You are viewing a single comment's thread from:

RE: They Walk at Night | The Ink Well Fiction Prompt #210

in The Ink Well โ€ข 23 days ago

Here my original ๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™

"Kurasa tempat itu aman."

Lelaki itu melihat kepada temannya.

Temannya melihat lurus ke depan, sebuah tatapan melewati rumput ilalang setinggi lutut yang berwarna keemasan ditimpa cahaya matahari sore.

Temannya, seorang lelaki mengenakan topi yang kumuh yang berusaha mengenggam erat senjata shotgun di tangannya, tampak diam dan tidak menjawab. Tatapannya seperti elang. Sementara lelaki yang berjalan bersamanya tampak lebih muda, namun wajahnya terlihat lebih bijaksana.

"Bagaimana menurutmu?" kawannya terdengar mendesak.

Lelaki pemegang shotgun masih belum menjawab temannya. Ia tampak mengawasi sekelilingnya.

"Tak ada tanda-tanda makhluk itu pernah ke sini," kata teman dari lelaki pemegang shotgun itu.

"Sepertinya begitu," kini baru terdengar lelaki pemegang shotgun menjawab.

"Ayo jalan," lelaki pemegang shotgun menambahkan.

Kedua lelaki itu berjalan dengan berhati-hati. Mata mereka seakan-akan berusaha menangkap apapun yang bergerak di dalam lautan ilalang yang ada di sekeliling mereka.

Kedua lelaki itu rupanya baru sadar bahwa jauh di sebelah kanan mereka, sekitar lima puluh meter di pinggir hutan pinus, terdapat beberapa bangkai kendaraan lapis baja seperti tank yang sudah dikerubungi rumput.

"Sepertinya itu berasal dari masa pertempuran di awal-awal," kata lelaki yang lebih muda.

"Lihatlah...," lanjut lelaki itu.

Ia menunjuk ke tumpukan mobil yang tidak jauh dari bangkai tank tadi. Mobil-mobil itu ditumpuk ke atas, seperti roti lapis. Beberapa ekor burung tampak singgah di puncak bangkai mobil tersebut.

Kedua sahabat itu berjalan membelah ilalang sepanjang seratus meter sampai akhirnya berada di sebuah desa yang sudah ditinggalkan. Desa yang tadi mereka bicarakan saat masih di atas bukit ilalang.

"Kau masih memiliki peluru?" tanya lelaki pembawa shotgun.

Mereka saat ini berhenti tepat di depan sebentuk pintu gerbang yang sudah usang. Pada pintu gerbang itu tertulis, "Selamat datang di rumah yang diselamatkan Tuhan."

Tulisan-tulisan seperti itu beberapa kali mereka temukan di sepanjang jalan. Kebanyakan itu merupakan ajakan untuk bergabung di komunitas di mana kumpulan yang menjadi penghuni sebuah kamp penyelamatan tinggal. Dulunya, kamp-kamp ini dibangun oleh tentara. Sebenarnya bukan sebuah kamp yang layak, namun untuk kondisi pascabencana, kamp-kamp seperti itu bisa saja sangat membantu.

Saat ini, seluruh negeri sedang diserang oleh makhluk yang bangkit dari kematian terdalam. Mereka adalah makhluk purba yang datang dari balik gua yang tersebar di seantero penjuru dunia. Mereka dipercaya sudah ada di sana sejak dulu. Mereka bangkit sejak gerhana pertama terjadi di tahun itu. Mereka adalah kumpulan makhluk yang tidak memiliki jiwa selain sebagai makhluk kelaparan yang suka memakan apapun yang hidup.

