You are viewing a single comment's thread from:

RE: Adaptasi Novel ke Film yang Selalu Menuai Kritik

in #film7 years ago (edited)

Mungkin persepsi visual yang berbeda. Saya ingat beberapa novel best seller seumpama Lupus di jaman saya maupun ayat ayat cinta walau mencatat penonton dramatis tapi bagi penikmat seni tulisan visualisasi tetap membatasi. Ketika membaca, dengan kemampuan penulis mendeskripsikan keadaan setting image pembaca melayang kemana2, tentu kecewa ketika menonton filmnya tak seperti yang dibayangkan.
Deskripsi yang memakan 5 alinea dalam film hanya tampak 3 detik.

Sort:  

Nah, inilah yang saya bahas di atas. Kita sebagai penikmat karya sastra bisa saja merasa kecewa dengan adaptasi novel ke film. Itulah yang saya coba tulis dari kaca mata saya bahwa ada beberapa kendala yang dihadapi pembuat film ketika memvisualkan setiap kalimat dan paragraf kepada realitas lain, film. Begitu pula ketika film maker menerjemahkan 5 alinea ke dalam satu gambar hanya memakan 3 detik. Misalnya:

Dalam karya sastra ditulis:

Suatu pagi, kala matahari masih bermuram untuk bangkit dari peraduannya, Rijal yang sedang tidur dengan lelap tiba-tiba terbangun dari tidurnya karena dikejutkan oleh suara keras yang terdengar dari ruang samping kamarnya.

Paragraf di atas tidak mudah dilukiskan dalam medium audio visual (Film). Seorang sutradara akan menanyakan kepada dirinya sendiri:

  • Bagaimana memvisualkan suasana fajar dalam medium sinema
  • Berapa take yang dibutuhkan untuk memvisualkannya
  • Di mana lokasi yang cocok untuk diambil sebagai lokasi shooting.

Dan kita bisa membayangkan hasilnya hanya beberapa detik dari tayangan audio visual