Populasi kecoak telah menurun di habitatnya, semesta dalam tempurung kepalaku. Kupikir segala soal dalam kelopak benak telah usai. Ternyata belum. Ternyata pula, demikianlah adanya jenjang ingin manusia. Terpenuhi satu, terbit pula ingin atas yang lain lagi. Setelah populasi kecoak berimbang dengan demografi benak, keinginan untuk menerima tamu muncul. Beriring sebentuk sadar, betapa sepinya sebuah tulisan tanpa interaksi berupa komentar.
Betapa berartinya setiap kehadiran komentar kawan-kawan Steemian yang singgah di tiap celotehku. Kita jadi bercakap-cakap. Interaktif. Apalagi jika berbumbu koreksi seperti Kak Cici yang selalu berhasil menemukan sebiji huruf yang kurang atau lebih dalam kata yang kuketikkan sebagai buah pikiran. Aku semakin mawas diri dengan tiap hentak jemari di keyboard.
Atau katakan saja rasa tertipu semacam pengalaman Yoesrizal Roesli dan Tueng Upah usai membaca tulisanku yang berjudul Perempuan yang Menggenapiku. Isinya perkara buku pinjaman Ihan Sunrise seri keenam Supernova, Inteligensi Embun Pagi. Buku terakhir yang menggenapi 5 seri terdahulu. Mungkin mereka berdua (atau ada orang lain yang tak turut berkomentar) berharap menemukan kisah asmara dalam postingan yang satu itu. Percayalah, aku sengaja melakukannya agar kalian terjerat dalam perangkapku. Hahahahahaha…
Teknik macam itu membuat aku sadar, betapa mengusili orang itu sungguh menyenangkan. Setidaknya di ranah tulisan. Percayalah, aku tertawa dengan rasa ketertipuan itu. Ya. Seperti menggoda atau memperolok kawan di dunia nyata, meski sebagian dari kalian belum pernah kujumpa di dunia nyata. Benar. Cuma pada orang-orang yang sudah berstatus kawan pula aku berani melakukannya. Berani bersenda macam itu. Mungkin kalau dengan orang lain, aku tak berani. Silap-Silap, bisa kena tempeleng awak.
Apalagi ketika menemukan Kak Alaika yang pernah kehilangan kantuk oleh komentar-komentar di senarai Para Perempuan Simpananku. Ia juga sempat gemas ingin menjitak kepalaku sesudah membaca RA Kartini Bukan Pahlawan, Cut Nya' Dhien Juga. Betapa indah ketika aku sukses menghancurkan asumsi banyak orang dengan memanipulasi persepsi lewat judul, cuma dengan tulisan. Ini jenis kebahagiaan yang mendekati kelainan jiwa. Nikmat yang bikin candu.
Masih ada Mira yang juga merasa tertipu dengan Jurus Mabok. Perempuan sebrilian itu cuma mampu bertanya kesal, “Astaga, ini apa???” Membayangkan mimiknya panik kebingung-bingungan (atau bingung kepanik-panikan) sungguh sebuah sensasi tersendiri. Parasnya yang menjadi perpaduan antara ekspresi slapstik dan manga itu bertabal kesal dan geregetan.
Hmmm… Ada peristiwa yang bikin aku girang bukan main. Ketika seorang penulis sekelas Ihan Sunrise berkomentar di Peran Jepang dalam Sebuah Ciuman Inter-Rasial, “...bolehkah istilah 'ciuman bhineka tunggal ika' itu aku tulis di status fb-ku?” Itu bukti tambahan bahwa aku mengalami gejala kerasukan ketika menulis. Aku tak sadar telah mengetik kalimat itu. Reaksiku saat membaca komentarnya adalah menekan tombol Ctrl+F, dan mengetikkan kata “Bhinneka Tunggal Ika”. Ternyata semboyan itu ada dalam tulisanku. Senang sekali ketika cerpenis dan sastrawati sepiawai beliau bersedia singgah, berkomentar dan mengapresiasi sedemikian rupa. Hatiku langsung memilih satu kata untuk menggambarkannya; bungah!
