"Apa Saya Masih Harus Sekolah?”

in #education7 years ago

Pertanyaan itu terus saja diajukan oleh semua anak-anak saya, dan sejujurnya itu pun adalah pertanyaan yang terus saya ajukan pada diri saya sendiri, “Haruskah mereka tetap pergi ke sekolah?”. Ada banyak sekali pertimbangan yang sebenarnya membuat saya ingin menghentikan mereka pergi ke sekolah, lebih baik di rumah saja dan belajar sendiri karena untuk menjadi terdidik tidak perlu sekolah pun bisa. Sekolah bukan lagi tempat untuk mendapatkan pendidikan tetapi lebih cenderung sebagai tempat untuk formalitas mendapatkan ijazah saja, bukan pendidikannya yang diutamakan tetapi malah justru banyak urusan administrasi dan hal lain yang tidak penting. Masalahnya, untuk sekolah home schooling pun biayanya lumayan tinggi, saya berpikir juga apakah saya memiliki cukup waktu untuk bisa mengajar mereka sendirian?

image

Sungguh saya sudah tidak tahu harus berkata apa lagi bila melihat buku pelajaran anak-anak saya. Mau marah pun rasanya percuma karena mau marah ke siapa? Bagaimana anak kelas 2 SD sudah harus belajar perhitungan kali-kalian sampai ribuan? Bagaimana anak kelas 4 SD harus belajar pembagian puluhan ribu? Bagaimana anak kelas 5 SD sudah harus bisa geometri? Kenapa juga anak SMA dibodohi dengan dipaksa belajar ekonomi yang ternyata adalah pelajaran tata buku saja?! Sebenarnya apa yang menjadi tujuan dari pendidikan di Indonesia ini?

Jika memang dianggap bahwa “percepatan” ilmu yang diberikan, sehingga materi yang seharusnya belum waktunya diberikan agar kelihatan cerdas dan pintar, maka sama sekali salah total. Sudah terbukti bahwa anak yang terlalu dipaksa belajar maka bisa mengalami depresi dan stress, sehingga besar kemungkinan justru anak tersebut menjadi gagal saat kuliah dan dewasa nantinya. Cerdasnya seorang anak tidak bisa dinilai dari nilai rapor semata, karena banyak sekali materi yang hanya sekedar hafalan, meniru, dan bukan menggunakan logika mendasar yang sangat penting dalam perkembangan pembentukan pola pikir. Pelajaran bahasa Indonesia, menggambar, menulis, dan musik yang sebenarnya adalah pelajaran sangat penting untuk bisa membuat anak lebih logis dan memiliki nalar yang tersruktur malah dianggap tidak penting, sementara pelajaran matematikanya juga tidak diajarkan logika dasarnya, hanya sekedar penerapannya saja.

Saya selalu berkata kepada anak-anak saya bahwa saya tidak akan pernah meminta mereka untuk memiliki rapor dan nilai yang bagus, sebab bukan itu yang menjadi patokan penilaian saya terhadap keberhasilan seorang anak dalam belajar. Saya meminta mereka untuk berani menjadi diri sendiri, menemukan masalah dan mencari upaya penyelesaiannya sendiri. Saya tidak akan pernah bangga bila mereka mampu menghafal hasil karya orang besar dan hebat, walaupun mereka terkenal sekalipun, sebab bagi saya yang terpenting adalah bagaimana mereka bisa menangkap apa yang dibuat dari orang-orang besar dan hebat itu, lalu dicerna, dan bagaimana kemudian pendapat mereka atas hal tersebut. Dalam pelajaran agama pun, walaupun mereka harus menghafal ayat-ayat suci dalam Al Quran, tetapi tetap saya tanyakan bagaimana pendapat mereka tentang ayat-ayat tersebut, sebab saya jelaskan bahwa Allah memberikan anugerah kepada manusia kemampuan intelektual dan meminta kita umatnya untuk selalu belajar. Berpikir dan belajar adalah bagian dari cara kita untuk bersyukur dan hormat kepada Allah.

image

Ini belum lagi soal disiplin yang kerap diterapkan oleh sekolah dan para guru kepada muridnya, yang menurut saya sangat tidak konsisten. Guru meminta murid konsisten dalam mengerjakan tugas, membawa barang-barang yang diperlukan, masuk tepat waktu, berseragam rapih dan baik, dan lain sebagainya, sementara sekolah dan guru sendiri tidak memiliki kedisiplinan bahkan dalam waktu dan mengajar. Paling tidak ini yang saya rasakan dari sekolah anak saya, guru dan sekolah seperti tidak bisa mengatur jadwal sekolah yang baik, sehingga orang tua murid sering kebingungan sendiri akibat jadwal masuk dan pulang yang kerap berubah-ubah. Ini adalah juga sebuah keegoisan, karena tidak berpikir bahwa tidak semua orang tua bisa menunggu anaknya terus menerus di sekolah, dan tidak baik juga bila anak terus ditunggui orang tua di sekolah. Jika terjadi apa-apa, apakah sekolah mau bertanggung jawab? Pasti akan kembali kepada orang tua masing-masing, kan?

