Honor tulisan adalah hak penulis yang karyanya dimuat oleh sebuah media yang bukan abal-abal. Umumnya, honor berupa uang dalam jumlah tertentu. Namun, ada juga honor sebuah tulisan bukan berbentuk uang. Inilah yang bakal aku ceritakan melalui tulisan singkat ini.
Dalam beberapa tulisan sebelumnya aku sempat menyinggung sekilas bahwa tidak semua honor tulisan yang dimuat aku terima, dengan alasan bermacam-macam. Bagi penulis pemula, honor tidaklah begitu penting. Asal tulisan kita dimuat saja sudah lebih dari cukup. Itulah yang pernah aku alami saat cerita pendek dimuat di Waspada, sebuah koran terbitan Medan. Saat itu aku baru duduk di kelas dua Madrasah Aliyah. Tak hanya honor cerita pendek, bahkan honor puisi-puisian yang dimuat di rubrik Abakadabra dan Dunia Wanita, sebuah majalah yang masih satu group dengan Waspada, juga tidak pernah kuambil.
Kalau dipikir-pikir lucu juga. Untuk menulis sebuah cerita, kita harus membeli kertas kwarto dan pita karbon yang berguna untuk menggandakan tulisan. Dan itu butuh modal. Namun, untuk mengambil honor kita justru butuh modal lagi, karena konon untuk honor harus diambil sendiri oleh penulis ke kantor redaksi di Medan. Duh, itu artinya sama dengan tamsilan yang sering kita dengar, "ka muhai taloe ngon leumo!"
Untuk kalian ketahui, honor tulisan pertama yang aku peroleh bukan dari media besar. Jumlahnya pun bukan seperti honor dari media nasional yang rate-nya antara 700 ribu - 1 juta rupiah. Honor pertama berasal dari sebuah buletin, Gema Baiturahman, yang jumlahnya Rp2.500. Aku tak ingat apakah aku mengambilnya atau mengikhlaskan saja sebagai infak, seperti yang aku lakukan ketika tulisanku yang lain dimuat di Gema.
Aku ingat, saat masih sebagai mahasiswa aku sering mengambil honor tulisan yang dimuat oleh Serambi Indonesia di kantornya di Desa Baet, Aceh Besar. Aku ingat betul jumlahnya, yaitu Rp40 ribu untuk satu opini. Biasanya aku akan mengambil honor ketika sudah ada dua tulisan opini yang dimuat, yang jumlahnya cukup untuk menaktir kawan yang menemani kita saat mengambil honor itu. Aku tak pernah lagi mengambil honor untuk tulisan-tulisan yang dimuat di Serambi ketika kondisi keamanan Aceh memburuk, dan aku sudah cukup senang ketika tulisan yang aku kirimkan dimuat oleh koran lokal terbesar di Aceh ini.
Di Jakarta, saat aku begitu produktif menulis, aku sama sekali tidak memikirkan honor. Kala itu, motivasiku lebih untuk mengasah kemampuan menulis dan aku meniatkan menulis sebagai salah satu cara membela Aceh lewat tulisan. Aku berharap melalui tulisan, orang-orang di luar sana mendapatkan perspektif berbeda dalam memandang Aceh, tak cuma melalui propaganda pemerintah. Aku ingin menjadi duta wacana Aceh melalui tulisan-tulisan yang aku tulis. Tidak lebih.
Jonriah Ukur atau Jonru harus berterima kasih padaku. Aku ingat, beberapa kali tulisanku menghiasi laman online miliknya kala itu, penulislepas.com, dan untuk tulisan yang dimuat tak ada honornya. Sejak dulu aku memang tidak menyiapkan diri saya sebagai pelacur tulisan, yang menjajakan karya demi mendapat honor semata. Pun begitu, sekuat apapun kita menghindar menjadi pelacur tulisan, toh kita bakal tergoda juga karenanya. Dan, seperti aku singgung di atas, honor memang menjadi hak penulis.
Dalam sebuah dialog/seminar yang digelar oleh Komnas HAM di sebuah hotel di Jakarta, di mana aku hadir mewakili Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), secara tak sengaja aku bertemu dengan pengelola apindonesia.com, Tony Ervianto, yang kantornya di salah satu lantai Gedung Dewan Pers. Saat rehat makan siang dia menghampiri mejaku dan memperkenalkan diri sebagai wartawan (belakangan aku tahu dia bekerja untuk BIN) dan dekat dengan HM Hendropriyono. Aku yakin dia sengaja ingin berkenalan denganku setelah aku memprotes keras Sukmawati, anak Soekarno, yang menyebutkan orang Aceh tidak berterima kasih dalam seminar itu.
Seusai dari acara seminar itu, aku mengirim sebuah tulisan untuk koran sore SINAR HARAPAN, "Penyelesaian Aceh Pascapemilu". Rupanya Tony membaca tulisanku yang dimuat pada April 2004 itu, dan mengirimkan ucapan selamat melalui layanan pesan pendek. "Sesekali, kirim juga donk tulisannya untuk APIndonesia," pintanya. "Ada honornya, loh!" sambungnya, kemudian.