Aku merasa benar-benar ada. Mungkin kalian tak percaya, kerap kali kualami peristiwa yang pernah diungkapkan oleh Almarhum Rusdi Mathari, “Menulis adalah kerja kesepian!” Seingatku di tulisan itu ia membantah pernyataan Arswendo Atmowiloto yang berwujud buku berjudul Mengarang itu Gampang. Sementara dalam pengalaman batinnya di dunia penulisan, Cak Rusdi mengalami betapa sepinya aktivitas menulis.
Nah… Abang yang seorang ini bikin aku memahami sebab PYM Bookrak tak suka pujian. Putra Gayo yang bernama Iranda. Abang yang menyadarkanku atas gelisah PYM Bookrak itu ternyata diam-diam bikin catatan yang bergelimang pujian terselubung, 500 Words Artist. Aku suka pilihan judulnya, padu dan bernas. Tapi resah karena ada namaku di situ.
Aku senang, tapi jengah ketika dijejerkan dengan Ilina Tan dan Agatha Christie. Sementara, awak menulis masih belepotan dan mengikuti ritme khayal, tanpa konsep dan rencana. Tak berstruktur dan centang-prenang. Namun, resep paling mustajab menghadapinya adalah dengan memposisikan pujian itu sebagai do’a. Kupikir ini cara paling mujarab menjaga jarak antara diri dan kemabukan bersebab puji. “Aamien, Insya Allah, Bang…” demikian kujawab dalam hati.
Jadi begitulah. Semoga tetap ada orang yang beranggapan bahwa judul selalu mewakili isi, agar aku tak merasakan gersang dari efek kecanduan mengelabui kawan-kawanku. Sebab, saat menulispun, aku kerap tak tahu bagaimana ending-nya. Terkadang kalimat yang bermunculan dalam kepala begitu berkuasa, memaksaku untuk menuliskan kemauan mereka. Aku bukanlah penguasa atas semua imaji, bahkan yang tengah mengendap dalam kepalaku sendiri. Ada sebentuk kehidupan yang begitu saja menguasaiku. Merasukiku untuk bisa hadir dan tercatat dalam tulisku.
Setiap partisipasi berwujud upvote maupun komentar kalian sungguh bermakna, membuat aku merasa ada. Bahkan jika ada-ku bermakna menyebalkan sekalipun. Salam hormat untuk kalian yang tertulis, tidak tertulis, terlupa, juga yang enggan namanya kusebut di sini. Tabek!
Image Source:
1. Image1
2. Image2
3. Image3
4. Image4
5. Image5
Posted from my blog with SteemPress : https://acehpungo.com/pengakuanku/
Tak usahlah bersembunyi dibalik selimut, bukankah malam ini seisi rumah terasa hangat. Meski diluar suhu menyapa pada 16 derajat celsius 😀😀😀
Hahahahahaha...
Baik, Bang.
Angkat gelas kopinya bang !
Lisoy!
Ke laut terus nampaknya, udah lama tak mengudara. Apa kabar, Ngon?
Alhamdulillah sehat bang, aku hampir lupa cara bersteemiy, sebuah bahaya laten yang masif. Harus pelan pelan lagi ini bang
Jangan harap aku mau koment panjang lebar di tulisanmu. Ogah saja, karena semua tulisan mu bereh. Sehebat Naga
Hahahahahaha...
Habislah awak. Dalam kali Naga itu rupanya, ya...
Ini salah satu jenis tulisan yg aku tidak sukai.. mereview diri sendiri 😛 nanti kau lakukan ini setelah curie mengunjungimu tujuh kali 😂
Berbahagia lah sebab setidaknya kau punya basis pembaca yang lumayan berisi orang-orang hebat di Steemit (dlm daftar nama yg kau sebut, aku lah anak bawangnya bila ditinjau dari segi reputasi dan steem power) kau tahu alasanku berkomentar panjang lebar bahkan hanya gegara satu huruf?
Menulislah dengan gembira kawan, bila dengan cara itu kau bisa bahagia dan bermanfaat. Belum... tulisanmu belum laku benar, banyak diluar sana berserakan hal yang sama, tapi kau beruntung sudah punya pembaca dan keunikan gayamu mulai terjaga.
