Nyatanya memang begini: jika kita kalah, gagal, miskin, bodoh, nista, lata, semua akan mencemooh, mencari-cari keburukan kita, semua menolak disebut saudara bahkan teman. Namun jika menang, berhasil, kaya, cerdas, bertahta, tenar, bernama, semua akan mengagung-agungkan, mencari-cari cara berbaik, semua mengaku teman bahkan saudara. Demikianlah adanya. Lalu apakah kita harus mengutuk, mengamuk pada keadaan yang terlanjur buruk dan mengirim protes ke haribaan Tuhan dengan alasan ketidak-adilan?
Nyatanya juga begini: jika kita berhasil bangkit dari keterpurukan, menang atas getir kehidupan, lunas dari segala pasal, akan ada pula yang meradang. Baiklah jika yang meradang itu yang denganmu berseberangan. Namun lucu saja jika kemudian yang muncul sebagai orang tak senang adalah teman yang pernah denganmu sama jalan. Demikianlah adanya. Lalu apakah kita harus terusik, merasa tak asyik dan meminta kepada Tuhan agar segalanya berubah baik?
Di sebuah warung kopi seorang lelaki kecewa menumpahkan sumpah serapahnya. Seorang teman berkata padaku, “ia sangat membencimu, ia merasa kamu tidak pantas mendapatkan kebaikan apa pun dalam hidup.”
Entah sebab apa, kami tergelak. Tawa kami pecah mengingat bagaimana menderitanya dia setiap melihat orang lain mendapatkan kemenangan. “Apa kamu tidak ingin membalasnya?” tanya temanku setelah tawa kami reda.
“Penderitaan yang ia rasakan sebenarnya adalah pembalasan. Tidak ada yang lebih asyik dari sebuah perang selain dari melihat lawanmu kalah dan meradang sendirian,” kataku. Temanku tertawa. Aku juga.
Nyatanya memang selalu ada orang-orang aneh di sekeliling kita. Katakanlah seorang yang tak tahu menahu malah bercerita keburukan kita kepada orang lain seolah-olah dia tahu segala.
Katanya, “berhati-hatilah, teman. Dia penjahat yang tega. Bahkan, kau lihat, dia pernah membunuh gurunya sendiri, dia menghancurkan perahu yang telah menyelamatkannya dari amuk badai yang tak terperi!”
Kami heran, bagaimana dia bisa mengambil keputusan menuduh demikian? Lalu beberapa orang lain datang menyampaikan hal lain pula. Cerita yang dibawa oleh orang yang mestinya tidak tahu itu semakin menjadi-jadi. Hingga suatu hari sebab tak tahan salah seorang di antara kami berkata,”dia hanya memiliki lubang di telinga kiri dan matanya hanya hidup di sebelah kiri.”
Kami tertawa lagi. Dia berdiri di luar pagar lalu mendengar cerita perihal kamar dari seorang yang terusir. Dia mengambil keputusan bahwa yang mengusirlah yang salah. Lucunya, pengaduan itu dibagi-bagi. Kasihan sekali, setiap orang yang mendengar cerita darinya datang kepada kami untuk bertanya kebenaran perkara. Setelah kami jelaskan, mereka pun tertawa. Mereka kemudian tahu bagaimana perilaku si tukang cerita.
Apakah dia pernah membaca, Sa’di berkata dalam Gulistan, “jika pada siang hari mata kelelawar tidak bisa melihat/ apakah bisa disalahkan matahari sebagai sumber cahaya? Lebih baik ribuan mata menjadi buta/ daripada matahari tidak bersinar”.
Nyatanya memang begini: orang-orang yang haus perhatian kerap mencari cara agar diperhatikan. Sementara yang sudah mendapatkan, selalu bisa tenang berjalan. Dan nyatanya, orang-orang tenang selalu mendapatkan ruang dengan cara-cara terhormat. Sementara yang mencari ruang dengan cara-cara buruk tidak akan pernah mendapatakan tempat.
Tulisan yang menarik.. Dan memang benar, sejarah hanya berpihak kepada pemenang..! Teruslah berkarya karena sejarah akan mengingatnya..
Salam kenal dan ijin reblog tulisannya..! :)
@gulistan Pepatah berkata; awai disipak dudoe digusuk, peu keuh ek sijuek hate nyang luka?
Bantu vote ile adun
Bek meulake lam-lam kawan. Ahahaha
Memang berat bersebrangan apalagi dengan teman sendiri. Tapi lebih berat lagi bersebrangan dengan hati nurani. Biarkan saja mereka dengan urusannya sendiri...