Yang paling membuat saya kesal adalah bila selalu ada “mendadak” harus beli ini itu untuk esok hari, apalagi untuk pelajaran prakarya atau sekedar harus membeli tanaman untuk diberikan di sekolah. Ini aneh sekali, masa sekolah tidak bisa membuat jadwal paling tidak seminggu sebelumnya agar orang tua tidak kerepotan? Lucunya lagi, sekolah pun tidak mau tahu soal urusan iuran dan kas kelas atau berbagai urusan yang berhubungan dengan keuangan, sehingga semuanya diurus oleh wakil daripada orang tua, sementara semua urusan keuangan ini diperlukan untuk keperluan dan kepentingan di sekolah. Contohnya saja bila ada kegiatan, maka anak saya dimintai lagi uang untuk kegiatan tersebut, tetapi sekolah tidak mau mengakuinya. Ini sangat tidak lucu dan jelas sudah tidak memberikan contoh yang baik, bagaimana sekolah dan guru bisa meminta anak didiknya jujur bila sekolah dan guru sendiri sudah berani terang-terangan tidak jujur?!

Bisa kita kembalikan lagi kepada pemerintah dengan segala aturan yang diterapkan, dan pemerintah kembali disalahkan. Guru dan sekolah hanya sebagai pelaksana yang juga membutuhkan pekerjaan untuk tetap bisa hidup dan membiayai kebutuhan keluarganya, dengan gaji yang tidak memadai pula, tetapi bagaimana dengan hati nurani dan rasa yang ada? Saya sangat kagum sekali dengan kemampuan untuk menipu diri sendiri sehingga membiarkan semua ini terjadi. Pantas saja jika ada guru agama yang selama ini melecehkan anak-anak di sekolah pun didiamkan saja dan malah ditutupi, hanya karena takut nama sekolah dan pendidikan tercoreng, padahal anak-anak itu masa depannya sudah dirusak! Sungguh sangat tega, ya?!

image

Yah, ini hanyalah tulisan uneg-uneg saya saja. Sebentar lagi sekolah akan dimulai kembali dan jujur saja, saya merasa sangat tidak nyaman. Sudah terbayang di mata saya bagaimana saya harus kembali membiarkan mereka tidak masuk sekolah karena saya tidak ingin mereka depresi, stress, dan hancur karena sekolah. Ini menjadi dilema bagi ibu yang juga bekerja dan memiliki kesibukan seperti saya, walaupun saya terus mengajar dan mendidik anak saya sendiri juga di rumah, tetapi tetap saja tidak bisa seintensif itu. Ada waktu di mana saya juga terlalu lelah ataupun tidak ada di rumah, sehingga mereka harus belajar sendiri juga dan ada waktunya mereka tetap membutuhkan bantuan. Saya hanya bisa berharap ada perubahan besar dalam dunia pendidikan di Indonesia, yang terbukti tidak membuat anak Indonesia menjadi lebih hebat dan baik juga saat ini. Prestasi ada banyak tetapi itu bukanlah sebagai bukti bahwa benar pendidikan kita sudah maju dan membuat anak Indonesia terdidik. Dibodohi oleh media massa dan sosial media saja masih gampang banget, apalagi oleh uang dan kekuasaan, wah itu lagi! Mau jadi apa Indonesia ini ke depannya?!

Bandung, 30 Juni 2018

Salam hangat selalu,

Mariska Lubis

Sort:  

Wah, iya mbak, sama seperti keluhan kakakku yang anaknya harus terlalu berat belajar. Mereka tinggal di Banyuwangi.... Dan ini aku di Jerman, kebagian tugas ngajar masak di sekolah mekipun tidak terlalu sering (guru tamu), cooking for kids gitu... bocah sini sekolahnya seperti main-main mbak... ada pelajaran memasak sehat, musik juga mata pelajaran andalan, ketrampilannya juga lucu-lucu, olahraganya juga heboh, renang adalah olah raga wajib bagi semua anak karena ini penting sekali menyangkut tindakan menyelamatkan diri jika ada bencana... Makanya bule-bule itu kalau ke Kuta renangnya seperti lumba-lumba saja haha...

Aku pernah "ngintip" pelajaran teori di kelas eh bukannya mendengarkan penjelasan guru tetapi diskusi seru, bocil-bocil gitu lho... diskusinya ya rame dan mereka bergembira di kelas.