Aku tidak bisa terlalu banyak memuji sebab kau tahu sendiri.. kapan aku bisa jadi orang baik hati😋
Curie itu rumahnya di mana, Kak? Kalau dia nggak mau datang ke postingan aku, biar kudatangi rumahnya. Butuh ketelitian tingkat tinggi yang melebihi scheming and scanning untuk mampu menelisik kesalahan satu huruf. Butuh jiwa yang murni dan setia untuk melakukannya. Kupikir, itu lebih dari cukup untuk bisa disebut hebat.
Akan kucoba selalu menulis dengan gembira, biarpun berawal dengan mumang.
Biarpun Kakak mengaku nggak mengaku baik hati, tapi Kakak tetap Super Sista!
Curie hanya vote tulisan keren berbahasa inggris 😁 coba saja periksa rumahnya @ curie, kawan kita el-nailul pernah 3 kali didatangi dgn angka >20
Aku harus menunjukkan satu keliru untuk membiasakanmu mengetik dgn teliti tidak asal jadi, maklum saja.. sesuatu yg teratur akan membuat mudah kerja para editor kelak 😂 sejauh ini aku belum menemukan makna yg salah tempat pada tulisanmu. Kau tahu, bila aku tidak mengatakan apa yg rancu pada tulisanmu atau tulisan orang, maka buku "komposisi" tidak ada manfaatnya bila sering kubaca 😆 kau juga harus membiasakan diri dengan interaksi, pencapaian utama seorang penulis dan penyiar adalah interaksi, bukan saja uang yg dihasilkan dari best seller 😂
Aku bisa saja menyampaikan ini via wa, demi menjaga "pride" mu, tapi kita akan kehilangan kesempatan mendapat sedikit keuntungan dari steemengine 😂 selain itu, aku bisa kehilangan kesempatan meraih posisi yg aku tuju dalam liga engagement😂 kalau tidak menguntungkan kau atau aku, tidak mau aku repot2 membaca tulisanmu dgn serius, copy paste aja.. ntar baca offline.
Terima kasih atas pujianmu, aku bangga kau menulis dengan gembira.
Abaikan soal pride-ku, Kak. Masukan dari Kakak lebih penting, lebih tepat kalau nangkring di sini, dampaknya lebih luas. Kalau lewat WA, cuma aku sendiri yang dapat info berharga semantap ini.
Satu lagi... kau komentari lah lebih banyak postingan orang, terutama anak2 baru yg sedang mencari arah dalam ber-steemit, jangan nungguin orang berkomentar di postinganmu saja. Salah satu cara kita menjadi besar adalah dengan membantu orang lain menjadi besar juga. Dengan begitu.. komentatormu pun akan bertambah, upvote saja tidak dianggap berharga apalagi angkanya dibawah 0.003 😂
Aku tidak bisa upvote postinganmu setiap hari nggak peduli betapa sukanya aku terhadap tulisanmu, maka komentar adalah pengganti upvote.
Iya, Kak. Belakangan ini ketahanan mata sedang menurun, jadi nggak bisa terlalu lama di depan laptop & HP.
Makanya.. jangan banyak kali begadang😂 udah kepala 4 udah saatnya cari kacamata baca 😂
Tulisan yg menarik..sudah aku vote ya... Jangan lupa folbek #kabuuurrrrr
Kaburlah yang jauh. Sebab kalau sempat tertangkap olehku, kupastikan sebuah cubitan akan mendarat. :P
hahahahahahhaha
Eiiitsss... Jangan senang dulu. Cubitanku mendarat di Bandara Sultan Iskandar muda. :P
Bukan, bukan, Mira senang kali...akhirnya bisa komen sampah kayak yg pertama tu 😂😂😂😂😂
Macam mana rasanya? Coba testimonikan sikit untuk Om si Moli ini.
Congratulations @sangdiyus! You have completed the following achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :
Award for the number of comments received
Click on the badge to view your Board of Honor.
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP