Dalam bab ini diceritakan tentang pengalaman intelektual penulis mengapa tertarik dengan studi aceh atau acehnologi, yang mana penulis memutuskan untuk menulis tentang aceh dari sudut ilmu pengetahuan, dan membangkitkan kembali studi aceh ke permukaan, melalui studi area atau studi kawasan metode ini sebagai bahan untuk membuat buku acehnologi.
penulis dalam melakukan penelitian menemukan banyaknya kajian studi islam ataupun hukum islam, yang mana kajian tersebut memang sudah begitu lama berkembang dalam ilmu- ilmu sosial,
seperti kajian sosiologi dan antropologi. Kemudian penulis tertarik pada karya-karya M.B. Hooker, dimana Hooker sudah mulai mengkaji hukum islam dalam konteks Asia Tenggara.
Dan buku-bukunya kemudian banyak yang dirujuk, sehingga tidak ada kajian hukum islam di Asia Tenggara yang tidak merujuk pada tulisannya.
Pada tahun 2004, setelah membaca karya tentang hukum islam, penulis teringat akan isu hangat di malaysia yang membahas tentang hukum islam. begitu juga Pada waktu yang sama, penulis juga teringat Aceh sedang maraknya penjualan syari’at islam. Oleh karena itu, penulis berkeinginan untuk menulis karya tulisnya yang berjudul “Acehnologi”.
Dalam buku tersebut akan di mulai dengan pembahasan-pebahasan tentang studi islam, baik yang ditulis oleh sarjana islam maupun non-islam.
Pada tahap pertama, penulis membuat sebuah artikel tentang “kontribusi aceh dalam perkembangan hukum islam di indonesia”. Artikel tersebut diterbitkan di jurnal Aljami’ah (1999) yang kemudian dijadikan sebagai bahan referensi dalam buku yang berjudul islam historis (2002).
Selama 3 tahun (2001-2003) penulis mengalami persoalan tentang keuangan yang mana pada saat itu beliau hanyalah seorang dosen honor yang mendapatkan gaji tiga bulan sekali, jadi karena situasi keuangan ini penulis dengan gigihnya mencari informasi sebanyak mungkin bagaimana cara menulis proposal, lalu menjualnya ke lembaga/ instansi yang mendanai penelitiannya, tujuan nya sangat sederhana yaitu ingin hidup lebih baik dan ingin menjadi motivasi di yogyakarta pada saat itu.
Menulis proposal untuk menggabungkan dua negara, termasuk beberapa penelitian dan proyek workshop yaitu voices of islam in southeast asia yang belakangan dikembangkan dalam dua buku.
Penulis menjelaskan, bahwa tahap menyusun proposal ialah tahap yang sangat menegangkan bagi sebuah penelitian yang melibatkan dua negara. Karena, ketika menulis proposal harus dipastikan bahwa persoalan yang akan diteliti adalah betul-betul dapat di pahami dan dimengerti secara keseluruhan. Sehingga bahasa yang digunakan adalah bahasa yang sangat sederhana agar mudah dipahami oleh pembaca.
Dalam kajian Asia Tenggara, mengenai islam, selain buku-buku, jurnal-jurnal yang terbit di kawasan ini juga perlu diperhatikan,sebab kadangkala ada isu atau topik yang sedang kita kupas, ternyata sudah diteliti oleh peneliti lainnya. Jadi sebaiknya sebelum menulis atau mengkaji suatu penelitian, alangkah baiknya untuk melakukan studi pendahuluan, dan benar-benar menguasai bagaimana cara menulis proposal dengan baik dan benar.
Dalam menyusun proposal, salah satu hal yang cukup penting adalah mengikuti petunjuk (guidelines), jangan pernah menulis proposal diluar petunjuk yang diinginkan oleh calon pemberi dana. Adapun strategi lain ketika menulis proposal yaitu partner atau institusi yang akan menjadi tuan rumah (host) ketika kita meneliti. Dalam hal ini disarankan untuk mencari partner yang sudah diakui reputasinya secara internasional, sehingga funding dapat melihat langsung kualitas calon dan jaringan yang dimilikinya. Bagi penulis mencari jaringan adalah strategi yang cukup penting dalam melakukan penelitian antar negara.