Salam dari Jerman ya....

Wah anak sy yang besar @marranarayan awal tahun depan mau kuliah juga di Jerman, semoga bisa berjumpa denganmu yah... Kasihan memang anak-anak ini, bermain dianggap tak berguna padahal kalau diarahkan bermain itu belajar. Dulu di Amerika keluarga saya juga main-main saja di sekolah dasar, tidak sampai susah banget apalagi sekarang ini.

Salam dari Bandung.

Benarkah? aku tinggal di dekat Flensburg, kota paling utara Jerman... sip mbak, semoga bisa ketemu, boleh lah main-main ke tempatku nanti aku ajak main pas dia libur😀


Pendidikan di negara kita terlalu memaksa
Dan saya sempat berfikir "pola kurikulum pendidikan indonesia adalah kurikulum Korupsi"
Karena dengan pendidikan yang memaksa (depresi) biaya yang mahal menjadi salah satu faktor (intinya Uang). Apalagi yang sekarang kita rasakan,saat kurs mata uang indonesia melemah,biaya hidup mahal .sangat berpengaruh pada pendidikan .Saya juga berfikir sama kak @mariska.lubis


Sangat bermanfaatTerimakasih telah berbagi uneg-unegnya kak @mariska.lubis

Andai semua orang tua berpikir sama seperti ini. Inilah aku sama suami masih maju mundur masukin TK si kecil. Karena takut dijejali sesuatu yang justru jadi bebannya. Bahkan bisa jadi beban orangtuanya juga.

Anak sy nggak saya masukkan TK, saya saja yang ajarkan sendiri karena saya tak mau anak dibenani lebih baik mereka puas bermain dan belajar lewat bermain.

Sabar kakak.. Wajar Jika indonesia begitu karena bekas jajahan belanda.. kita semua memang selalu dibodohi untuk kepentingan suatu golongan.. Bukan kah pemerintah selalu bergantian?? Siapa pemerintah sebenarnya?? Tentu semuanya NIHIL.
Saya suka anak2 kita diberikan pendidikan agama yang baik, setidaknya mereka bisa berdoa dan mengingat kepda orang tua setelah tiada.

Terimakasih @mariska.lubis

Saya kesal saja dengan segala pembodohan yang terjadi dan sudah tahu pembodohan malah diikuti dan terus dipaksakan diterapkan... Jadinya masalah terus tanpa ada selesainya...

Indonesia adalah tempat di mana seorang siswa bisa menganggap dirinya paling bodoh ketika tidak bisa menguasai pelajaran tertentu. Padahal, siswa tersebut memiliki kelebihan kreatif pada bidang lain.

Itulah dan saya kasihan dengan anak-anak yang dianggap bodoh seperti itu, sangat merusak mental dab masa depan.

Sepertinya apa yg mbak rasakan juga menjadi dilema bnyk orang tua skrg ini...
Meskipun bnyk yg masih menganggap sekolah tetap penting krn jaringan yg didapatkan di sekolah umumnya sangat beguna nantinya...

Jadi inget lagunya Pink Floyd: "We dont need now, education... We dont need now thought control..."
Hehee...

Ya memang anak butuh teman dan sosialisasi, namun anak-anak saya lebih banyak teman di luar sekolah karena saya selalu mengajak mereka pergi kenalan dengan orang-orang yang saya kenal, sehungga anak-anak mereka pun bermain dengan anak-anak kawan-kawan saya.

Banyak orang kita semakin pintar malah semakin tahu untuk berbuat jahat. Sangat sedikit orang yang memiliki ilmu lalu menggunakan ilmunya dalam hal kebaikan.

Itulah, pendidikan yg katanya hebat saat ini tidak membuat dunia lebih baik kok... Malah makin kacau...

Mbak mariska seolah telah mewakili kecemasan Rika dalam menghadapi jadwal sekolah anak - anak yang sebentar lagi akan tiba, Rika pun demikian tidak berharap lebih pada kedua buah hati, tetapi Rika kadang merasa sendirian menghadapi lingkungan yang seperti menuntut mereka untuk bisa ini itu, cuma bisa berharap anak - anak ini kuat dan mampu mengatasi dunia yang seperti ini dan saya akan terus berusaha mendampingi pendidikan mereka. Salam dari Aceh ya Mbak.

Hahaha bingung yah! Saya juga begitu apalagi keluarga masih kolot dan berpikiran bahwa pendidikan itu saka seperti dulu, tapi yah saya hadapi saja. Sekolah cuna buat formalitas sementara pendidikan yg sebenarnya di rumah saja, dan mereka tidak wajib ke sekolah setiap hari. Ada saatnya nanti saya akan keluarkan mereka semua dari sekolah jika tak ada perubahan di sekolah dalam.waktu dekat. Sudah pindah-pindah melulu nih sekolah, sama saja.

