Sukses, Syarat, Dan Sikap
Sebenarnya definisi "sukses" dan "kesuksesan" itu, secara harfiah, ada. Tetapi ukurannya mungkin sesuatu yang lebih susah untuk dipahami. Sukses, secara harfiah adalah "berhasil mencapai matlamat/goal/tujuan/rencana"(lebih pasnya bisa merujuk ke kamus-kamus). Jadi, syarat pertama untuk mengukur sukses adalah ketersediaan tujuan/rencana. Misal:
- Tujuan/rencana saya minggu ini untuk menulis dan mengunggah 10 artikel di steemit,
- Aktualisasinya, saya hanya berhasil menulis dan mengunggah 7 saja,
- Kesimpulan :
- secara umum saya gagal (tidak sukses) menulis dan menggunggah 10 artikel dalam minggu ini,
- secara matematis, saya sukses 70%.
Nah, apakah saya akan bersedih atau berbahagia atau biasa-biasa saja dengan 70% kesuksesan itu, atau malah menganggap itu sebuah kegagalan, saya pikir erat sekali dengan perilaku. Apakah saya akan memilih kesimpulan pertama (bahwa saya gagal) atau kesimpulan ke dua (bahwa saya 70% berhasil), juga ditentukan oleh perilaku yang dipengaruhi oleh banyak hal. Hal terbaik yang bisa saya sarankan dalam situasi demikian adalah, terima saja itu sebagai kesuksesan, mensyukurinya, mengevalusi kenapa tidak sampai 100% pencapaian, meskipun pencapaian tadi misalnya di bawah 70%, ini hanyalah satu cara positif untuk menyemangati diri dan sehingga dengannya kita tetap memiliki semangat untuk terus berbenah sehingga kita bisa terus memelihara rasa bahagia di dalam diri.
Saya pikir demikian, @mrday. Lebih dari 90% dari komentar ini adalah pendapat pribadi yang tidak ilmiah, harap koreksi di mana ada silap.
Terimakasih.
Terima kasih sudah mampir secara tiba tiba @aneukpineung78, tidak ada yang perlu dibenahi dalam komentar anda, namun sebaliknya justru menjadi lebih sempurna tulisan ini dengan kombinasi pembelajaran dari anda, meskipun bersifat pribadi namun tetap dalam bingkai ilmiah karena definisi ini bukan kalimat mutlak yang harus diakui namun actualitas lah yang menentukan defenisinya, yang saya sesalkan adalah mengapa komentar anda lebih panjang dari tulisan saya😂, ini pelor buat saya dimana harus menulis lebih panjang lagi dan lagi dan lagi dan lagi....hehehehehe, terima kasih berulang kali atas penghormatan ini @aneukpineung78
Beberapa hal membutuhkan tanggapan yang panjang, saya harap itu tidak ditanggapi negatif sebagaimana sebagian orang membenci komentar-komentar panjang. Inilah salah satu bagian dari "merdeka saat menulis" yang pernah saya bilang kemaren, yakni menemukan kesempatan untuk berdiskusi pada tema-tema yang menarik tanpa takut dimaki pemilik artikel. 😂
Sebaliknya, justru saya sangat menghargai karakter demi karakter setiap komentar, karena saya yakin penulisnya tidak ingin membuang buang waktu percuma dalam mengatur kalimatnya hanya untuk dimaki oleh yang dikomentarinya, sungguh ini platform gila😁 yang menyediakan berbagai manfaat di dunia maya.terima kasih secara permanent untuk anda.
Dan tentang siapa duluan antara telur dan ayam, saya tidak pasti. Tapi kalau Tuhan duluan menciptakan telur, maka siapa yang mengeraminya? Tetapi kalau pertanyaan mana duluan ada telur atau ayam untuk ukuran saat ini, saya mantap menjawab, ayam. Kenapa ayam? Jawabanya ada pada saat banjir besar di jaman Nabi Nuh. Kita diajarkan bahwa Nabi Nuh mengumpulkan semua binatang secara berpasangan, dan bukan telur mereka (jika mereka berkwmbang biak dengan telur).
Haha. Simbhan that keunong pertanyaan jula-jula malam. 😀
Hahahahahaha, sangat memuaskan jawaban anda @aneukpineung78 beserta dalil yang begitu rasional.well done dan hadiah preh dikirem bak iku jet😎😂😂😂