Aku yakin, setiap kita yang sudah malang melintang di dunia media sosial, pernah menemukan komentar pada postingan berita maupun artikel, yang jauh dari isi konten yang dibahas. Mungkin karena hanya melihat judul, langsung komentar tanpa membaca isinya. Konon lagi mencerna makna yang terkandung di dalamnya.
Beberapa kali ku temukan, yang punya postingan bahkan harus memposting ulang isi tautan ke kolom komentar. Ini terpaksa dilakukan agar orang 'ngaco' tersebut dapat membaca (mungkin tak ada kuota untuk membuka tautan) dan menyadari bahwa komentarnya gak nyambung. Tapi, tetap saja tak dibaca. Celakanya, tautan itu dibagi kembali oleh orang tersebut dengan kata pengantar yang lebih ngaco lagi. Bit meu apam...!
Hal tersebut ku yakin karena faktor malas baca, tapi ingin eksis. Tak begitu mengherankan memang dengan kondisi kita saat ini. Mungkin, kawan-kawan juga pernah mendengar soal minat baca penduduk negeri kita ini. Kita jauh berada di urutan paling buncit soal minat baca.
Pada platform steemit ini, satu-dua mulai ku temukan juga orang seperti itu. Hal ini tak bisa dihindari, karena sebagian besar yang punya akun steemit adalah warga migrasi dari platform medsos lain. Orang seperti itu paling sering kutemukan pada acara lomba atau kontes. Mereka berhasrat berpartisipasi, tapi tak mau membaca aturan yang ditulis pemilik hajatan. Begitu juga pada komentar. Aku duga, orang yang hanya berkomentar "nice post", "sudah saya upvote, upvote balik ya" atau sejenisnya, juga tak mengkhatam bacaan postingan itu. Namun pingin terlihat ada.
Bukankah dalam ajaran kita, perintah iqra' (bacalah) itu menjadi wahyu pertama sebelum perintah lainnya diturunkan. Alangkah baiknya jika membaca dahulu sebelum meninggalkan jejak pada postingan orang lain. Jika pun terlalu panjang dan tak sanggup dibaca, lebih baik menghindar untuk berkomentar. Itu jauh lebih baik daripada terlihat gak nyambung di tengah-tengah diskusi orang lain.
Saleum
Hafidh Polem
@harock