Dan kita bergerak sendiri. Nanti pas menang, kita angekin mereka. Ahahhaha
yoi bro
Dan pada waktunya nanti, si tukang cerita akan merasa susah terhadap orang-orang disekelilingnya. Sebab, yang dia ceritakan adalah orang-orang disekelilingnya yang telah mengetahui ceritanya. Sepertinya sangat berat suntuk isi kepala si tukang cerita itu ya, Bang Yeuk @gulistan. :D
Cit begitu, bang Ali. Pilu le keudroe. ahahhaa
Tat na tuh, gawat lupah na caritera..hahahaa...saba...saba...
Tasaba, sigo-go ta sindir le, abang. ahahahha
Khak....lon jak u Gayo singoeh..semoga sukses di Bandung beh...hahaha...tetap hrus sabaa...meunan ka keadaan jinoe dek za..hahaa
Dalam bang.. :)
Lam kitab Gulistan meutuleh meunan, brader. Sidroe sufi Persia peugah.
Owh.. Baroe loen teupu bang, loen jak mita dilei bak Om Google, sang meukeunoeng I loen ngoen sufi njoe, Thanks bang ya.. :D
Hai gulistan😅, saleum !. Bahasa yang menarik perhatian saya untuk terus membaca, sungguh luar biasa. Kosa kata yang penuh makna dan cara peantok bahasa yang lebeh long suka haha.
Mantap. Kehidupan memang lucu. Seperti bahasa orang "senang melihat orang susah, susah melihat orang senang"
Hidup adalah hidup. Akan lebih baik bila kita bersama dalam bahu membahu.
Bermakna lebih dari segala ilmu ialah menertawakan diri sendiri (cak nun).....
Kesabaran selalu mendapatkan hasil yang baik. Kata orang bijak, kesabaran adalah kunci kesuksesan. Dihadapi saja dengan kesabaran.
menang kalah adalah membangun peradaban, namun perang terkadang dijadikan pasal untuk sebuah hasil. Padahal damai lebih diutamakan, damai hati menerima memang ada yang lebih baik dari kita.
"seandainya saja dana perang buat diriku, tentu tak perlu ku jadi penganggur " interpretasi bebas untuk pesawat tempurnya Iwan Fals.
Maka menganggurlah mereka dari memungut kebajikan karena hobi mencari celah siapa yang paling benar. Dan sungguh sayang seribu kali sayang kawan seriring jalan sudah dianggap menjadi lawan, padahal mata hati mulai berkabut.
Ka vote balek beh
Memang gedubam gedubum @gulistan . Sabe-sabe mupat puduk surah lam donya udep aneuk muda jameun nyoe.
Menarik bang..
Nyatanya memang begini: jika kita kalah, gagal, miskin, bodoh, nista, lata, semua akan mencemooh, mencari-cari keburukan kita, semua menolak disebut saudara bahkan teman. Namun jika menang, berhasil, kaya, cerdas, bertahta, tenar, bernama, semua akan mengagung-agungkan, mencari-cari cara berbaik, semua mengaku teman bahkan saudara. Demikianlah adanya. Lalu apakah kita harus mengutuk, mengamuk pada keadaan yang terlanjur buruk dan mengirim protes ke haribaan Tuhan dengan alasan ketidak-adilan?
Mantaps
Tulisan yang menarik, fenomena yang sudah jadi budaya
@gulistan , Menjadi diri sendiri mungkin sudah menjadi prinsip hidup banyak orang. Tapi terkadang kita salah menggunakan prinsip itu. Padahal maksud dari menjadi diri sendiri di sini adalah kita harus mengoptimalkan potensi atau bakat yang kita miliki tanpa harus mengubah keunikannya dan tidak harus mengikuti orang lain.Contoh potensi kita di bidang tulis menulis dan keunikannya punya jiwa yang humoris, yah jadilah penulis yang punya gaya humor. Jangan memaksakan diri jadi penyanyi yang jelas-jelas suaranya bikin sakit telinga orang. Hehe.. Daripada memaksakan hal-hal yang kita tidak bisa, lebih baik kita bersaing dengan mengoptimalkan potensi yang kita miliki dan bisa sukses dengannya.Percaya dan jadilah diri sendiri tanpa harus mengikuti, serta yakinkan hati agar apapun yang kamu kehendaki bisa kamu dapati.Jadilah diri sendiri dan berusahalah menjadi pribadi yang baik dan tepat, sehingga cinta tahu kemana harus menemukanmu.
Manusia senantiasa menilai anda. Walau siapa pun anda hari ini jadilah diri anda sendiri. Lihatlah siapa yang boleh menerima anda.Janganlah hanya menjadi diri sendiri. Jadilah diri sendiri yang lebih baik.Jangan membandingkan dirimu dengan orang lain. Iri hati hanya membuat jiwamu gelisah. Jadilah diri sendiri, Kita harus belajar menerima kebahagiaaan lebih banyak lagi. Sisanya biarlah begitu saja, jadilah diri sendiri.
Saleum Dari SRL ( Steemit Revolution Langsa ) @asrizal