dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas, relasi yang luas, sehingga keberadaannya di dunia ini tidak bagaikan “bayi dalam guci”. Menurut Moeljono, meskipun kita harus berada dalam “guci”, tapi masuklah ke dalam guci yang luas, sehingga bisa berselancar di dalamnya dan bahkan bisa keluar di kala kita menginginkannya.
Konsep Keempat; Keseimbangan Interaksi
Sebagai manusia, tentu saja kita tidak bisa hidup sendiri. Artinya, kebutuhan berinteraksi dengan orang lain mutlak dibutuhkan. Disinilah, dibutuhkan profesionalitas kita dalam menjaga interaksi yang seimbang dengan siapa pun, karena hanya dengan itu, kita mampu menempatkan diri yang ujung-ujungnya akan dihormati dan dihargai oleh orang lain.
Konsep Kelima; Jari Tangan
Perjalanan hidup manusia selalui dihiasi dengan rahasia dan keajaiban. Akan tetapi, Tuhan selalu memberikan keywords yang berupa pengetahuan sehingga manusia lebih gampang dalam mempersiapkan hidup, juga memprediksikan apa yang akan terjadi. Sebagai contoh, apa yang disampaikan oleh Moeljono dalam buku ini mengenai perumpamaan bahwa perjalanan kehidupan manusia itu ibarat jar-jari tangan. Jari kelingking, sebagai jari yang paling kecil diibaratkan ketika manusia masih berumur 1-10 tahun, di mana ia masih menggeluti dunia bermain.
Kemudian jari manis, yang diibaratkan sebagai masa remaja. Pada masa itu, (biasanya) semua terkait dengan manisnya kehidupan dijalani oleh para remaja. Selanjutnya jari tengah, Moeljono mengibaratkan bahwa ini adalah masa karier seseorang tengah menuju ke puncak. Di saat ini pula, proses kematangan berpikir dan kedewasaan sedang diuji. Kemudian ada jari telunjuk yang bagi Moeljono menganggapnya sebagai manusia yang tengah berada di umur 31-45 tahun. Pada masa ini, manusia tengah berada di puncak karier, baik sebagai seorang menejer, maupun pekerjaan profesional lainnya. Terakhir adalah ibu jari. Dengan bentuk yang “aneh”, ibu jari menjadi ibarat untuk manusia yang berusia di atas 45 tahun. Tentu saja, mereka memiliki bentuk fisik yang tidak lagi seindah di masa mudanya, namun secara kematangan dan kedewasaan, mereka sedang berada di puncak. Karena itu, hanya permukaan ibu jari yang bisa bertatapan (bersentuhan) langsung dengan jari-jari lainnya. Artinya, manusia yang sudah dewasa diharapkan mampu melakukan komunikasi dengan siapa pun.
Konsep Keenam; 3 H
Konsep 3 H diilhami Moeljono dari Direktur Bank Ekspor Impor Indonesia, A.R.Tahir. Ketiga konsep itu adalah: 1) Human; memperlakukan orang lain secara manusiawi, siapa pun dia; 2) Humble; rendah hati; 3) Humor; memiliki selera humor yang tinggi. Orang yang memiliki selera humor biasanya adalah tipikal orang yang terbuka kepada siapa pun. Ketiga konsep ini pelu dimiliki oleh seorang pemimpin sehingga ia bisa berkomunikasi dengan baik terhadap orang lain dan dapat keluar dari masa-masa krisis dengan biaya yang relative murah.
Bersambung.....