Sekolah itu ndak penting, yang penting belajar. Semangat Mba, anak-anak saya juga ndak ada yang sekolah formal. Semuanya belajar di rumah sesuai dengan yang mereka sukai.

Iya mbak, anak-anak mbak dan cara mbak mendidik saya jadikan panutan. Bingungnya cuma soal keluarga dan waktu karena saya sering pergi.

benar sekali mbak mariska... kasihan anak sekarang pelajarannya terlalu sulit untuk seumurannya

Iya, kasihan dan sangat merusak. Saya terganggu sekali dengan sistem pendidikan saat ini.

setuju sekali mbak

Yang udah pasti pengurus sekolahnya yang kaya, bukan anak-anaknya tambah pinter jika masuk di sekolah tertentu. Perlu diingat anak-anak yang pinter itu selain bawaan gen orang tuanya dia juga memiliki tingkat keseriusan terhadap pelajarannya yang konsisten. Dan semua ini tidak ada pula hubungannya dengan pendidiknya. Saat ini guru kebanyakan hanya mengajarkan mata pelajaran jarang yang bisa mendidik, dibanding guru era 70 dan 80 and kita bisa rasakan setiap guru ada 2 talenta ini pada mereka sehingga hasil generasi nya baik. Pintar tapi tanpa moral itu yang terjadi, bisa kita lihat di sekitar kita. Jika pemerintah Indonesia tidak mau keluar dari zona amannya saat ini maka generasi pintar Indonesia akan kalah dari negara tetangga karena ketika pendidikan sudah dibisniskan orang tak punya uang meski luar biasa geniusnya tidak akan dapat kesempatan untuk sekolah.

Sangat bagus postingan nya kakak, bisa kita ambil satu pelajaran buat anak kita kedepan nya, saya sangat setuju,

Ganti Menteri ganti kurikulum, ganti jenis kerepotan orang tua/wali siswa. Anak-anak kehilangan masa kecilnya hanya karena mengejar selembar ijazah. Sekolah tak lagi jadi tempat yang menyenangkan. Kita perlu bercermin ke Shantiniketan India, sekolah non-formal yang menyenangkan, yang melahirkan seorang Rabindranat Tagore siperaih Nobel Sastra dan si Amartya Sen peraih Nobel Ekonomi. Mereka belajar dalam keciriaan, tidak terkungkung dalam rutinitas ruang sekolah.

Itu di kota. Di kampung saya apalagi Teh. Serba salah pokoknya mah menghadapinya juga...

sebuah haln yang harus di pertimbangkan baik-baik untuk kemajuan masa depan anak.karena orang tua lebih tau bagaimana mengarahkan anak ke jalur kesuksesan.salam sukses [email protected]

Kalo sekolahnya seperti Dilan yang selalu berantem bagaimana buk?

salam buk :)

Dilema yang berkepanjangan dan massive ini, kk. Semua orang tua pasti ngerasain kegalauan kk ini. Tapi, mau gimana lagi, nggak mungkin jg anak nggak disekolahin. Anak saya yg cuma TK 1 semester (krn sblmnya ikut saya kuliah di Aussie), udah nggak mau lagi saya suruh lanjut TK, capek katanya 🙈. Alhasil, tahun ini nganggur dulu lah, belajar d rmh aja, toh umurnya juga blm 6 tahun.
Sekarang mah saya cuma bisa berdoa dan kuat2in usaha supaya tahun depan bs cb ambil beasiswa overseas lagi, jadi anak2 bisa kabur dari sistem pendidikan di Indonesia yang tidak tepat sasaran (membebani anak dgn materi yg berat, sblm waktunya).
Tapi, kalo emang nggak jodoh ke LN lagi, ya terpaksalah dijalani juga kurikulum dalam negeri ini. Soalnya, sekolah swasta yg pake kurikulum LN (Cambridge) harganya selangit, dan tetap aja harus nerbitkan rapor yg diterima dikti (ujung2 kurikulumnya jadi nggak jauh beda, cuma eksekusi di kelasnya aja paling yang beda).

Ini juga menjadi Salah satu alasan anak kami akhirnya memilih Homeschooling 😇
Namun,
Kami tetap daftarkan di sekolah formal untuk memberikan sumbangsih Ide dan perubahan, karena baik sendiri tidak cukup, kita perlu komunitas lebih besar lagi.

Memang, sekolah di negeri ini bukannya bikin anak cerdas dan hepi, tapi kebanyakan malah bikin anak juga ortu jadi stress. Sungguh dilema memang, ya, Teh?