Seperti kebanyakan mereka yang lahir di akhir 70'an (dan awal 80'an), saya adalah generasi peralihan. Kami adalah angkatan dua zaman. Analog dan digital.
Kami merasakan masa-masa 'main yuk' itu adalah olahraga fisik bernuansa tradisional seperti Patok Lele, Galah Panjang, Engklek, Lompat Karet, Godok, Batalion Tin, perang-perangan dengan senapan beramunisi buah jambu muda (bisa juga kersik, seri, bonsai, atau boh ram), menangkap belut & kepiting di rawa atau hutan bakau.
Image source pixabay.com
Kami juga merasakan masa ketika 'main yuk' itu berarti ngumpul di rumah kawan yang punya konsol Atari, Spica, Nintendo, -- dan sekarang -- Xbox & PS.
Kami mendengar sandiwara radio Tutur Tinular, Ibuku Sayang Ibuku Malang, Misteri Nini Pelet, dan Saur Sepuh. Seperti juga pernah nonton di TV Hitam Putih yang tidak semua rumah punya, lalu ada TV berwarna, sembunyi-sembunyi nonton Buck Roger, Little House on a Prairie, Escrava Isaura, Little Missy, Highway to Heaven, Knight Rider, Baywatch. Juga Aneka Ria Safari, Kamera Ria, Selekta Pop, dan MTV.
Seperti juga sekarang kami menonton (juga mendengar) jaringan TV, radio dan Hiburan dunia dari gawai yang bukan hanya sekadar ponsel lagi.
Image source pixabay.com
Kami banyak hal yang terjadi pada zaman analog, digital, dan diantaranya.
Saya seperti kebanyakan generasi peralihan ini dibentuk menjadi seperti sekarang dengan pengaruh dari banyak hal itu. Salah satunya adalah novel serial silat.
Generasi Milenial mungkin mengenal cerita silat ketika Film layar lebar seperti Pendekar Tongkat Emas muncul. Itupun karena bintangnya. Sosok legendaris Christine Hakim, dan Slamet Rahardjo, ditambah aktor dan aktris seperti Eva Celia Latjuba, Prisia Nasution, Reza Rahardian, Nicholas Saputra, dll.
Image source Instagram
Seperti juga, nama Wiro Sableng mendadak muncul lagi. Karena diangkat ke layar lebar dengan Vino Bastian sebagai Wiro. Tanpa banyak yang menyadari Vino adalah anak dari Bastian Tito, penulis serial novel silat jadul Wiro Sableng.
Jangan ditanya soal serial lainnya seperti Pendekar Rajawali Sakti, Pendekar Pulau Neraka, Pendekar Hina Kelana, apalagi serial Bu Kek Siansu karya Asmaraman S. Kho Ping Ho. Judul-judul cerita silat yang bagi saya adalah bacaan masa remaja itu, tak punya nilai apa-apa bagi para millenial.
Apapun itu, saya cukup yakin kenangan itu yang membuat saya selama beberapa waktu terakhir iseng menulis satu cerita silat.
Awalnya hanya sebagai tempat melepaskan suntuk ketika menulis novel (ya, saya punya impian jadi novelis, doakan saya ya). Naskah iseng ini semakin panjang.
Mengambil lokasi Indonesia di masa depan yang tidak terlalu jauh. Ketika negara ini berubah bentuk jadi negara federal. Dan dunia persilatan bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan utama, yang memengaruhi negara, sosial politik dan ekonomi. Ketika para pendekar bertarung di jalanan, dan menjadi bagian kehidupan masyarakat. Ketika selain aparat keamanan, para pendekar juga adalah penegak hukum. Juga ketika selain para gangster, penjahat, para pendekar golongan 'hitam' juga berkuasa. Dan banyak ketika-ketika lainnya. Cerita iseng itu berkembang bebas mengikuti emosi dan perkembangan dunia disekitar saya.
Membaca lagi pertarungan antar Pendekar yang tak hanya pakai jurus, pedang, tombak, panah, namun juga pistol Glock, Assault rifle (HK MP5, SS2, dll). Tidak naik kuda lagi tapi motor. Bahkan perkumpulan silat memiliki Unit Reaksi Cepat yang diperkuat Rantis Komodo, Helikopter EC725 Cougar dan Gandiwa. Rasanya gimana gitu.
Keisengan yang melahirkan berlembar-lembar cerita silat generasi baru ini berubah jadi menyenangkan. Dan setelah berdiskusi dengan @ihansunrise dan @fardelynhacky, saya memilih menjadikan tulisan itu sebagai serial silat di Steemit.
Awalnya terpikir mengunggah di wattpad, tapi dengan banyaknya plagiasi, steemit jadi pilihan yang jauh lebih baik dan aman.
InsyaAllah, serial Pendekar Pewaris Prahara #1. Bara Cakar Api akan hadir dalam waktu dekat. Mohon dukungan, kritik dan saran dari para steemian sekalian.
Disclaimer:
Cerita ini adalah hasil imajinasi dan karya fiksi semata. Walaupun beberapa komponen cerita seperti jenis senjata, kendaraan, dan tempat adalah nyata. Namun semata hanya sebagai bagian dari cerita yang tidak menyangkut orang, kelompok, atau kejadian sebenarnya. Bila ada kesamaan, itu adalah kebetulan semata.
Saya yakin sepenuhnya, buah karya dan imajinasi Sayed ini akan menjadi sebuah bacaan mengasyikkan bagi para penyuka cerita silat, apalagi akan dikemas dalam perpaduan penggunaan senjata khas dunia persilatan dan senjata moderen.
Ah, pasti akan jadi bacaan yang tak hanya menghibur, tapi saya yakin, ada makna tersendiri yang akan diselip dibaliknya. Ditunggu, segera, donk! Colek kk setiap terbit ya!
Aamiin, doakan saya. Sulit juga sih, tapi kami akan coba (diucapkan gaya dubber Takeshi Castle).
Thanks kak buat dukungan semangatnya.
Aku tunggu serial-serialnya, Bang.
Thanks dek
WAAAAAAW! Woro-woronya keren kali, wak! Kayaknya langsung deh Aini merasa fiksi Aini kayak kacang-kacang gitu. Lanjutkan Bang Sayid! Jangan lama-lama bikin kami penasaran, ya. Aini benci dibuat penasaran.
Segera rilis, jangan pakai lama. Kalau asyik, janji deh, nggak akan segan Aini resteem, Kalau sempat anak mudanya mati, awas Abang kami flag rame-rame. :D :D
Tag udah mantap kali tu. Pendekar Pewaris Prahara (Se-zaman-an kita hahaha)
Omaaak, belum juga mulai udah diancam.
Hahahaha...ganas ya.
Asli. Cemas kami