Sirup Cap Patong dan Der De Geder!

in #writing7 years ago (edited)

image

Malam ini terlihat begitu syahdu, walaupun kendaraan bermotor hilir mudik di jalan profesor Yohanes, Yogyakarta. Beberapa mahasiswa Aceh terlihat sedang ngopi di sebuah kedai kopi Aceh yang persis berada di depan Mall Galeria.

Malam ini saya baru pertama kali mampir di sini. Bukan karena saya suka kopi dan di sini enak kopi Acehnya. Bukan. Karena saya sebenarnya bukan penikmat kopi, tapi penikmat sirup cap patong atau ie mirah (sirup merah). Saya mencari ie mirah ke sini.

Banyak alasan kenapa saya ingin minum ie mirah, salah satunya adalah karena ie mirah dapat menjadi media yang memantik cerita-cerita masa lalu saya. Maklum, masa lalu saya adalah berwarna warni. Ie mirah adalah salah satunya. Di kampung saya, dahulu yang minum kopi hanya orang tua saja.

Ketika masih di sekolah dasar dan ketika Aceh masih dalam konflik, merah adalah warna yang paling dikenal dan digemari. Dalam bulan puasa pun, ketika matahari sedang terik-teriknya, yang saya ingat adalah ie mirah.

Malam ini saya memesan ie merah di sini, karena dari kabar intelijen Lempap, di kedai kopi ini dijual juga ie mirah cap patong (patung). "Oh ie mirah, sungguh kau seperti pahlawan malam ini."

Hampir setengah jam lebih saya menikmati ie mirah, duduk di sebuah meja yang letaknya berdekatan dengan trotoar. Sambil minum, saya pun berusaha mengingat-ngingat, tentang apapun tentang masa lalu di Aceh. Dalam setengah jam melakukan itu, masih saja sulit untuk melakukan konsentrasi.

image

Konsentrasi itu baru hinggap hanya pada menit-menit kelima puluh, ketika gelas ie mirah itu saya angkat; kemudian teringat ketika saya sedang berdiri di sebuah kaki lima sebuah kedai kopi di kampung saya, untuk menonton TV. Anak-anak saat itu tidak boleh masuk dan duduk di kursi warung kopi. Hanya orang tua saja yang boleh.

Masa itu, setiap datangnya jadwal nonton film Wiro Sableng, film Ramayana dan Mahabarata, kami yang anak-anak selalu memadati kaki lima kedai kopi, dengan ie mirah terbungkus plastik di tangan.

Sewaktu saya masih berusaha mengingat-ngingat masa lalu itu dengan detail, tiba-tiba suara; "der de geder, der de geder, der de geder!" memecah konsentrasi saya. Saya pun menoleh ke samping. "Pap, film apa ini, kok Wiro Sableng berubah menjadi Wiro Benc%ng. Hanjeut tanostalgila meubacut pih sira taduek, ijak le nini pelet" kata saya dalam reflek, dengan pikiran yang masih sedikit terbawa renungan masa lalu itu.

Sejejak setelahkejadian itu berlalu, saya pun bergedas menulis cerita ini di Steemit, untuk berbagi cerita bersama Steemian Lempap sekalian. Sekaligus untuk menanyakan, di mana ada dijual ie mirah cap patong selain di kedai kopi sini? Yang tempatnya nyaman dan sepi, yang bisa berkonsentrasi.

Sort:  

Pakon han ka pinjam topi kak der de geder der de geder nyan aju. Ka puwoe u sabena, ka indram sekejap, lheuh nyan ka cupat, ka theun lam glah panyang, ka boh eh waneuk, ka boh pipet. Lheuh ka p'uep teuk meu dua goe sap. Allahu... Pasti talo ubena sirop cap patong. Der de geder... Der de geder...

Hhhhhh..pappp...!!! Anco abah teuh..hhhh

Der geder der geder barang orderan njan bg :D

Hhhhh..rap meuruwah ikeue awakkah..he

Saya kok ngakak baca tulisan ini hahahaha...

Hhhhhh..terimakasih kak Mariska Lubis, ikut senang anda bisa ngakak.. Krn tulisan ini ditulis dgn penuh kerinduan akan ie mirah..he