Saat itu, setiap minggu aku mampu menyelesaikan 3-4 tulisan. Semuanya bertemakan Aceh. Begitu ada yang meminta tulisan, aku tinggal membuka folder khusus tulisan dan mengirimkannya seperti yang diminta. Karena tulisan itu sudah diminta, maka secara otomatis tulisan pasti dimuat. Meski aku tak begitu berharap dikasih honor, tapi aku penasaran berapa kira-kira honornya. Besoknya, masuk sebuah pesan pendek yang mengabarkan bahwa nomorku mendapat penambahan pulsa Rp100 ribu. Tak berselang dua menit, masuk lagi pesan pendek, kali ini dari Toni yang mengabarkan bahwa pulsa sebagai honor untuk tulisan yang dimuat sudah dikirim. "Coba dicek apakah pulsanya sudah masuk?" kata dia.
Itulah honor tulisan paling 'aneh' yang pernah aku terima untuk sebuah tulisan. Setelah mendapat pulsa Rp100 ribu, aku 'cuti' mengirim opini ke media itu hingga saldo pulsaku menipis. Ketika saldo pulsa tinggal sepuluh ribu, maka aku akan mengirimkan tulisan lain. Alhasil, aku cukup lama tak pernah mengisi pulsa selama di Jakarta. Ketika APIndonesia.com tidak online lagi, Toni mengabarkan kalau mereka bikin media baru, modus.or.id (bukan Modus Aceh), dan lagi-lagi aku mendapatkan pulsa tiap ada tulisanku yang dimuat di sana.
Aku bukan satu-satunya 'penulis' yang mendapatkan honor aneh. Seorang temanku yang menulis di sebuah media online lokal dan untuk alasan yang tak bisa kujelaskan, aku akan menyembunyikan identitas penulis, mengaku pernah mendapat honor untuk tulisannya berupa chip poker. Ya, chip poker saudara-saudara! Tahun 2011, permainan Holdem Texas Poker sedang populer-populernya, dan banyak penulis yang buntu pikiran memilih berpaling pada permainan di Facebook ini. "Aku satu-satunya penulis di dunia yang dibayar dengan chip poker," kata sang penulis itu suatu ketika.
Intinya, ada banyak jenis honor untuk tulisan yang dimuat. Dan kata "Terima Kasih" adalah jenis honor yang paling sering diberikan. Selamat tadarus!
Aku ucapkan juga terim kasih untuk honor tulisan hebat mu in kanda, BTW buku Aceh pongoe sangat berkesan, Semoga sang khalik Allah SWT selalu menyertai langkahmu kanda.
salam..
Seberapapun hasilnya selalu bersyukur kepada Allah SWT bang.. Itulah kunci utama di kehidupan ini bang. Namun, terkadang orang-orang lupa cara untuk bersyukur bang.
Apa pun yang kita peroleh memang harus disyukuri. Agama kita memerintahkan demikian..."kalau bersyukur, aku tambahkan nikmat kepadamu..."
Mantap, tapi bak steemit sang payah tacok honor. 😂😂😂
Nyan cit ka raseuki geutanyoe inoe, lhueh hek ta update status bak FB hahaha
"Jonriah Ukur atau Jonru harus berterima kasih padaku"
Maksa that 😁😁😁
Harus hai, sep jai tulisan dimuat bak situs jih wate ban dibangun haha
Bang @ojaatjeh sep brat hek teumuleh, tapi han tom lakei bayeue bak Ads 😁😁😁
karena jih sigo2 dilake kirem paypal bak geutanyoe kakakaka. Kiban haba Apa nyan ka, na sehat jih selama puasa?
Nyan hana bantah.
Alhamdulillah seulama na yang peut bhan nyan ka mulai raya pruet geuh keulai.
Inti jih meunyoe ta rangking jenis honor. Sang tertinggi adalah honor "terima kasih"
Haha, aseuli. pue lom lawetnyoe sep jai media online, dan honor payah cok bak pucok trieng leumik.
Postingan ini keren. Kadang seperti cerita yang imajinatif, tapi fakta dalam kandungannya sungguh-sungguh. Pengalaman yang luar biasa dan sulit dudapatkan oleh yang tidak kreatif.
Memang, ucapan terimakasih adalah honor yang sering dan indah diteeima penulis, tapi banyak juga media yang tidak memberikan honor dan tidak pula mengucapkan terimakasih.. hehe.
Salam Ramadhan
Irman Syah | @mpugondrong
Mpu, tulisan ini berdasarkan kisah dan pengalaman pribadi. Efek dramatis hanya ditambahkan sebagai narasi saja. Belakangan ini aku sudah jarang mengirim tulisan ke media, dan sudah tak pernah memikirkan honor lagi.
Iya. Tulisan kreatif dengan pengalaman yang juga keren.
Salam @mpugondrong
adun,teumanyong bacut,,, peu na komunitas droe tanyoe awak aceh nyoe inoe
Oma, hana muphom cit nyan...lon hana komunitas, karena komunitas lon nakeuh para Steemian...
Kata-kata ini muncul spontan saja, seperti kata yang dilakabkan untuk perempuan begituan, dan cocok juga kalau dipadukan dengan cerita seperti di atas
Yang paleng gron honor nyankeuh yangtrakhir, yaitu "terimakasih", nyan pasti bak media www.ptthankyou.co.id, nyan jai rateb ngen sedeqah hahahah
Aseuli...nyan honor paling sering 'dibayar' di tengah banjirnya media online...
"Pelacur tulisan" heheh, aroma humaniora sangat kentara
kajuet neu olah tulisan laju saboh dengan judul "Pelacur Tulisan" pasti rame yang vote hahaha
Hahahaha keren that hai bang😄
Wajib lon resteem nyo👍
Haha, pane na roh, nyoe cuma tulisan pembunuh suntuk..