Sedangkan strategi lain yang dilakukan penulis ialah dengan membuat bank proposal sebanyak mungkin, karena tidak sedikit yang mengatakan bahwa mengirim proposal ibarat seperti “ mengail ikan dalam sebuah kolam atau sungai” maksudnya ialah, kegagalan adalah hal yang sudah lumrah, namun keberhasilan adalah satu spirit tersendiri.
Jadi selama menyusun proposal, penulis selalu mengirim proposalnya, meskipun kadangkala ditolak, yang mungkin karena proposalnya tidak menarik, tidak memiliki teman sebagai satu tim, juga tidak memiliki lembaga/instansi sendiri atau juga karena berasal dari negara berkembang. Tapi dari masalah itu semua penulis tidak pernah berhenti untuk mengirim proposalnya, baginya hal tersebut memberikan kesan tersendiri untuk melakukan pengkajian islam di Asia Tenggara.
Bagi penulis jika ingin menjadi peneliti terkenal, maka rajin-rajinlah membuka google atau sering jalan-jalan ke berbagai pusat penelitian, sebab jalannya uang selalu bersumber pada dua hal tersebut.
Bagi beliau, google sudah menjadi ‘sumber informasi’karena hampir semua berita bisa diperoleh.
Setelah 10 tahun bekerja untuk memasukkan Aceh dalam ‘impian intelektual’ usaha penulis di tahun-tahun berikutnya ialah merangkai keilmuan mengenai Acehnologi. Setelah kembalinya (penulis kamaruszaman bustamam ahmad) pada tahun 2006 ke Aceh, riset mengenai Aceh sangat luar biasa banyak. Aceh dijadikan sebagai objek studi master dan doktoral. Selain itu Aceh dijadikan sebagi objek bagi post- doktoral. Bahkan Aceh menjadi proyek riset di beberapa lembaga terkemuka seperti ARI di singapura. Mereka denga sangat baik menerbitkan karya tentang ke Aceh-an, mulai dari sejarah, budaya, hingga keadaan Aceh pasca konflik dan Tsunami.
Setelah kepulangannya ke aceh, penulis juga banyak melakukan penelitian tentang ke-Acehan yang mengantarkan dirinya sebagai peneliti muda indonesia pada tahun 2012.
Dalam hal ini, setelah Christian Snouck Hurgronje, Anthony Reid dapat juga dikatakan sebagai para peletak kajian ke Aceh-an di era modern. Karya-karyanya memang sangat banyak bersentuhan dengan sejarah dan kebudayaan aceh. Meskipun Reid berpindah-pindah tugas, namun studi tentang ke Aceh-an masih selalu mendomonasi karya-karyanya. Pasca Reid, muncul nama Aspinnal yang merupakan murid dari Harold Grouch. Tulisan Aspinnal mengenai aceh juda tidak sedikit, meskipun dia kerap menggunakan kacamata politik. Selain Aspinnal, nama Antje Misbach dan Paul Zechola juga mulai nampak dalam studi ke Aceha-an, selain nama baru yaitu Dina Afrianty yang meneliti tentang gender di Aceh.
Dan salah satu peneliti asing yang telah selesai meneliti wilayah Nagan Raya adalah Daniel Andrew Birchok. Kemudian Jhon R. Bowen, Denys Lombard, dan Baginsky, merupakana nama-nama yang bisa dikatakan sebagai Acehnologis.
Dengan adanya buku acehnologi yang membahas tentang studi ke Aceh-an , buku ini dapat memperkenalkan studi
Aceh kepada masyarakat terutama kepada generasi yang akan datang untuk mempelajari studi tentang keAceh-an dan mencari tau informasi tentang sejarah dan kebudayaan aceh yang masih banyak belum diketahui oleh peneliti-peneliti sebelumnya.
Congratulations @sitiaisyah12! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :
You published your First Post
You got a First Vote
Award for the number of upvotes received
Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP