Terimakasih sudah singgah. Kalau sudah singgah, silahkan duduk... cuma ada tikar sebagai alas dan segelas kopi panas bersama setangkup kesejukan Tanoh Gayo.
You are viewing a single comment's thread from:
Terimakasih sudah singgah. Kalau sudah singgah, silahkan duduk... cuma ada tikar sebagai alas dan segelas kopi panas bersama setangkup kesejukan Tanoh Gayo.
Aku termasuk manusia pengagum Gayo. Tanohnya yang beribu2 hektar tanaman kopi, adat dan budayanya yang tiada satu etnispun yang sanggup menandinginya. Hampir aku mati mendengarkan didong di singgasanaku. Ku taruh hormat dengan kepalaku untuk Gayo dan Masyarakatnya.
Salam dari Singkil bang
Sama, Bang... Aku juga pengagum Gayo, sebab Tamiang yang menjadi tanah kelahiranku ternyata kabupaten yang numpang di kebun sawit.
Ahaaa...takengon apa bukan Gayo juga bang. Hee.
Sekarang biarlah ku ganti saja. Aku pengagum Tamiang. 😁.
Aku sedikit tersinggung kalimat abang tentang sawit. Singkil juga banyak sawit. Tapi Bapak ku gak ada nanamnya. Katanya kita tak perlu hidup dari sawit. Bagaimnapun sawit dan kopi hnya beda tipis. Mngkin kemasan kopi yang menjadikan kopi nampak mahal.
Tamiang adalah tanah pertama yang dijajah sawit. Aku lahir di sana tetapi sekarang tinggal di Tanoh Gayo. Ungkapan "Tamiang adalah kabupaten yang menumpang di kebun sawit" adalah caraku untuk menampar diri sendiri. Sawit adalah kekalahan yang menyingkirkan Orang Tamiang.
Soal Singkil dan Subulussalam ada satu hal yang menarik perhatianku. Sebuah persembahan saat upacara melamar. Di kampungku disebut Pinang Telangke. Bisa Abang baca di artikel berikut:
Ungkapan Cinta Bernama Pinang Telangke.
Ternyata menurut Bang Hasbi Azhar, ada benda sejenis yang dikenal dalam prosesi adat lamaran di Singkil. Aku sudah tanya ke kawan yang berasal dari Singkil saat kami bertemu di Banda. Aku lupa namanya, kalau tak silap ada kata 'nago' (naga) dalam nama yang disebutkannya. Tolong beri informasi jika Abang tau mengenai benda tersebut, ya...
Oh itu bang. Kalau suku Singkil menamainya Belo Pepinangen. Hal ini memang wajib hukumnya dalam prosesi lamaran. Setelah ada sambutan hangat dari calon mempelai perempuan. Isi daripada belo pepinangen ini adalah sirih, kapur, pinang, gambir, dan cengkeh. Di bawa diatas ndulang/dalong penyebutan orang Singkil.
Bendanya memang sama persis dengan yang ada di gambar ini?
Aku belum paham betul apa yang mau abang tau. Peetanyaan abang belum mampu ku serap. Kadang aku lagi goblok. Khak...
Maksud abang benda yang seperti pinang telangke? Atau tepak sirih seperti yang ada dlm tulisan abang tsb?
Maksudku, benda yang sama dengan Pinang Telangke. Bukan Abang yang bodoh. Pertanyaanku yang nggak jelas.
Memang lagi goblok ni bang. Serius.
Yang aku tau mmng ada penyebutan telangke dalam bahasa Singkil. Namun ia bukan benda, melainkan orang. Juru bicara mempelai perempuan. Kalau dalan prosesi lamar melamar sepengetahuanku hanya membawa apa yang dinamakan Belo Pepinangen. Belo pepinangen ini dibawa ketika mau melamar perempuan. Dalam masyarakat Singkil mereka mempercayai bahwa dengan membawa belo pepinangen ini akan mempermudah proses lamaran serta cepat diterima.
Besok akan ku cari tahu bang ya. Pasti ku jawab. Besok tanya sama Bapak dulu. 😀
Yang aku tau, telangke dalam istilah suku Singkil itu adalah juru bicara pihak calon pengantin perempuan bang. Bukan benda melainkan orang. Namanya telangke.
Maksudku, apakah di Singkil ada pelengkap adat lamaran yang bernama Pinang Telangke seperti di gambar pada komentarku sebelumnya? Bukan Telangkenya. Tapi pinang yang diukir menjadi 3 cincin berkait tanpa sambungan itu.