Awalnya, orang-orang masih berharap bahwa ini hanyalah wabah "aneh" sesaat yang akan segera hilang. Sayangnya, tidak. Satu bulan, dua bulan, tiga bulan, satu tahun, hingga terhitung sepuluh tahun, tidak ada tanda-tanda. Para monster itu kini malah mengalami apa yang disebut para pakar dan profesor pemerintah sebagai "mutasi makhluk kematian"โ€”perpaduan antara iblis dan monster. Mereka bahkan memiliki sayap dan mata tiga serta moncong yang mirip seperti tringgiling. Mereka juga punya telinga seperti sayap yang bisa mengepak. Yang paling menakutkan dari semua itu adalah ketiga mata mereka yang berwarna merah menyala. Ini tentu bukan lagi bencana yang rasional. Ini adalah peringatan terakhir dari Tuhan, sebelum angin meniupkan terompet sangkakala pertanda dunia dan seisinya akan rubuh.

Beberapa tahun sejak bencana itu melanda, orang-orang tidak lagi berharap akan adanya keajaiban. Orang-orang mulai tabah. Ini adalah kutukan Tuhan terhadap apa yang umat manusia lakukan. Orang-orang kini pasrah menanti, berharap kedatangan sang mesiah.

"Kurasa aku masih memiliki beberapa peluru," kata teman dari lelaki pemegang shotgun tadi.

"Bagaimana menurutmu?" lanjut lelaki itu.

"Kau ingin aku menjawab apa?" jawab si lelaki pemegang shotgun.

"Aku bahkan tidak tahu kau bertanya tentang apa...," lelaki pemegang shotgun melanjutkan, ia melangkah ke depan, meninggalkan temannya lima langkah.

Leher shotgun yang ada di tangannya ia taruh di atas bahu. Dari belakang, lelaki itu tampak lebih gagah, kemejanya yang putih namun kotor dan penuh bercak-bercak merah kehitaman itu tak mampu menutupi luka-luka yang ada di punggungnya. Ia melalui banyak sekali pertarungan, terutama dengan para makhluk jahat dari neraka. Sama seperti temannya.

"Maksudku, apakah betul orang-orang seperti kita dipilih oleh Tuhan untuk menghadapi bencana ini?" tanya teman lelaki pemegang shotgun.

"Aku malah berpikir mengapa Tuhan terdengar tidak adil? Mengapa ia menurunkan makhluk-makhluk tersebut kepada kita?" lelaki itu melanjutkan.

Kini keduanya tepat berada di mulut pintu gerbang kamp. Namun, kamp ini tentunya sudah lama ditinggalkan. Barak-barak yang ada di kiri dan kanan sudah terlihat saling tindih dan berjatuhan. Kamp ini sudah lama ditinggalkan. Boleh jadi penghuninya mengungsi ke tempat lain atau musnah akibat makhluk-makhluk mengerikan yang sedang menguasai bumi.

"Kita sudah memberi kita banyak sekali kesempatan, Jims," lelaki pemegang shotgun itu menjawab singkat.

Mereka berjalan perlahan. Melewati runtuhan barak yang telah kosong dan sepi.

"Kau betul..., aku juga berpikir demikian," kini teman lelaki pemegang shotgun terdengar lebih pasrah.

Sort: ย 
ย 23 days agoย (edited)ย 

Bingo! Original. From now on, give us the original with the translation, please. We can read the translation and check the original if the translation has problems. I strongly suggest that you not use Grammarly suggestions. This is not allowed. We only allow punctuation (commas, periods, etc.) and basic spelling. No word choice, order, etc.

I will curate your story now as Inkwell.

I believe in communication. I'm just a writer/blogger like you. I want to help people not hurt them. However, we do not tolerate AI at all, so that is the issue here. I'm glad this was resolved.

BTW:

I ran the original story through DeepL and the translation was smoother than what appeared in Google translate.

Thank you for trying to verify. I feel relieved. Thank you for believing me.

Sorry because it little bit annoying you. I felt devastated at first. From now I will always put the original manuscript in Indonesian version into every prompt.

Of course, I will follow your advice. I will try using DeepL.

For me, this is very valuable. All of this, starting from the findings and suspicions until finally the proof was found because you did not give up to check and accept my complaint with humility.

I respect you and the entire curation team ๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™.

Believe me, please. I only curate to help people. That is true for the whole team. We're not perfect, but we do try to help.

wholeheartedly ๐Ÿ™